Chereads / Jenius Yang Nakal / Chapter 20 - Jenius yang Nakal

Chapter 20 - Jenius yang Nakal

"Bagaimana bisa dalam waktu 3 hari ini, kamu belum menemukan informasi apapun mengenai Alisya? Bukankah dia warga negara Indonesia?" Adith berjalan dilorong rumah sakit dengan gusar merasa frustasi segala hal tentang Alisya.

"Maafkan aku, tapi bahkan data dia di kepolisianpun tidak ditemukan! Saya pikir dia tidak pernah benar-benar mendaftarkan dirinya atau bisa saja dia...." Blum selesai sang Asisten berbicara Adith langsung menyela dengan kasar.

"Aku rasa aku tak perlu mengajarkanmu tentang hal ini, kalau begitu biarkan aku yang akan turun tangan langsung! Siapkan ruanganku." Adith sudah tidak sabar menunggu hasil kerja dari Asistennya Dimas. Baru kali ini sang Asisten mengalami kesulitan hanya karena mencari informasi mengenai seseorang.

"Baiklah tuan, saya permisi!" Setelah menunduk kepala sedikit, Dimas segera berpamitan melaksanakan perintah Adith secepatnya.

Adith tidak menyangka karena kejadian sebelumnya, Alisya bahkan belum sadarkan diri selama 3 hari. Dan sekarang dia sedang berada di depan pintu Alisya, berharap kalau kali ini ia akan segera bangun. Begitu memasuki ruangan Alisya, Ia tidak melihatnya terbaring atau berada di dalam ruangan itu. Ia panik mencari kedalam toilet dan seluruh ruangan namun tidak ditemukannya.

"Ada apa? Wajahmu pucat sekali... Bisakah kau makan sekarang? kau sudah 3 hari ini belum makan Dith!" Karin menghentikan langkah Adith sewaktu akan keluar dari ruangan Alisya.

"Alisya, dia tidak ada di dalam!" Adith menjelaskan situasinya kepada Karin.

Karin menoleh kearah ranjang yang ditiduri oleh Alisya dan disana nampak kosong dan rapi seperti telah dibereskan oleh seseorang.

"Ah... Kemana itu anak! " Gumam Karin kesal.

"Kita berpencar mencarinya, kau carilah ke arah taman!" Tunjuk Adith cepat sambil berlalu pergi.

Karin dengan sigap mengikuti petunjuk Adith dan langsung menuju ke taman rumah sakit.

Adith menuju ke atap rumah sakit. Disana tidak terlalu terang, hanya ada cahaya bulan yang temaram menyinari seluruh atap rumah sakit. Adith berkeliling menoleh ke kiri dan ke kanan, tapi ia tidak melihat Alisya. Begitu ia akan segera turun, dari sudut matanya ia melihat seseorang sedang berjalan di atas teras memakai gaun putih rumah sakit yang tampak sedikit transparan disinari cahaya lampu sorot dari bawah.

Adith menghentikan langkahnya memandang seorang gadis yang membelakanginya dengan rambut hitam terurai indah dan terkibas oleh hembusan angin malam yang basah.

Adith mendekatinya dengan perlahan dan melepas Jaket tebalnya yang hangat tapi lembut dan menempelkannya di bahu Alisya. Menyadari seseorang sedang berada di belakangnya, dengan sigap Alisya melayangkan sikunya mengarah kepelipis Adith yang di tangkis sebelah tangan.

"Ya ampun, kamu mengagetkanku! Kau tidak apa apa kan? "Alisya kaget begitu mengetahui kalau itu adalah Adith.

"Tenang saja pukulanmu terlalu lambat untuk mengenaiku!" Ucap Adith dengan tenang sambil membenarkan posisi jaketnya agar menutupi tubuh Alisya.

"Ah terimakasih, tapi aku baik-baik saja!" Ucap Alisya dengan suaranya yang lembut.

"Pakailah, dengan begitu kamu akan merasa lebih hangat." Adith memandang Alisya dengan tatapan yang sopan namun dalam.

"Bagaimana kau bisa tau kalau aku ada disini? " Alisya ingat kalau ia keluar tanpa seorangpun yang melihatnya.

"Aku melihat dua buntalan aneh di atas meja! Dan kupikir itu pasti buatanmu. Sangat buruk, tapi karena itu aku tau kalau kamu akan berada di atap yang hanya terdengar suara angin dibanding berada di taman dengan puluhan orang." Tangannya kemudian menyentuh kepala Alisya, membelainya dengan lembut dan memasukkan sesuatu kedalam telinga Alisya.

"Apa ini?" Sadar akan sesuatu yang kini berada di kedua telinganya.

"Alat ini akan membantumu dengan lebih baik." Jelasnya.

"Benarkah? Rasanya sama seperti buatan om Hady. Meski ini sedikit lembut dan nyaman dipakai." Alisya tersenyum simpul dengan pemberian Adith.

Senyum terlintas di wajah Alisya. Meski tidak begitu jelas, Adith merasa senyuman itu begitu cantik dan indah. Mata Alisya yang memancarkan kebahagiaan ketika menatap Adith, membuat darah Adith berdesir kencang dan detak jantungnya berdegup kuat.

Ia mundur selangkah lebih jauh menghindari Alisya, agar ia tidak mendengarkan suara detak jantungnya.

"Kau bisa mengatur volume suara yang ingin kau dengarkan. Selain itu, aku sudah menambahkan beberapa vitur seperti pelacak IP, dan juga... Coba kau ketuk dua kali." Adith mengsimulasikan pada telinganya sebanyak dua kali sambil memandang ke arah telinga Alisya.

Melihat gerakan Adith, Alisya mengetuk telinganya dengan sangat pelan dan terdengar suara intruksi.

"Silahkan sebutkan nama kontak yang akan anda panggil." Alisya melihat ke arah Adith dengan mata membelalak.

"Sebutkan namaku!" Tambahnya lagi.

"Adith!" Alisya berkata dengan pelan.

"Bukan panggilanku tapi nama kontakku di HP mu!" Adith tersenyum melihat wajah konyol Alisya.

"Jenius tampan!" Alisya mendengus kesal mengingat nama kontak yang tidak sempat ia ganti.

5 detik kemudian, suara dering yang berasal dari saku Adith berbunyi.

"Aku sudah menghubungkan semua nomor kontak yang ada di handphonemu, ke alat yang ada di telingamu. Jika kamu mengetuknya sekali saja, maka itu akan terhubung ke pesan. Kau tak perlu mengetiknya cukup dengan mengatakan isi pesan itu saja dan jika kau menekan lama maka itu akan terhubung dengan panggilan darurat!" Terang Adith dengan sengaja mengeluarkan suara yang makin lama makin keras.

"Luar biasa! Aku bisa mendengar kau meninggikan suaramu tapi aku tak merasakan terganggu sama sekali. Dimana kau membelinya?" Adith hanya mengerutkan dahinya mendengar pertanyaan Alisya.

"Jadi kau membuat ini sendiri?" Lanjut Alisya takjub.

Adith hanya terdiam namun Alisya tau kalau tebakannya benar.

"Kau benar benar teramat sangat jenius!!!" Alisya menaikkan kedua jempol tangannya tepat di wajah Adith.

"Kenapa aku merasa ini bukan pujian?" Adith berjalan menuju pintu keluar dari atap rumah sakit.

"Aku serius! Kamu benar-benar jenius. Tak aku sangka, seorang anak SMA tingkat 1 bisa menciptakan alat secanggih ini." Alisya berlari mengikuti punggung Adith.

"Terimakasih!!!" Jawab Adith jutek.

"Tapi sepertinya bukan hanya itu fitur yang ada." Alisya tampak penasaran dengan alat itu. "Apa!!! kau menaruh pemindai? Bukankah ini sedikit hentai? Kau Jenius yang Nakal!!!" Alisya sibuk memainkan alat di telinganya sambil terus menceramahi Adit.

"Itu pemindai lokasi tempat dimana kamu berada!" Adith mulai kesal dengan reaksi Alisya.

"Ini hebat! Aku menyukainya!!!" Alisya berkata dengan lantang.

"Kalau begitu pakai dan jangan pernah lepas." Adith berbalik seketika ketika mereka telah berada di dalam lift sehingga membuat Alisya, menabrak dada Adith yang bidang dan keras.

"Kamprettt!!! Ngapain berhenti tiba-tiba sih." Alisya melenguh memegang hidungnya yang sakit lalu berdiri di sebelah Adith.

Adith masih tak bergerak karena tabrakan Alisya membuat Adith bisa mencium aroma wangi dari rambut Alisya. Hirupan itu sekali lagi membuat jantungnya berdetak lebih cepat dari sebelumnya. Refleks Adith menggeser tubuhnya selangkah lebih jauh dari sisi Alisya.

Baru saja Alisya mau memencet tombol lift beberapa orang berpakaian Jas hitam tampak akan memasuki lift.

Alisya mengenali orang yang berada paling depan yang tampak seperti ketua diantara yang lainnya. Dengan sigap ia langsung membelakang dan merapatkan tubuhnya ke tubuh Adith.

Lima orang berpakaian serba hitam itu memasuki lift dan mendapati dua orang muda mudi sedang berpelukkan, membuat mereka sedikit terganggu tapi tak bisa menunggu lift selanjutnya dan terpaksa membiarkan saja keadaan itu.

"Ali..." Adith yang menyebut nama Alisya, dengan cepat mulutnya ditutup oleh tangan Alisya.

Si ketua tampak mendengar sedikit namun kemudian tidak bereaksi lebih lanjut melihat kemesraan keduanya. "Anak Zaman sekarang!" Batinnya sambil menggelengkan kepalanya dalam diam.

Muka Adith memerah dan tubuhnya memanas. Ia tak menyangka kalau Alisya bisa seberani ini, meski Alisya tetap mempertahankan jarak antara tubuhnya dan tubuh Adith, Adith tetap bisa merasakan hembusan nafas Alisya yang mengenai lehernya.

Dua orang dari lantai lain memasuki Lift yang sama membuat keadaan di dalam semakin sempit dan Alisya terdorong semakin mendekat dan tanpa di sengaja bibir hangatnya menyentuh tulang selangka leher Adith.

Jantung Adith serasa mau copot. Sekarang berganti dengan kepalanya yang berdenyut cepat dan telinganya berdengung tak bisa menafsirkan keadaan yang sedang terjadi.

Lima orang berpakaian serba hitam itu kemudian keluar tepat di lantai kamar dimana Alisya, dirawat. Setelah pintu lift itu menutup kembali Alisya menarik nafas legah.