Sebenarnya hari ini aku memang sengaja membawa uang lebih dari sebagian tabungan ku, membawa sebesar empat ratus lima puluh ribu rupiah bersama dengan uang sangu ku selama seminggu. Huhh.. rasanya cukup aneh deh kalau harus menghabiskan uang secara sia sia tanpa memprioritaskan sesuatu yang terbilang penting dan bisa di pakai untuk sehari hari, seperti membeli sepatu baru, jaket, sweater hangat atau pun baju dan lainnya.
Ahh.. memikirkan hal itu membuat kepala ku berputar putar di kelilingi oleh tiga burung di atasnya, belum lagi nanti harus mentraktir Saki karena kekalahan ku, huh.. sungguh sialnya bukan hari ini, gerutu ku sendiri sambil memainkan rambut samping ku. Sesekali aku menciumnya saat rambut itu sudah terlilit pada jari telunjuk ku.
Lily mulai kembali ke tempat duduknya yang berada di samping pojok kiri bagian terdepan dekat dengan pintu kelas. Sementara.. aku hanya bisa membungkam dengan melamun keras memikirkan sebuah sweater biru muda yang terpajang di antara sweater sweater lainnya, yang terdapat di sebuah toko yang berada di seberang alfamart ketika aku menunggu Maki berbelanja, di seberang sana memang terdapat beberapa deretan toko yang berada di sisi jalannya. Walau harus di tempuh dengan jarak yang cukup jauh.. yang terkadang membuat ku malas jika harus berjalan pulang melewati rute sana sendirian.
Ya.. di sana memang ada sebuah toko sepatu, toko perhiasan dan aksesoris lainnya, serta toko jaket dan sweater untuk wanita. Aku sudah lama sekali mengincarnya dan hari ini niatnya mau berkunjung ke sana untuk berbelanja, tapi.. karena uang ku yang sudah terpakai untuk membayar uang kas sekaligus untuk mentraktir Saki nanti, membuat ku harus menunggu dan menabung lagi.
Aku masih kesal saja dengan semua ini, entah kenapa semua rencana yang sudah ku buat hari ini menjadi gagal begitu saja. Seketika amarah ku mulai meredah dengan sendirinya ketika mengingat Saki membawa satu termos kecil berisikan coklat panas, aku mulai tersadar setelah cukup lama memainkan rambut ku sambil berkhayal keluar dari sebuah toko dengan membawa berbagai tas plastik berisikan belanjaan, dan dengan cepatnya aku mendekati Saki sambil memperhatikannya yang sedang asik memainkan jari mungilnya sambil membersihkan bagian ujung kukunya, ntah lah.. sesuatu yang cukup unik bagi ku kalau Saki ini suka dengan jemarinya.
" Saki.. mana coklat panasnya " Pinta ku sambil tersenyum ke arahnya, Ia langsung terhenti dan menengok ke arah ku. " Tunggu sebentar.. " Saki mengambil sebuah termos berbahan besi itu dan mulai menariknya dari penyangga minum bagian kanan. Ia mengambil dua buah gelas plastik dari dalam ransel kecilnya setelah menaruh termos itu di atas meja, Saki mulai menyusun dua gelas plastik berwarna biru tua dan merah gelap di atas kertas polio miliknya. Sesaat.. Ia membuka termos itu dan uap panas pun mulai bermunculan keluar dari dalamnya.
" Woaww.. pasti nikmat.. " Ucap ku kepada Saki yang mulai menumpahkannya ke dalam gelas itu, aku langsung menundukkan kepala ku untuk melihat bentuk dari aliran minuman coklat itu saat berjatuhan ke dalam gelas, terlihat begitu kentalnya saat coklat panas itu di tuangkan oleh Saki. " Ini untuk mu, hati hati ya.. masih panas soalnya " Saki memegangi bagian ujung atas gelas dengan jari jarinya dan menyodorkan minuman itu tepat di atas meja ku. Ia menutup kembali termos itu setelah mengisi kekosongan wadah minumnya dan menyimpannya lagi tepat pada penyangga minumnya di sebelah kanan.
Aku mendekatkan wajah ku ke arah coklat panas yang masih beruap uap itu, terlihat begitu kental dan lezatnya dari atas sini. Aku menghirup aromanya yang begitu wangi ala coklat, " Saki.. apakah ini kamu yang buat " Ucap ku dengan rasa penasarannya karena Saki selama ini tidak pernah membawakan ku sebuah minuman coklat panas seperti ini sebelumnya. " Bukan.. tapi supir pribadi ku " Kata Saki yang sekarang mulai meniup niupi minuman coklat miliknya yang masih panas. " Berarti.. supir pribadi mu sangat hebat donk dalam mengelola coklat " Aku menyeka Saki yang sedang asik meniup niupi coklatnya yang masih beruap uap.
" Ya.. mungkin seperti itu, jangan memanggilnya supir pribadi, bagaimana kalau langsung namanya saja, Namanya adalah.. Kennichi " Jawabnya Saki yang membuat ku termenung ketika mengingat nama itu, sebuah nama yang selalu menjadi antagonis di dalam buku novel ku. " Oke.. Kennichi berarti merupakan orang hebat, selain bisa mengantarkan mu ke sekolah dan menjemput mu pulang, Ia juga bisa membuatkan mu sebuah coklat panas seperti ini. Sugoi.. " Ungkap ku pada supir pribadinya Saki yang ternyata memang orang hebat, aku mencoba meminumnya walau masih terasa sangat panas di genggaman telapak tangan ku, " Sssuurrrpp.. " aku menyeruput sedikit dari minuman coklat itu, wow.. rasanya memang sangat enak dan berbeda dari yang lainnya, tidak seperti minuman coklat dari mini market yang di seduh sendiri di rumah.
citra rasa coklatnya yang begitu kental mengalir sampai ke tenggorokan, rasa coklatnya tak ada yang terbuang sedikit pun dan terasa sedikit berbeda dari manisan yang hanya mengandalkan gula saja, yang seakan melumatkan seluruh kemarahan ku yang masih tersisa dari kekalahan ku ini bersama dengan setiap detik dari rasa manisnya. " Hahaha.. Dia tidak pernah membuatkan ku minuman coklat seperti ini sebelumnya, dan ini saja.. baru pertama kalinya Ia membawakan ku sebuah minuman coklat panas bersama dengan termos kecil ini " Ucapnya sambil memegang termos besi berwarna perak itu. " Hey Mugi.. mana buku kecil mu " Bisiknya Saki kepada ku ketika Ia melihat ku sedang memperhatikan termos kecil miliknya, aku langsung mengambil buku itu dari saku jaket oblong ku, dan langsung memberikannya ke arah Saki.
" Kamu penasaran ya? " Tanya ku pada Saki saat Ia sedang memegang buku misterius itu, Saki memutar buku itu untuk memperhatikan lebih saksama bagian luarnya, dan dengan cepatnya Ia membuka cover bagian pertama setelah cukup lama membulak balikkan buku itu. Sontak.. membuat ku terkejut tak berekspresi ketika melihatnya sedang membaca bagian isi dari lembaran pertama yang seketika membuat ku ingin tahu dengan tulisan yang tertera di dalamnya, tidak bisakah.. membukanya secara perlahan, agar terlihat lebih profesional dan dramastis saat akan meng-observasi atau mencari tahu sesuatu yang terbilang penting. Gerutu ku dalam hati saat Saki langsung membukanya tanpa izin dari ku.
" Apa isinya.. coba aku lihat " Aku menarik lengannya Saki yang sekarang mengubah posisi buku itu ke tengah antara aku dengannya. " Hey.. wanita kecil, aku hanya ingin kau tahu jika aku menyukai mu. Walau saat ini aku belum bisa menunjukkan diri ku, tapi.. percayalah, aku pasti membuktikannya " Aku tersenyum dan juga tertawa geli yang secara bersamaan terjadi karena merasa malu akibat buku ini di baca juga oleh Saki, dan sekarang Ia tertawa lepas sambil membuang wajahnya ke arah kiri saat membaca isi dari lembaran pertama itu, tapi.. kenapa mesti di awali dengan wanita kecil.
" Hahaha.. ciee.. benar saja ada yang menyukai mu kan " Ucapnya sambil meledek ke arah ku. Ia mulai membalik lembaran kedua. Ternyata.. di lembaran ini terdapat sebuah poto yang tertempel di atas kertas putihnya, begitu juga yang terdapat di lembaran ke tiga. Sebuah poto tentang diri ku saat sedang berjalan keluar dari gerbang sekolah. Dengan pose yang sedang berjalan sambil menoleh ke arah kiri seperti sedang mencari seseorang. Dan di lembaran ketiga ada sebuah potret diri ku saat sedang menunggu bus sekolah di halte sendirian. Di poto itu.. aku sedang duduk memegangi ransel ku yang berada di atas paha dan menekannya dengan kedua tangan ku. Di mana wajah ku sedang menengok ke arah kiri tepat Ia memotret ku dari samping. Tapi.. siapa ya orang yang memberikan buku ini. Aku sama sekali tidak tahu kapan Ia mengambil gambar ku.
" Wah.. ternyata diam diam ada seseorang yang ingin memotret mu dari kejauhan " Ucapnya Saki yang sekarang memegang sisi pelipis ku, tapi.. apa jangan jangan ini semua hanya akal akalan Saki saja. " Ntar dulu.. apa ini semua buatan mu Saki, kamu mau buat sebuah lelucon seperti ini kan? " Tanya ku kepada Saki yang sekarang merubah raut wajahnya menjadi bingung, " Aku.. ya jelas bukan lah " Bantahnya Saki sambil membalikkan telapak tangannya ke arah ku. " Trus.. kamu dapet buku ini dari mana? " Sebuah pertanyaan yang dari kemarin ingin ku tanyakan kepadanya, tapi.. karena Ia tak kunjung tiba juga dari pelatihannya, maka aku hanya bisa menyimpan pertanyaan ini dan menunggunya sampai besok. " Hhhmm.. gimana ya.. " Kata Saki dengan sedikit ragu, " benar kan.. kalau ini semua buatan mu " Aku semakin yakin saat Saki merubah ekspresinya menjadi bingung dan tampak sedang menyembunyikan sesuatu dari ku.
Di tambah.. Saki kan termasuk anggota jurnalis yang pasti hobinya adalah memotret seseorang dari kejauhan dan membuat sebuah ringkasan cerita yang berkaitan dengan poto yang sudah Ia ambil, yang nantinya akan di muat menjadi sebuah artikel dari poto yang terlampir bersama cerita yang sudah Ia karang. Dan di pajang di sebuah papan khusus milik anggota jurnalis resmi dari sekolah ini. " Bukan gitu Gi.. jadi waktu itu aku mendapatkan buku kecil ini dari seorang siswi kelas tiga yang tidak aku kenal namanya " Ucapnya yang seketika menghentikan langkah curiga ku terhadap Saki. " benar kah.. lalu bagaimana bisa dia memberikannya kepada mu Saki " Tanya ku dengan sangat berhati hati, aku tidak mau terjebak oleh pertanyaan dan pernyataan ku sendiri.
" Jadi.. waktu itu aku lagi ganti baju di kamar mandi, dan mengganti pembalut ku bersama dengan sweater yang masih ku kenakan setelah mencoba beberapa pakaian dari ruangan jurnalis " Ucapnya yang terdengar cukup bertele tele, seperti sedang mengarang sebuah narasi dari sebuah cerita dongeng. " Terus.. kapan kamu mendapatkan buku ini " Tanya ku dengan penuh penasarannya, aku tidak bermaksud untuk menuduh Saki yang aneh aneh, tapi.. siapa yang bisa menyangka kalau kemungkinan Saki memiliki perbedaan dari wanita lainnya.
" Jadi.. kamu masih bersikeras jika aku yang membuat buku kecil ini " Tanya Saki kepada ku dengan raut wajah yang begitu kesal," Hhhmm.. bukan begitu, aku gak bermaksud menuduh mu, tapi.. kalau memang benar begitu, ya.. tolong jelaskan semuanya secara detail " Tutur ku pada Saki yang sekarang merasa sedikit bersalah kepadanya karena tuduhan ku ini, yang di mana sisi ku mengatakan kalau ini buatannya, tapi.. di sisi lain seperti sedang mengingatkan ku jika aku ini sudah mengambil keputusan yang salah, yang jelas nantinya akan berdampak besar kepada ku. " Oke.. gini saja, bagaimana kalau kita baca lagi buku ini sampai habis " Ungkapnya yang sekarang kembali mencari tahu kebenaran yang ada di balik lembaran berikutnya.
Saki pun kembali membuka lembaran berikutnya dengan pelan pelan. Aku langsung menyimak dari isi pada lembaran baru itu. Tepat pada lembaran ke empat ada sebuah poto diri ku yang sedang mengenakan pakaian olahraga, saat itu.. aku sedang mengikuti kegiatan lari pagi di sekolah. Ia memotret ku ketika sedang berlari di pinggir lapangan hijau bersama dengan teman teman sekelas ku. Sementara.. di bagian kelima ada sebuah poto ketika aku sedang.. hah.. ini kan, bukannya ini sebuah poto diri ku saat lagi melihat ke arah luar melalui jendela di rumah ku.
Tapi.. bagaimana bisa dia memotret ku dengan tepatnya tanpa sepengetahuan ku. Di poto ini aku sedang melihat ke arah kiri sambil menggigit jari kelingking ku, sementara siku kanan ku menumpu pada kayu jendela rumah ku. Seperti sedang menanti seseorang. " Ini kamu sedang di mana.. " tanya Saki sambil menunjuk ke arah poto yang terdapat di lembaran ke lima. " Itu.. aku sedang melihat keluar melalui jendela rumah ku " Jawab ku pada Saki yang sekarang matanya langsung tertuju ke arah ku dengan perasaan tidak percaya. " Benar kah.. aku tidak pernah tahu di mana letak rumah mu " Bisiknya Saki dengan penasaran, Ia mulai meraih ujung kertas pada bagian bawah.
Tapi.. Ia kembali terhenti sambil menoleh ke arah ku dengan cepatnya. " Tapi.. bagaimana bisa, pria ini mengetahui alamat rumah mu? " Tambahnya Saki dengan pandangan seriusnya. " Aku tidak tahu Saki.. coba buka lagi lembaran berikutnya " Ucap ku sambil memerintahkan Saki untuk membuka lembaran baru. Dengan rasa tidak percaya dan penasaran yang muncul dalam diri ini, apakah benar jika buku ini memang benar benar bukan dari Saki, Dan di bagian lembaran terakhir terdapat sebuah poto ku yang sedang bersiap siap untuk memukul bola di lapangan sekolah, aku memakai baju biru muda dengan topi putih yang bertuliskan tulisan jepang berwarna hitam dan pada bagian moncongnya berwarna merah cerah. Aku memandang kedepan dengan tatapan yang begitu serius dengan pose yang sedang memegang stick baseball kayu dengan kedua tangan ku, stick itu berada tepat di belakang kepala ku.
Dan di bagian balik sampul merah belakangnya terdapat quote dengan tulisan berwarna emas. " Jangan pernah menyerah.. terus lah berlatih agar kamu bisa menjadi pemain baseball ternama.. aku mendukung mu.. " dan di bagian bawahnya ada tulisan nama ku dengan warna biru muda. " Tsumugi Hirasi " Aku hanya terdiam dengan semua ini tak tahu lagi harus bagaimana cara mengungkapkan ekspresi ku untuk merespon sebuah buku kecil ini. Tapi.. bagaimana pun juga, aku masih tidak mendapatkan pentunjuk yang pasti dari seseorang yang sudah membuatkan ku sebuah buku misterius ini.
Huhh.. tapi kenapa harus bersembunyi dari ku dengan meninggalkan beribu tanda tanya yang tergantung di kepala ku, kenapa tidak langsung menemui ku saja dan mengungkapkan perasaan yang sebenarnya di hadapan ku, yang jadi pertanyaan jika memang benar ini semua bukanlah sebuah keisengan semata dari Saki.. lalu.. dari siapakah buku ini di buat.