"Kalian berdua kenapa bodoh sekali, bukankah aku sudah mengingatkan kalian untuk menyembunyikan kejadian itu dari Alisya? " Karin menendang kaki Rinto dan Yogi marah.
"Maaf, aku lupa dan tidak sengaja mengatakannya! " Rinto meringis kesakitan.
"Motor siapa yang digunakannya?" Karin tidak bisa melihat DT motor yang digunakan Alisya karena Ia sudah melesat jauh.
"Jacket itu! Itu milikku! "Yogi memeriksa kunci yang ada di kantongnya yang sudah tidak ada.
"Bagaimana dia mengambilnya?" Yogi ingat betul kalau tidak semudah itu mengambil kunci motor yang berada di saku samping celananya.
"Sepertinya dia mengambilnya sewaktu kamu masih terkejut karena Alisya membanting kursinya!" Karin berbalik masuk kedalam sekolah.
"Alisya, dia akan kemana? " Rinto bertanya dengan gagap.
"Tentu saja memberi pelajaran kepada seseorang! " Karin memegang kepalanya karena sakit.
Rinto mengambil handphonenya dan membuat panggilan, namun kemudian langsung dihentikan oleh Karin.
"Kau mencari mati? Mereka akan membunuhmu jika mereka tau kalau Alisya, telah mengetahui rencana mereka! Dan sekarang kamu memberitahu Alisya mengenai posisi mereka, padahal aku sudah yakin kalau kemungkinan besar Alisya seharusnya belum mengetahui posisi mereka." Karin terduduk lemas.
"Apa maksudmu, dengan Alisya bisa mengetahui posisi mereka?? " Rinto bertanya setengah panik.
"Tadi pagi apakah kalian ingat Alisya berkata kalau kalian bertiga saja sudah cukup untuk jadi temannya? " Rinto dan Yogi saling berpandangan dan mengangguk pelan.
"Itu berarti kalian berdua sudah masuk kedalam daftar orang yang harus di lindunginya" Karin berdiri sambil melanjutkan perkataanya.
"Aku masih belum paham! " Yogi menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Alat yang diberikan oleh Adith, memiliki tekhnologi yang sangat tinggi sehingga Alisya dengan mudah mengembangkannya dan meretasnya. Dengan begitu dia memasukkan pelacak dan penyadap kedalam Handphone kita bertiga!" Rinto membelalak mendengar penjelasan Karin.
"Apakah Alisya sejenius itu? Kenapa selama ini dia memakai alat yang diberikan ayahmu?" Yogi merasakan suara Rinto yang bertanya semakin bergetar antara takut sekaligus kagum dengan Alisya.
"Ini semua karena Adith! Aku juga masih menyelidiki hubungan keduanya, tapi Adith telah membangkitkan sisi terdalam Alisya! Selain itu, kejeniusan Adith telah mempengaruhi Alisya. Alisya akan jauh berkembang sesuai dengan orang yang berada didekatnya! Selama ini Ayahku selalu menahan diri karena potensi yang dimiliki oleh Alisya terlalu berbahaya" Karin mendesah dengan berat mengingat semuanya.
"Dan karena Adith yang jenius ini akhirnya mempengaruhi pola pikir dan membangkitkan jati diri Alisya yang sebenarnya? " Rinto bergidik mengingat kejadian malam itu.
"Benar!" Mereka bertiga sudah kembali kedalam kelas yang kini telah kosong.
"Apa yang akan dilakukan Alisya sekarang?" Tanya Yogi begitu mereka selesai membereskan barang.
"Aku,... Aku juga tak tau" Karin tergagap memikirkan segala kemungkinan yang mungkin bisa terjadi.
*****
Adith yang sedang berada dalam perjalanan pulang dari bandara karena perjalanan bisnis memacu mobilnya menuju kesekolah untuk sekedar melihat Alisya. Adith mulai merasakan kerinduan yang mendalam setiap kali ia tidak melihat Alisya.
Sesaat sebelum masuk ke area sekolah, Adith melihat seorang laki-laki mengendarai motor melesat laju melewati mobilnya. Adith merasa pernah melihat tatapan mata yang penuh amarah itu. Ia kemudian mengingat kejadian penembakan lalu dimana laki-laki itu juga muncul tepat dihadapannya dengan tatapan yang sama.
"Tuan Ali... " Adith segera memutar balik mobilnya mengikuti arah perginya motor tersebut.
Adith dengan susah payah mengejar si pengendara motor dan hampir kehilangannya. Motor itu tampak berhenti di salah satu gedung berlantai yang cukup asing baginya.
Cukup lama ia menunggu didalam mobil, memperhatikan si pemotor yang tampak belum keluar dari gedung tersebut. Karena cukup lama ia menunggu, Adith akhirnya keluar dari mobilnya untuk memastikan mengenai si pemilik motor tersebut.
Sesaat setelah ia keluar, si pemotor juga sudah keluar dari gedung tersebut dengan sedikit lecet yang tampak seperti baru habis melakukan perkelahian. Adith segera menyapa si pemilik motor tersebut.
"Maaf... Saya Adith!" Dia menyodorkan tangannya ke si pemotor yang terdiam melihat Adith. Orang itu masih menggunakan helem ninja, sehingga sulit baginya untuk melihat wajah si pemotor tersebut.
"Maaf... Saya hanya ingin bertanya! " Adith belum menyelesaikan kalimatnya, si pemotor telah menariknya menaiki motornya.
"Tuan Ali..." Beberapa orang segera mengejar si pemotor dengan sedikit tertatih-tatih.
Adith yang kebingungan hanya pasrah mengikuti orang yang kini diketahuinya adalah Tuan Ali yang dengan kencang memacu motornya. Adith berpegang dan tanpa disadadarinya ia telah berada di depan rumahnya.
"Bagaimana kau tau ini rumahku?" Adith bertanya dengan wajah penuh kebingungan.
Pemotor tersebut tidak menjawabnya dan hanya memutar balik motornya.
"Hei setidaknya katakan namamu!" Teriak Adith meski si pemotor itu tetap melaju kencang. Adith memang sudah bisa menebak siapa si pemotor tersebut karena sebelumnya sudah mendengar namanya disebutkan, namun dia sengaja ingin mendengar suara orang itu.
"Adith... Siapa dia dan dimana mobilmu?" Ibu Adith datang menghampiri Adith karena mendengar bunyi motor yang tidak dikenalinya.
"Akhirnya aku menemukan kak Ali. Kak Ali yang pernah menyelamatkan aku dulu!" Adith gagap memeluk ibunya.
"Ali? kamu serius Dith?" Ibu Adith memastikan perkataan anaknya.
"Iya... Ingatkan 10 tahun lalu sewaktu aku di culik dan berhasil lolos? Tapi kemudian dihentikan oleh anjing-anjing si penculik yang menggonggong di dalam lorong buntu tempatku bersembunyi lalu kemudian ada seorang anak kecil yang menyelamatkan aku!" Adith bercerita dengan tubuh yang gemetar.
"Aku akhirnya bertemu dengannya, setelah 10 tahun aku terus mencarinya kemana-mana. Aku sempat melupakannya, tapi begitu mendengar nama itu aku jadi ingat kembali. Aku ingin menemukannya lagi!" Adith berkata dengan penuh air mata.
"Kamu yakin dia anak itu? Anak 10 tahun lalu yang menyelamatkan kamu? " Ibu Adith memastikan perkataan Adith yang dirasa ibunya adalah hal yang belum pasti.
"Iya, aku yakin itu pasti kak Ali. Aku tau dari aroma yang sama dengan aroma yang 10 tahun lalu! Aroma itu takkan pernah aku lupakan!" Suara Adith terdengar tegas berusaha meyakinkan ibunya yang masih bingung.
"Tapi Dith, Ali itu... " Adith dengan cepat memotong kalimat ibunya masih dengan nada yang sopan namun terdengar keyakinan yang sangat mendalam.
"Aku akan mencarinya dan membawanya kehadapan Mama lagi, agar Mama bisa percaua padaku! " Ibu Adith yang baru pertama kali mendengar Adith memanggilnya mama setelah sekian lama semenjak ia kehilangan Ali tak bisa berkata apa-apa lagi.
"Dith, kamu manggil aku lagi mama?" tanya ibunya berkaca-kaca.
"Bukankah selama ini aku selalu manggil Mama dengan sebutan Mama??? " Adith bertanya bingung.
"Tidak Dith, kau selalu memanggilku Ibu! Dan itu terdengar seolah kau memberi jarak padaku. Tidak pernah begitu kental sebutan itu dibanding dengan kamu memanggilku Mama" Ibunya menangis tersedu-sedu. Ia sangat bahagia mendengar Adith menaggilnya mama karena pertama kali ia memakai sebutan itu karena Ali lah yang mengajarkanya.
Ali berkata bahwa mama adalah panggilan yang paling mulia yang bisa menghubungkan antara seorang anak dengan ibunya. Meski ibu memiliki arti yang sama namun bagi anak itu ibu adalah panggilan untuk ibu orang lain sedangkan mama untuk ibu sendiri. Begitulah pemikiran lembut seorang anak berusia 8 tahun namun membuat hati ibu Adith sangat tersentuh dan lebih menyukai panggilan mama dibandingkan ibu.
"Mulai saat ini, bukan hanya ibu! tapi aku akan memanggil terus ibu dengan sebutan mama" Adith memeluk ibunya dengan erat.
"Adithh... " Ibunya terisak - isak di dalam pelukan adith. Ia sangat merindukan pelukan anaknya ini. Hatinya luluh dalam tangis kebahagiaan.
"Maafkan aku Ma, maafkan aku membuat Mama begitu lama untuk bisa mendengar aku menyebutmu Mama lagi" Tiap paggilan yang dikeluarkan Adith dengan suara lembut membuat Air mata Ibunya tak berhenti mengalir.
"Ada apa? kalian baik-baik saja?" Ayah Adith keluar karena mendengar tangisan istrinya.
Adith mengusap air mata ibunya dan menuntunnya masuk kerumah diikuti ayahnya.
"Ibumu kenapa Dith?? " Tanya Ayahnya masih bingung.
"Nggak apa2 kok Pah.. Mama cuma bahagia saja! Aku naik ke atas yah mau hubungi paman Dimas! " Adith kemudian pamit setelah mencium tangan Ayahnya.
"Bu, aku nggak salah dengarkan? dia manggil aku, Pah. I... Itu artinya Bapak kan bu? Iya kan bu? " Istrinya menjawab dengan anggukan lalu memeluk suaminya.
Ayah Adith juga mengeluarkan air mata yang mengalir deras, bagi keduanya panggilan itu memiliki arti dan makna yang sangat dalam. 10 tahun sudah sejak panggilan itu tak pernah lagi terdengar hingga akhirnya suatu keajaibam telah terjadi sehingga malam itu mereka bisa mendengar kembali nama itu disebutkan oleh anak semata wayangnya yang sangat mereka sayangi.