Chereads / The Demon CEO Finds Lost Love / Chapter 28 - 28. Sebuah Tamparan

Chapter 28 - 28. Sebuah Tamparan

Ludius membawa Silvia masuk ke dalam kampus untuk menjauhkannya dari kerumunan para mahasiswi. Langkah Ludius terhenti disebuah koridor kampus, ia menarik tubuh Silvia kedalam dekapannya hingga tidak ada jarak diantara mereka.

Mata hitam legam Ludius yang menatap Silvia seakan menarik Silvia untuk tidak memperhatikan yang lain. "Gadis kecil, baru seperti ini saja kamu sudah takut. Lalu bagaimana kamu menghadapi Xiang Zhu dan keluarganya nanti?". Bisik Ludius.

"Itu beda lagi ceritanya, Lagian siapa yang takut?. Bukannya kamu yah, yang tiba-tiba menarik ku masuk kedalam?". Jawab Silvia, ia mengalihkan pandangannya dari sorot mata Ludius yang tajam.

Keadaan yang canggung dengan Silvia yang masih dalam dekapan Ludius membuat Lithian yang tidak sengaja lewat di depan mereka tersentak kaget.

"Ludius lepaskan aku!". Bisik Silvia

"Tuan Lu, sedang apa Tuan sepagi ini berada di koridor kampus bersama Silvia?" Tanya Lithian.

Melihat kedatangan Lithian membuat Silvia memaksa Ludius untuk melepas pelukannya. "Tuan Lu, lepaskan! Apa kau ingin semua orang melihat keadaan kita?". Bisik Silvia dengan sedikit paksaan.

"Diam kamu gadis kecil, ikuti saja permainan ini jika kamu masih membutuhkan informasi tentang Keluarga Ayahmu". Balas Ludius.

Ludius tersenyum licik, ia memaksa Silvia untuk bermain 1 babak dengannya didepan Lithian.

"Apa kau tidak melihatnya Tuan Muda Lithian, Aku sedang mengantar calon istriku untuk pergi ke kampus. Iya kan sayang". jawab Ludius semangat sambil menatap Silvia manja.

Li Thian tersentak kaget "Tuan Lu jangan bercanda, sejak kapan Tuan menjadikan Silvia sebagai calon istri?". Lithian menepis perkataan Ludius. Ia masih tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Sesaat Lithian kembali teringat dengan taruhannya di Cafe tempo hari.

"Sepertinya Longshang lupa mengirim undangan padamu Tuan Muda Li, Tapi akan ku pastikan setelah ini dia tidak lupa untuk mengirimnya kepadamu".

Silvia yang menyadari arah pembicaraan mereka mulai khawatir akan terjadi perang dingin diantara mereka "Ludius sudah..!! bukankah kamu akan pergi ke kantor?". Tegur Silvia, ia melepas paksa pelukan Ludius yang begitu erat hingga membuatnya hampir kehilangan nafas.

'Ayolah Ludius, cepat pergi dari sini. Suasana ini benar-benar tidak enak untuk dilihat'. Batin Silvia kesal.

Seakan mengerti dengan apa yang di fikirkan Silvia, Ludius tersenyum manis mengiyakan keinginan Silvia. "Aku memang akan pergi ke kantor, Ingat lah untuk memberitahuku kalau kamu sudah selesai kuliah. Aku akan menjemputmu untuk makan bersama". Kecupan melesat di kening Silvia tepat didepan Mata Li Thian.

Lithian yang melihat hanya bisa diam terpaku, tangannya mengepal giginya menggertak geram. Saat itu juga ingin sekali Lithian menghajar keparat seperti Ludius namun ia tidak bisa melakukannya.

"Nikmati waktumu Tuan Lu!!". Lithian yang tidak ingin emosinya semakin memburuk akhirnya pergi meninggalkan mereka.

Plaak!!

Selayang tamparan mendarat di wajah Ludius, Silvia merasa dirinya tidak di hargai oleh Ludius yang semena-mena mencium keningnya didepan oranglain.

"Lain kali lebih hargailah wanita, tidak semua wanita ingin hidup mengemis cintamu. Ingatlah tamparan ini Tuan Lu! Aku permisi!".

Ludius tersenyum seringai dengan sikap yang Silvia berikan, ia mencekal tangan Silvia dan memaksa Silvia untuk menatap sorot matanya yang tajam.

"Lihat aku baik-baik Silvia! Aku adalah Ludius Lu, bagiku wanita tidak lebih dari sekedar pakaian. Tapi aku tidak melakukannya padamu. Aku selalu menghargai semua prinsipmu. Aku fikir dengan membiarkanmu bebas akan membuatmu menyadari hal ini, tapi kau justru menamparku?". Kata Ludius dengan setengah kecewa.

"Ya! Aku memang menamparmu dan aku tidak menyesalinya. Kau pria dengan status tinggi namun tidak pernah menghargai wanita! Dan tamparan ini mewakili wanita yang pernah kau permainkan!".

Ludius melepas tangan Silvia, ia melihat Silvia sendu. "Jadi sejauh itu kau memandangku Silvia?". Tanya Ludius lirih.

Silvia terhenyak, tangan yang ia gunakan untuk menampar Ludius gemetar melihat gurat kekecewaan di wajah Ludius, msmbuatnya berfikir bahwa yang dilakukannya kali ini salah.

"Bukan seperti itu Ludius, ak.. Aku tidak….".

"Kau melakukannya Silvia, kau menunjukkan ketidak percayaannmu padaku. Aku selalu menahan diri untukmu karena kupikir kau mampu mengerti tentangku. Aku selalu mencoba untuk membuatmu nyaman disisiku, tapi kau justru menamparku. Sudahlah! Ingatlah disaat hari pertunagan tiba!". Ludius pergi begitu saja dengan kekecewaannya terhadap Silvia.

Silvia sadar, ia memang tidak pernah melihat Ludius melakukan hal-hal yang melecehkan terhadapnya. Ia justru merasa Ludius selalu menjaga dan menolongnya disaat ia dalam masalah. "Jadi selama ini Ludius benar-benar mencoba untuk menjaga perasaanku?". Gumamnya.

Perasaan Silvia tiba-tiba berubah tak menentu, dentuman jantungnya membuatnya merasa sesak karena kesalahan yang ia lakukan. "Maafkan aku Ludius, aku masih tidak menyadari dengan semua yang kamu lakukan dan justru membuatmu kecewa".

***

Dikelas, Ling Ling sudah menunggu kedatangan Silvia. Ia merasa heran dengan sikap dingin berpadu dengan semu merah yang tergambar jelas di wajah sahabatnya.

Silvia yang masih mengingat akan hal yang terjadi di koridor langsung duduk tanpa berbicara.

"Silvia ada apa denganmu, tidak biasanya kamu seperti ini? Sebenarnya apa yang di lakukan Tuan Lu padamu?". Tanya Lingling lirih.

"Bukan apa-apa dan todak terjadi apapun". Jawab Silvia singkat.

Hari ini ada kelas dari Hanson, Dia masuk seperti biasa.

"Selamat Pagi semua.." Sapa Hanson yang baru saja masuk kelas, ia mengedarkan pandangannya mencari seseorang.

Dosen telah masuk, Silvia mencoba memperbaiki Moodnya. Ia teringat kalau Dosen kali ini adalah Hanson, ia mengambil buku dan mencoba menutupi wajahnya dengan Buku yang sedikit tebal. 'Huft.. Ku harap ia tidak melihat kearahku!'. Desah Silvia. Ia mengintip sedikit, dan tidak mendapati Hanson ada didepan kelas.

"Silvia, sepertinya kamu sedang belajar dengan serius..?". Sapa seseorang yang tiba-tiba ada disamping Silvia.

Silvia Memalingkan wajah ke arahnya "Eh… Pak Dosen, Ah.. iya pak, sekarang kan mata kuliah Bapak, Jadi saya harus bersungguh-sungguh. Hehe" jawabnya dengan senyum dipaksakan.

"Itu bagus.. ". Hanson melanjutkan langkahnya dan kembali kedepan dengan sesekali melihat kearah Silvia.

***

Kelas hari ini telah usai, Silvia bergegas menarik Ling Ling keluar untuk menghindari Hanson.

"Silvia..!" Panggil Hanson membuat langkah Silvia terhenti dan membalikkan badannya

"Ada apa ya Pak..!" Jawab Silvia formal.

"Aku kan sudah bilang jika hanya kita berdua, jangan panggil aku dengan sebutan PAK, apakah aku setua itu bagimu?" Hanson mendekati Silvia, dan memberi isyarat pada Ling Ling untuk pergi.

"Silvia dan Pak Hanson. Sepertinya aku harus pergi dulu. Silvia.. Nanti kabari aku jika kamu sudah sampai rumah yah..". Ling Ling berjalan menjauh.

'Ling Ling, teganya kamu meninggalkanku dengan orang ini..'. Batin Silvia. Perlahan Silvia berjalan mundur untuk menjaga jarak.

Hanson terus mengikuti langkah Silvia "Silvia, kenapa kamu terus menjaga jarak dariku.." Silvia terpojok hingga dia terdiam, Pandangannya terhenti didepan Hanson.

"Tuan Hanson, aku sudah akan bertunangan. Jadi Tuan.. berhentilah untuk melakukan hal seperti ini, Hargailah keputusan yang sudah ku buat". Silvia berkata dengan tegas namun lirih.

"Oh.. Jadi kamu mengakui pertunangan itu? Aku kira kamu akan menjelaskan padaku kalau itu hanya omong kosong dari Ludius". Terlihat Hanson mulai kesal dan geram mendengar itu langsung dari mulut Silvia.

"Tuan Hans, sejak awal kita memang hanya sebatas teman. Aku tidak tahu apa yang ada dalam fikiran Tuan, Tapi kenyataannya aku akan bertunangan dengan Ludius itu adalah benar adanya". Silvia berkata dengan Memalingkan wajahnya.

Lelucon yang memuakkan..! seorang Hanson Lei, bertaruh untuk seorang wanita. Mengapa sekarang justru merasa sakit mendengar perkataan itu darinya?. Apakah karena tidak ingin menerima sebuah kekalahan?

Hanson diam untuk beberapa saat membuat Silvia harus mengakhirinya dan pergi. Lagi-lagi ia dikejutkan dengan kedatangan Ludius yang tiba-tiba.

"Sayang.. apakah hari ini mata kuliahmu sudah selesai?". Sapa Ludius dari arah depan. Ludius menghampiri merdeka, dan mendekati Hanson "Tuan Hans, bagaimana kabar anda?". mengulurkan tangannya pada Hanson

Kedatangan Ludius membuat Hanson tersadar dari diamnya. Ia segera menguasai kesadaran sepenuhnya sebelum Ludius menyadari akan sikapnya. "Tuan Lu, keadaanku baik". Menerima uluran tangan. " Aku dengar Tuan Lu akan bertunangan dengan Silvia. Saya ucapkan SELAMAT..". Ucapan Hanson penuh penekanan, ia seakan menahan semua di kepalan tangannya.

Ludius mendekati Hanson "Tuan Hans, sudah kukatakan bukan. Dalam acara Party waktu itu adalah karena aku masih berbaik hati memberimu umpan untuk kau nikmati sejenak. Lihatlah.. dengan sendirinya dia kembali ke pelukanku. Terima saja kekalahanmu Tuan Hans..!" Bisik Ludius.

"Ludius, Tuan Hans.. apa yang sedang kalian bicarakan?!" tanya Silvia hati-hati melihat ada aura mematikan diantara mereka berdua.

Ludius mundur dengan perlahan, senyum seringainya mampu membuat Hanson terdiam. "Tidak apa-apa sayang, Tuan Hans hanya memberikan selamat padaku, karena akhirnya aku bisa mendapatkanmu". Ludius melirik kearah Hans dengan senyum puas.

"Ayo kita pulang, Bukankah aku sudah berjanji untuk mengajakmu makan bersama.." Ludius membawa Silvia pergi dari hadapan Hanson..

Ludius membawa Silvia masuk kedalam mobil, ia memandang Silvia dengan tatapan cemburu "Sayang.. apa kamu begitu senang di perebutkan oleh banyak pria, Siapa dari mereka yang kamu sukai? Li Thian, atau justru Hans?" Tanya Ludius selidik.

"Berhentilah bertanya hal yang tidak jelas Ludius. Ingatlah tamparan yang masih membekas di wajahmu! Bukankah aku sudah menjadi calon Tunanganmu. Apakah itu masih belum cukup?" Silvia berkata dengan dinginnya.

Ludius menjalankan mobilnya. "Bagus kalau kamu menyadari itu, Kamu hanya akan menjadi milikku seorang..!". Terlihat jelas Ludius sedang kesal saat ini.

Silvia lebih memilih diam memandang keluar jendela dan tidak menyinggung nya.