Pagi hari di sekolah.
"Kau masih suka jalan kaki yah? Bukannya aku sudah memberimu motor? " Adith berbicara dari belakang Alisya ketika memasuki gerbang sekolah.
" Aku masih nyaman seperti ini! Lagi pula motor maticmu sudah aku kembalikan. Bagaimana bahumu?" Alisya berjalan membelakang, menghadap kearah Adith sambil menujuk bahunya.
"Hati-hati kau bisa jatuh jika berjalan seperti itu! Bahuku baik-baik saja!" Ia memperingatkan Alisya terlebih dahulu, sebelum menjawab pertanyaanya yang membuat Alisya tersenyum.
"Apanya yang lucu?" Ucap Adith kesal.
"Alisyaaa... Kamu kok sudah ke sekolah sih?" Teriak Karin berlari menghampiri Alisya dan bertanya dengan khawatir.
"Aku merasa bosan di rumah! Dan juga kemarinkan hari minggu, jadi aku sudah beristrahat yang cukup kok! Maka dari itu, kamu tidak perlu khawatir. Aku sudah cukup sehat untuk hadir ke sekolah hari ini. " Terang Alisya menenangkan karin yang selalu khawatir berlebihan kepadanya.
"Hum.. Bagus-bagus." Karin memasang wajah serius.
"Kenapa? Ada yang salah atau ada yang kamu pikirin?" Alisya memandang wajah Karin, dengan tidak kalah serius karena penasaran.
"Bicaralah terus seperti ini, aku suka mendengarmu bersuara dan berbicara yang banyak." Karin menujukkan wajah bahagia yang penuh simpati.
Seketika wajah Alisya memerah. Ia menggetok kepala Karin dan berjalan lebih cepat meninggalkan Karin. Karin mengikutinya sambil tertawa kecil. Alisya juga berpikir entah sejak kapan ia mulai terbiasa berbicara banyak dengan santai dan mulai suka mengobrol dengan orang lain dalam kondisi yang nyaman.
"Sial... Aku di kacangin!!!" Adith menggumam sendirian. Dia hanya bisa mendesah ketika melihat Alisya, sudah pergi jauh meninggalkan dirinya.
*****
"Kamu baik-baik saja Sya? " Rinto bertanya dengan sangat pelan. Ia tidak ingin membuat kaget Alisya, dengan suaranya.
"Aku baik-baik saja! Kau bisa berbicara dengan santai, aku memiliki alat yang takkan terlepas kecuali aku yang menginginkannya!" Alisya mengangkat sedikit rambutnya dengan melingkarkannya ke teliganya dan memperlihatkan alat yang berada di telinganya.
Gerakan yang dilakukan Alisya sangat lembut, membuat Rinto terpaku dengan kecantikan Alisya di bawah sinar matahari pagi. Selain itu, Rinto melihat 3 titik tahi lalat hitam di leher Alisya tepat di bawah telinganya yang membentuk pola seperti bintang yang bersinar indah karena kulit putihnya.
"Ah baiklah..." Rinto langsung memalingkan wajahnya yang memerah dan segera duduk dikursinya.
Alisya hanya tersenyum.
Posisi duduk Rinto berada tepat di sebelah kanan meja Alisya dan Karin yang memaksa pindah kini berada di sebelah kirinya menggeser Adora.
"Sya, kejadian malam itu apa mereka adalah teroris? sepertinya mereka sudah mengenali wajah kamu! " Karin berbisik lembut.
Rinto menoleh mendekatkan diri mendengar pembahasan Karin. Yogi yang sedari tadi berada jauh kini sudah berada di hadapan ketiganya.
"Dan untuk yang berpakaian Jas hitam itu, bukankah kau mengenali mereka? " Yogi bertanya lagi.
"Karin benar, sepertinya mereka mengenaliku karena wawancara di acara penghargaan kemarin. Yang menembaki Adith adalah teroris yang mengincarku sedangkan yang memakai Jas hitam adalah orang-orang yang selama ini aku hindari. Sekarang posisiku sudah di ketahui keduanya." Terang Alisya mengeluarkan nafas kesal.
"Apa yang akan kau lakukan sekarang? Bukankah itu berarti kau dalam bahaya?" Rinto mengkhawatirkan Alisya.
"Kau bisa tinggal di rumahku bersama nenekmu! Kau akan lebih aman disana." Karin segera menawarkan tempat aman untuk Alisya dan Neneknya.
"Karin, kau tau aku juga tak ingin membahayakan dirimu!" Alisya memegang kepala karin dan membelainya hingga ke bagian punggungnya.
"Tapi kamu... " Belum selesai Karin berkata, bel sekolah telah berbunyi diiringi dengan masuknya ibu Arni.
"Hari ini kita akan lakukan pemilihan ketua kelas ulang dikarenakan kepindahan Miska, selain itu juga saya punya info penting!" Ibu Arni segera membuka suara begitu melihat para siswa sudah mulai tenang.
"Besok libur yah bu?" Deni bertanya cepat disambut tawa seluruh siswa dan siswi.
"Iya,,, besok kamu bisa libur setelah pulang sekolah!" Jawab Ibu Arni dengan senyum sinisnya.
"Savage!!!" Tambah yang lain dengan tawa yang lebih riuh.
"Sekolah akan mengadakan camping di puncak Tanakita Ground sukabumi. Untuk itu, saya akan menunjuk langsung ketua regu putri dan putra! Tapi sebelum itu, saya akan menunjuk langsung ketua kelasnya." ibu Arni melihat daftar absen untuk mencari nama yang tepat.
"Kar, emang Miska kemana? Pindah?" Alisya bingung.
Karin tau betul kalau Alisya, akan selalu melupakan kejadian yang paling menyakitkan baginya dan Karin akan bertingkah seolah tak terjadi apapum demi melindungi Alisya.
"Orang tuanya pindah tugas keluar negeri jadi dia juga ikut pindah." Senyum karin masam.
"Oh... " Alisya tipe orang yang takkan terlibat dengan urusan orang lain, dan kalaupun dirasanya mengganjal maka ia akan mencari tau sendiri masalahnya.
"Ralisya Queby Lesaham! Kamu jadi ketua kelasnya yah.. Berdasarkan hasil presentasemu lalu, kamu layak untuk menjadi ketua kelas." Ibu Arni tiba-tiba menyebut nama Alisya, yang membuat bola mata Alisya hampir keluar dari sarangnya karena kaget.
Karin tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi konyol Alisya yang kaget.
"Ummm.. dari pada saya bu, gimana kalau karin saja? Diakan peringkat atas di kelas sebelumnya, tentunya lebih pas dong!" Tatapan licik Alisya membuat Karin terbatuk keras karena salah menelan ludah sendiri.
"Baiklah, kalau begitu sudah diputuskan Karin akan menjadi ketua kelasnya!" Alisya tersenyum jahat mendengar itu.
"Dan Alisya yang akan menjadi ketua regu untuk putri pada saat camping nanti." Kali ini karin kembali tertawa semakin keras.
"Kamu kena batunya juga yah..." Rinto hanya tersenyum kecil tidak berani menertawakan Alisya.
"Rinto kamu yang jadi ketua regu putra! "Tunjuk bu Arni.
"Loh kok saya bu?" logat jawa Rinto mendadak keluar membuat seisi ruangan ricuh.
"Kalau kamu nda mau ya sudah, kamu bisa pindah kelas!" jawab ibu Arni tegas.
"Wowwww... Ibu Arni kereeen..." Alisya bertepuk tangan sambil memperlihatkan kedua jempolnya.
Bunyi bibp di telinga Alisya menandakan sebuah pesan masuk, begitu ibu Arni keluar dari ruangan.
"Temui aku di atap kompleks sekarang!" Sebuah pesan dari Jenius tampan.
"Jauh amat! Ngapain juga ketaman bunga di atas atap kompleks sih!" pikir Alisya. "Nggak Mau!" bunyi pesan jawaban Alisya.
"Dasar keras kepala!" Adith lalu mengirimkan gambar.
Melihat pesan gambar dari Adith, secara refleks Alisya langsung berjalan keluar menemui Adith.
"Kamu mau kemana Sya? " Karin memegang pergelengan tangan Alisya bingung.
"Sepertinya adith mulai menggali informasi tentang diriku. Aku harus menemuinya!" Alisya mengirimkan gambar yang dikirim oleh Adith ke Handphone Karin.
Melihat itu, Karin paham dan mengingatkan Alisya untuk tidak berkata lebih banyak.
****
"Apa yang kamu inginkan?" Tanya Alisya begitu sampai.
"Katakan siapa dirimu? Bagaimana bisa kamu tidak memiliki catatan sipil apapun dan bahkan datamu diamankan oleh negara! Siapa sebenarnya dirimu?" Adith membalas bertanya dengan tegas.
"Adith, ada baiknya jika kamu tidak terlalu mencari tau diriku demi keselamatanmu sendiri." Alisya segera memperingatkan Adith.
"Keselamatanku? Hahaha... Apa kamu sedang meremehkan aku?" Adith maju selangkah mendekati Alisya.
"Aku tidak meremehkanmu, aku hanya mengingatkan dirimu!" Jelas Alisya santai.
"Kau tak perlu mengkhawatirkanku, aku bukanlah orang yang mudah atau cukup bodoh untuk berada dalam bahaya!" Terang Adith dengan penuh keyakinan.
"Denganmu berada di dekatku, itu sudah cukup berbahaya bagimu Dith!" tegas Alisya.
"Aku bisa melindungi diriku sendiri!" Mata Adith menatap tajam Alisya.
"Aku tau, kau punya kekuasaan dan seorang CEO termuda perusahaan besar nomor satu di Indonesia! Tapi kau hanyalah seorang anak SMA, yang belum bisa memegang perusahaan sampai kau berumur 20 tahun dan mendapatkan gelar yang pantas. Kau belum cukup terlatih dalam dunia bisnis yang sesungguhnya. Kekuasaan yang kamu pegang saat ini belumlah cukup." Alisya menerangkan panjang lebar menatap wajah Adith.
Adith paham akan maksud Alisya. Untuk ukuran seorang Anak SMA, Adith memang berada di atas rata-rata. Namun itu tidak menutup dirinya yang tetap saja hanyalah seorang anak SMA. Kuasa yang ia pegang masih sebatas dari kuasa yang diberikan oleh kedua orang tuanya. Tapi ia memiliki kemampuan yang cukup, lalu kenapa bagi Alisya itu masih saja kurang? Ia kemudian berpikir orang seperti apa Alisya, sehingga ia butuh lebih dari sekedar kekuasaan hanya untuk mengetahui siapa dia.