Chereads / Jenius Yang Nakal / Chapter 18 - Lihat aku jika kau takut

Chapter 18 - Lihat aku jika kau takut

Setelah berada di atas panggung, barulah Alisya sadar bahwa banyak kamera sedang menyorot mereka berdua dari segala macam penjuru. Alisya marah dan menggertakkan giginya tak percaya akan hal ini. Ia telah bersepakat dengan Kepala sekolah bahwa ia akan menghadiri acara ini, jika sekolah atau siapapun tidak meliput kegiatan itu berlangsung. 

"Kau harus menjawab pertanyaanku begitu kita selesai nanti." Bisik Adith dengan gerakan lembut tanpa ada yang menyadari apa yang dilakukan Adith. Setelah memperhatikan warna wajah Alisya dari jarak dekat, Adith baru menyadari kalau Alisya sedang berada dalam tekanan yang cukup besar. Peluh mengalir di pelipis Alisya, dengan tangan bergetar hebat yang berusaha Alisya sembunyikan.

Membelakangi semua orang Adith menyentuh lembut belakang pinggang Alisya, dengan cepat namun terasa hangat oleh Alisya, sehingga membuatnya menoleh menatap Adith. Adith menatap Alisya dengan lembut dengan tatapan yang meneduhkan dan senyuman yang menenangkan.

"Lihat aku jika kau takut, atau tutup matamu dan dengarkan suaraku." Suara lembut Adith secara perlahan menyembur kedalam telinga Alisya, menenangkannya membuat jantungnya kembali berdetak dengan teratur.

Alisya merasa pernah mendengar kata-kata ini sebelumnya, tapi tidak tau dimana. Namun berkat perkataan Adith, suasana hatinya menjadi lebih tenang. Alisya berpikir bahwa ia harus menyelesaikan acara ini secepatnya dan menyelamatkan Karin. Karin jauh lebih penting dibandingkan dengan ketakutannya saat ini.

"Sudah agak mending?" Tanya Adith pelan yang dijawab anggukkan pelan Alisya.

Gerak gerik Adith dan Alisya, yang tampak dihadapan semua orang seperti sedang melakukan percapakan biasa yang ringan.

Acara kemudian berlangsung dan memasuki acara inti, dengan tanda diberikannya penghargaan kepada Adith dan Alisya, sebagai Pemuda Pelajar Berprestasi. Adith dan Alisya juga mendapatkan tawaran melanjutkan kuliah ke Universitas ternama diseluruh negara yang mereka inginkan, meski mereka masih baru dipertengahan tahun kelas 1 SMA.

"Bagaimana perasaan kalian mendapat penghargaan ini?" Para wartawan sudah berjejer dihadapan Adith dan Alisya layaknya konferensi pers dengan ratusan kilatan cahaya menghantam wajah keduanya.

"Sebagai seorang pelajar, aku sangat bangga." Jawab Adith dengan tegas namun santun, terlihat sangat berwibawa. Ia tampak lebih dewasa dibanding umurnya yang masih remaja.

Para Wartawan dengan kompak menoleh ke arah Alisya, dengan tatapan menunggu jawaban keluar dari mulutnya. Melihat Alisya yang sedikit gusar membuat Adith, menggenggam tangan Alisya dibawah meja, untuk menenangkannya dan dengan lirikan lembut ia mengarahkan Alisya untuk menjawab.

"Aku.. Aku bersyukur dan tidak menyangka bisa mendapatkan penghargaan ini." Ia sedikit terbata namun tenang. Adith kagum dengan sikap Alisya yang mampu menyembunyikan perasaaanya dengan baik. Dan untuk Adith, Ia terlalu peka jika itu sudah berurusan dengan Alisya, entah sejak kapan.

Wawancara telah usai, dengan sebagian besar tamu undangan mulai meninggalkan ruangan bersamaan dengan Presiden, yang diikuti para wartawan menyisakan para murid yang masih berinteraksi satu sama lainnya.

Rinto dan Yogi yang sedari tadi sudah memantau Miska dan yang lainnya, melihat mereka mulai melakukan pergerakan. Tanpa disadari oleh semua orang termasuk Adith, Alisya sudah menghilang dari dalam Ruangan itu. Sekarang Adith tidak bisa tenang lalu menghambur keluar mencari Alisya dengan panik.

Dari jauh ia melihat Alisya, berlari dengan kencang menuju ke belakang sekolah. Tanpa pikir panjang, Adith mengikuti punggung Alisya, yang sudah menghilang dibalik tembok. Ia melirik ke arah kiri dan kanan mencari Alisya, dengan panik dan melihat pintu gudang setengah terbuka.

Adith berdiri di depan pintu gudang yang tampak gelap dari luar, dengan kaki yang gemetar dan tak berani masuk. Kakinya lemas tak bisa melangkah dan jantungngnya berdetak dengan kencang, tapi sangat menghawatirkan Alisya.

Dua menit kemudian, Rinto dan Yogi terengah engah menatap Adith, dengan wajah bingung namun takut bertanya. Mereka segera masuk kedalam tanpa memperdulikan Adith, yang berdiri terpaku dihadapan gudang.

Begitu masuk Rinto dan Yogi melihat Karin, sudah lepas dari ikatannya namun menangis histeris melihat Alisya, jatuh tersungkur dengan darah segar keluar dari telinga dan hidungnya. Kondisi Karin juga tak kalah mengenaskan dengan pipi lebam dan bibir pecah, berdarah namun sudah kering.

"Apa yang terjadi???" Rinto bertanya dalam kebingungan.

"Bantu aku membawa Alisya, Cepattt!!!" bentak Karin panik setelah melihat Rinto dan Yogi.

"Bagaimana dengan dirimu? Lukamu juga parah!" Yogi masih khawatir dengan kondisi Karin.

"Jangan pikirkan aku. Ayo keluarkan Alisya dari sini." Karin tetap berbicara dengan suara panik.

Rinto dan Yogi marah. Mereka merasa kurang cukup setelah tadi melayangkan tamparan keras di wajah Miska, sebelum kemudian berlari mengikuti punggung Adith. Mereka mengutuk keras perbuatan Miska dan tidak akan memaafkan ketiganya.

Rinto dan Yogi tidak berani menyentuh Alisya, namun terpaksa membantu Karin yang bersikeras untuk membopong tubuh Alisya.

Adith yang mendengar jeritan Karin, merasakan sakit hati yang sangat mendalam karena tidak bisa berlari masuk kedalam gudang. Ia masih belum bisa melepaskan diri dari trauma terbesarnya.

Dengan setengah sadar, Adith mengeluarkan Handponenya dengan tangan yang gemetar, kemudian menelpon ambulance dari rumah sakit pribadinya.

"Datanglah dalam 5 menit jika kalian ingin hidup." Ucapnya sambil berusaha menyembunyikan suaranya yang bergetar.

"Siapkan semua dokter pribadiku dan juga ruang VIP." perintahnya lagi dengan nada yang cukup kejam membuat se isi rumah sakit panik serta bingung dengan lampu merah tanda bahaya yang di nyalakan oleh Adith.

Kurang dari lima menit kemudian, ambulance tiba lebih awal bersamaan dengan keluarnya Rinto yang membopong Alisya di bantu oleh Karin dan Yogi.

Melihat Rinto membopong Alisya, mata membunuh Adith terpancar keluar mencegat langkah kaki mereka bertiga. Dengan lembut Adith mengambil tubuh Alisya dan menaikkanya ke atas tandu Ambulance.

Melihat Adith memperlakukan Alisya dengan sangat lembut, membuat hati Karin sedikit tenang dan menghapus air matanya yang tak bisa berhenti mengalir.

"Aku akan menemani Alisya. Kalian tolong temani Karin." Adith menjelaskan dengan suara lembut dengan tatapan mata yang sarat akan kesedihan dan kekhwatiran yang mendalam.

Wajah Adith yang selama ini hanya memperlihatkan ekspresi dingin dan menngintimidasi membuat kaget ketiganya. Mereka dengan kompak mengangguk pelan mengikuti perkataan Adith.

"Aku serahkan Alisya padamu. Tapi Ayahku yang lebih tau kondisi Alisya." Karin mengingatkan.

"Katakan padanya untuk datang ke rumah sakit Internasional Indonesia. Naiklah di ambulance yang satunya lagi, untuk mengobati dirimu juga" Adith memberitahu Karin dengan lembut melihat kondisi Karin, yang juga tidak kalah parah.

Melihat dua buah mobil ambulance memasuki sekolah dengan leluasa membuat kepala sekolah panik dan langsung menarik perhatian seluruh penghuni sekolah bingung dengan apa yang sedang terjadi.

"Periksa apa yang sedang terjadi!" Perintah kepala sekolah cepat kepada security sekolah.

"Jangan biarkan wartawan meliput kejadian ini." tambah guru penjas yang berada tak jauh dari kepala sekolah.

Beruntung saja mereka semua sudah berada didalam ambulance begitu para siswa berbondong-bondong datang melihat karena penasaran. Mereka kecewa karena tidak sempat melihat peristiwa itu, karena gerakan mereka cepat dan terorganisir dengan sangat baik.

Bahkan pihak sekolah tidak mendapatkan info apapun terhadap apa yang sedang terjadi. Para security sekolah hanya berhasil menghalau para wartawan.

Beberapa saat kemudian, kepala sekolah mendapat telepon dari Asisten perusahaan Narendra yang mengatakan bahwa itu adalah simulasi keselamatan yang dilakukan oleh rumah sakit pribadi perusahaannya. Dan mengintruksikan kepada kepala sekolah untuk sebaiknya tidak mengeluarkan kalimat yang tidak perlu mengenai kejadian tersebut.

Paham akan hal itu, kepala sekolah dengan tenang menginformasikan dipengeras suara sekolah, bahwa tidak ada kejadian apa-apa melainkan hanya simulasi dari rumah sakit Internasional Indonesia. Dengan begitu keadaan yang semula kacau menjadi kembali tenang dan satu persatu siswa mulai meninggalkan sekolah.