Silvia yang sedang di ruang IGD di pindahkan ke Ruang Rawat VVIP oleh Julian. Setelah Silvia siuman dia seperti orang bingung yang kehilangan arah.
Silvia mencoba menggerakkan anggota tubuhnya, Saat dia mencoba menggerakkan jemari nya, dia melihat Cincin berlian dengan nilai ratusan juta melingkar di jari manisnya.
"Kak Julian, Sebenarnya apa sedang terjadi, mengapa aku sampai bisa ada di Indonesia?". tanya Silvia, Dia ingin memastikan apa yang sebenarnya terjadi.
"Silvia.. Kamu memang belum ada satu minggu di Indonesia. Di China kamu mengalami kecelakaan dan akhirnya kamu lumpuh. Sahabat kamu Ling Ling yang mengantarmu kemari. Jadi.. jangan terlalu kamu fikirkan yah.. Kakak pasti akan merawatmu sampai kamu sembuh". mengusap kepala Silvia seraya tersenyum.
Silvia mengernyitkan kening, dia seperti tidak mempercayai sepenuhnya apa yang telah Julian katakan "Kak.. apa benar hanya itu. Lalu, bagaimana kakak akan menjelaskan mengenai Cincin yang melingkar di jari manisku ini. Ini cincin berlian, Aku tidak mungkin mampu untuk membelinya. Kakak tidak sedang menyembunyikan sesuatu kan?"
Mendengar pertanyaan Silvia, Sesaat Julian tersentak kaget. Dia lupa kalau Ludius masih meninggalkan tanda pertunangan mereka di jari Silvia. "Ah.. itu.. Kakak sengaja membelikannya untukmu, masa kamu lupa sih?" jawab Julian mantap.
Maafkan aku Silvia, aku tidak bermaksud membohongimu. Menjauhkanmu dari Ludius adalah hal terbaik untuk saat ini.
Walau Julian ada rasa bersalah, tapi keyakinannya untuk menjauhkan Silvia dari Ludius justru membuatnya sedikit gelap mata.
"Aku tidak tahu sebenarnya apa yang telah terjadi. Jika sebuah kebohongan tetaplah kebohongan, itu hak Kakak. Mungkin aku Lupa tentang serpihan ingatanku Tapi Tuhan tidaklah lupa. Jika memang hanya itu yang terjadi. tidak apa. Tapi cincin ini sungguh indah". Senyum manis Silvia membuat Jantung Julian berdetak tak menentu. Perasaan yang coba dia simpan dalam-dalam mencuat begitu saja.
...
Waktu begitu cepat berlalu, Pagi berlalu begitu saja. Siang ini Silvia sedang tertidur, Jadi sementara Ludius menitipkan Silvia pada suster untuk pergi beribadah.
Disaat tidak ada orang yang menemani Silvia, Ludius datang membawa pudding mangga dan Sop tulang Iga yang selalu Silvia buatkan untuknya. Terlihat Silvia tengah tertidur lelap.
Ludius datang tanpa bersuara. Dia duduk dengan terus memandang wajah Silvia yang sendu, Begitu damai dan hangat.
"Tuan Lu.." gumam Silvia, Lagi-lagi Silvia mengigau menyebut nama Ludius. Perasaan Ludius seketika mengembang, ada setitik rasa senang menyergap dirinya.
"Sayang.. Aku percaya kamu belum melupakanku sepenuhnya. Kamu hanya kehilangan arah saat berjalan. Selama aku ada disini, Aku akan terus menuntunmu mencari jalan pulang yang sebenarnya". Ludius memegang tangan Silvia yang hangat.
Mendengar ada seseorang di sampingnya Silvia perlahan terbangun dari tidurnya. Kelopak matanya mulai terbuka, Orang yang pertama kali dia lihat adalah Ludius.
"Kamu..! Siapa kamu?" Tanya Silvia dengan wajah ketakutan. Dia mencoba menarik tangannya yang sedang Ludius pegang. Melihat itu Ludius melepas tangan Silvia.
Hati Ludius terasa sakit melihat Silvia calon istrinya takut saat melihat dirinya. Perlahan Ludius membelai kepala Silvia "Tenang Silvia, aku ini temanmu dari China. Ling Ling tidak bisa menjengukmu dan hanya menitipkan salam untukmu". Ludius menjelaskan siapa dirinya. Sejujurnya Ludius ingin sekali mengatakan kalau dia adalah Tunangannya, Tapi dia menahan semua itu demi Silvia.
"Benarkah..! *senyum Silvia mengembang* tapi maaf aku tidak mengenalmu. Jika kamu benar temanku dan Ling Ling, bisakah kamu menelfon Ling Ling untukku?" Pinta nya polos, Silvia seperti kembali ke dirinya saat 18thn, seorang gadis yang manja dan polos.
"Baiklah, tapi tidak sekarang. *Ludius mengambil Pudding mangga di meja* Aku membawa makanan kesukaan mu. Bukankah kamu suka Pudding mangga?". Silvia tersenyum senang. Dia benar-benar kembali ke dirinya yang dulu. Ludius membuka bungkusan dan mulai menyuapi Silvia.
"Ohya, jika kamu temanku. Siapa namamu? Tidak mungkin aku memanggilmu tanpa nama kan..!" Ledek nya, Dalam sekejap Silvia merasa dekat dengan Ludius. Dia tidak tahu alasan mengapa dia bisa sesenang ini saat bersama Ludius.
"Kamu bisa memanggilku Ludius, Ohya.. kamu mendapatkan cincin itu dari siapa?" Ludius mencoba memancing ingatan Silvia perlahan.
"Ini dari Kakak Julian, bukankah ini terlihat cantik?" Silvia tersenyum, dia terlihat senang mendapatkan Cincin itu dari Julian.
Ludius sedikit terkejut mendengar Silvia berkata seperti itu. Rupanya Julian sengaja menghapus keberadaan Ludius dari ingatan Silvia. "Iya memang indah, Itu adalah cincin pasangan. Seharusnya Kakakmu memiliki pasangannya. Dan didalam lingkaran cincin itu terdapat inisial mu dan seseorang". terang Ludius, perlahan Ludius memberitahu fakta dari cincin itu.
Silvia terkejut Ludius mengetahui banyak hal tentang cincin itu. "Benarkah..! Bagaimana kamu bisa tahu banyak. Padahal Kak Julian tidak memberitahu itu loh..".
"Sudah, jangan diteruskan lagi, Habiskan dulu pudding nya. Aku juga membawakan Sop tulang Iga yang kamu suka".. Ludius menyuapi Silvia perlahan.
"Silvia, lihatlah wajahmu blepotan.." Katanya kembali. Ludius mengambil tissu dan membersihkan sisa pudding yang menempel di bibir Silvia.
'Ya Tuhan.. Pria ini.. Mengapa aku seperti pernah mengalami hal ini sebelumnya. Sebenarnya siapa Pria ini? ' Silvia terlihat melamun melihat sikap Ludius.
"Silvia.. Kamu sudah bangun?!" tanya Julian di ambang pintu. Julian memandang Ludius dengan tatapan tidak suka. Julian berjalan kearah Silvia dengan senyuman yang memaksa.
"Kak Julian, tega sekali Kakak tidak mengenalkan ku pada temanku yang datang dari China. Beruntung dia datang kesini, Dia ternyata tahu banyak tentangku. Bahkan dia membawakan pudding mangga kesukaanku". ujar Silvia.
"Oh.. dia Ludius. Salah satu direktur yang sedang menandatangani kontrak kerja dengan Kakak, Mungkin dari situ dia jadi mengenalmu". mengusap kepala Silvia.
Julian melirik Ludius dengan Sinis, ingin sekali Ludius balas dengan sikapnya yang biasa. Tapi dia urungkan mengingat mereka sedang berada di depan Silvia.
Aku harus menahan emosi ku, Jangan sampai terpancing hanya gara-gara trik murahan seperti ini.
Julian, seberapa besar kamu menekanku dengan trik murahanmu, aku tidak akan terpengaruh.
"Silvia, karena Kakakmu sudah sampai. Aku pulang yah.. Aku pasti akan datang kembali untuk menjengukmu". Ludius tersenyum hangat. Dia melangkah pergi sesekali menatap tajam Julian yang sedang memperhatikan kepergiannya.
Sesaat Hati Silvia berdebar melihat senyum yang Ludius berikan. Dadanya terasa sesak saat tahu Ludius akan pergi.
Ada apa lagi denganku? Dia hanya orang asing bagiku, tapi Mengapa aku sedih melihat kepergiannya.
Sebenarnya Seberapa banyak ingatan yang telah hilang dari hidupku? Mengapa aku merasa hidupku yang sekarang terasa sebuah kebohongan?!.