"Aku serius, dia kan Musisi, masa kau tidak tahu."
"Eh?"
"Gimana, gimana?" sambung Nuansa, ia memastikan bahwa ia tidak salah dengar.
"Ya ... Neptunus seorang Pemusik, kau tidak tahu?" tanya Eugene sembari mengernyitkan dahinya.
Nuansa terdiam sesaat. "Eheh, yang benar saja, masa aku tidak tahu."
Eugene lantas hanya diam, namun ia memperhatikan Nuansa dengan tatapan penuh selidik.
"Yang tidak kutahu adalah, di mana studio musiknya? Aku tidak tahu kalau dia punya studio musik pribadi di sini," lanjut Nuansa.
"Ada di ruang bawah tanah," kata Eugene.
"Ruang bawah tanah?"
"Ya, letaknya tidak jauh dari ruang tamu, jika kau memperhatikan lantai di sekitar ruang tamu, maka kau akan menyadari bahwa ada warna lantai yang sedikit berbeda, itulah pintu menuju ruang bawah tanahnya," jelas Eugene.
"Ooooh, ok, aku akan cek sekarang."
"Baiklah."
Nuansa kemudian pergi dari ruang makan dan meninggalkan Eugene seorang diri di sana.
'Dia tidak tahu kalau Neptunus adalah Musisi. Ada apa ini?' batin Eugene.
***
Setelah mendapat petunjuk dari Eugene, Nuansa pun pergi ke sekitar ruang tamu dan berkeliling di sana untuk mencari warna lantai yang berbeda.
"Semuanya sama saja," gumam Nuansa. Ia lalu berhenti berputar-putar karena dirinya lelah, apa lagi ia terus-terusan menunduk.
'Ah, paman Eugene pasti mempermainkanku, kalau Neptunus memang sedang melakukan apa yang dikatakan oleh paman Eugene tadi, setidaknya seharusnya ada suara alat-alat musik dari bawah, ini tidak ada sama sekali. Tapi kalau dia mempermainkanku, untuk apa juga?' batin Nuansa.
"Hm." Gadis itu lantas lanjut mencari warna lantai yang berbeda. Ia akhirnya menemukan sebuah lantai yang memiliki warna yang sedikit berbeda, perbedaannya tidak terlalu mencolok, makanya Nuansa sulit menemukannya. Lantai itu berada tepat di sebelah ruang tamu, yang artinya, kemungkinan studio musik Neptunus berada di bawah ruang tamu.
Nuansa pun lalu jongkok dan meraba lantai tersebut. "Bagaimana cara membukanya?" gumamnya. Gadis itu kemudian menggeser lantai tersebut, dan ternyata begitulah cara membukanya.
'Oh, cukup unik,' batin Nuansa, ia lantas masuk ke dalam ruang bawah tanah itu, ada tangga di dalamnya, jadi Nuansa tidak kerepotan ketika masuk. Tak lupa, ketika sudah masuk, gadis itu menggeser lantai yang menjadi pintu ruang bawah tanah tersebut. Berbeda dengan penampakan lantai itu di atas, di bawah, lantai itu punya pegangan, jadi tidak sulit untuk menggesernya dari dalam ruang bawah tanah itu.
"Baiklah," ucap Nuansa sembari menuruni tangga. Saat selesai menuruni tangga, Nuansa berjalan masuk ke dalam ruangan yang berbentuk lorong itu. Lorong tersebut cukup terang dengan banyak lampu yang terpasang, tidak pendek juga tidak panas karena ada AC di sisi kanan atas.
Tibalah Nuansa di ujung lorong itu, ternyata lorongnya tidak panjang, karena sepertinya ruang bawah tanah ini dibangun khusus untuk Neptunus, jadi tidak perlu terlalu besar kan?.
Di ujung lorong, tepatnya di sebelah kanan, terdapat sebuah pintu yang kemungkinan di dalamnya adalah studio musik yang dimaksud Eugene. Nuansa dari tadi hanya fokus pada design lorong tersebut, sampai-sampai ia tidak sadar bahwa sebenarnya sejak ia masuk ke dalam ruang bawah tanah tersebut, ada suara Neptunus yang sedang bernyanyi dengan diiringi alat musik Gitar.
Menyadari ada yang sedang bernyanyi di dalam studio, Nuansa pun lantas menempelkan telinganya ke pintu agar bisa mendengar nyanyian Neptunus dengan lebih jelas.
"Tell me, have you seen a sunset
Turn into a sunrise?
Kiss right through the night?
'Cause we should try that sometime
Hold you 'til the mornin'
And if I said I'm fallin'
Would you just reply
'I know you are, but what am I?'." Nyanyian Neptunus tiba-tiba berhenti saat Nuansa sedang sangat menikmatinya.
Suara Neptunus cukup bagus, ia tahu tekhnik bernyanyi yang benar, dan nadanya juga berada di tempat yang seharusnya, jadi Nuansa merasa agak kesal ketika Neptunus berhenti.
"Siapa itu?" tanya Neptunus dari dalam, tentu saja pertanyaannya ini membuat Nuansa terkejut karena Nuansa tidak menyangka kalau pria itu akan menyadari keberadaannya, namun Nuansa memilih tidak menjawab karena dipikirnya Neptunus tidak bertanya padanya.
"Masuk saja jika ingin masuk, aku tahu ada orang di depan pintu, bayanganmu terlihat," lanjut Neptunus.
Nuansa akhirnya menyerah, ia pun memutuskan untuk masuk ke dalam studio itu. "Hai," sapanya pada Neptunus, entah kenapa gadis itu menjadi sedikit gugup karena teringat saat Neptunus membentaknya tadi.
"Mau apa kau ke sini?" tanya Neptunus.
"Tidak ada, hehehe, nyanyianmu enak sekali, lanjutkan tolong, aku sangat menikmatinya, suaramu bagus lagi," ujar Nuansa.
"Bagaimana kau bisa tahu aku ada di sini? Aku tidak pernah mengatakan padamu kalau aku punya studio musik pribadi di rumah ini, kan?"
"Ya, aku bahkan tidak tahu kalau kau adalah Pemusik, kenapa kau tidak mengatakan hal itu padaku?"
"Benarkah? Aku berkuliah mengambil jurusan musik, dan bahkan kampusku adalah Institut Seni Indonesia. Kau yakin kau tidak tahu kalau aku adalah Musisi?"
"Eh? Iya kah? Aku tidak memperhatikannya, hehehe, maaf, maaf. Soal studio ini, aku tahu dari paman Eugene."
"Sudah kuduga."
"Hmmm." Nuansa mengedarkan pandangannya ke segala arah di studio yang luas itu, dilihatnya ada begitu banyak alat musik dan benda-benda yang dirinya tidak tahu apa itu.
"Wah, ada banyak alat musik di sini ya, Gitar, Bass, Drum, Angklung, Seruling, Harmonika, Biola, Saxophone, Piano dan banyak lagi, aku bahkan tidak hafal nama-nama alat musik di studiomu, totalnya pasti puluhan, ya?" kata Nuansa.
"20," jawab Neptunus.
"Wow, sayang ya kalau tidak terpakai."
"Apa maksudmu? Aku bisa memainkan semuanya."
"HUH? KAU SERIUS?"
"Perlu pembuktian?"
"Engh, tidak, tidak, aku percaya padamu, kau memang sepertinya sangat bagus dalam bermusik."
"Begitulah, bagiku, musik adalah yang paling bisa mendengar isi hatiku, jadi aku selalu bernyanyi sambil memainkan sebuah alat musik ketika sedang merasa tidak baik. Lagu-lagu yang biasanya kunyanyikan adalah yang paling sesuai dengan perasaanku ketika menyanyikannya."
"Kupikir hanya Gladys yang bisa memahami isi hatimu."
"Sebenarnya studio inilah yang paling bisa."
"Keren, keren."
"Kau mau coba belajar bermain Gitar? Aku mau mengajarkanmu."
"Engh, tidak, tidak, aku tidak suka bermain alat musik, hanya suka bernyanyi."
"Kalau begitu, kau mau duet bersamaku?"
"Duet?"
"Ya."
"Hmm, boleh, lagu apa?"
"Aku penggemar berat Taylor Swift, jadi lagu dia saja ya."
"Aku tahu beberapa lagu Taylor Swift, jadi kurasa tidak masalah."
"Baguslah, Everything Has Changed, ya."
"Ah, yang baru itu, ya? Aku belum mendengarnya karena masih sangat baru."
"Baru? Itu lagu antara tahun 2012-2013."
"Eh, 2013, ya? Sudah lama ternyata, hehehe."
Neptunus lantas menggeleng-gelengkan kepalanya, ia kemudian mengambil ponselnya beserta sebuah earphone dan memberikannya pada Nuansa.
"Ini, kau dengar dan hafal dulu lagunya, reff saja tidak apa-apa karena lagu ini sepertinya akan susah bagimu, apa lagi berbahasa Inggris," ucap Neptunus.
"Hei, bahasa Inggrisku yang terbaik semasa aku sekolah, jangan kau ragukan aku," protes Nuansa.
"Benarkah? Kalau begitu ayo kita lihat apakah kau bisa menghafal lagu ini dalam 5 menit atau tidak."
"5 menit?"
"Ya."
"O-ok, aku menerima tantanganmu, sini," ujar Nuansa sembari mengambil ponsel beserta earphone Neptunus. Gadis itu mencium dan memeriksa earphone Neptunus sebelum memakainya.
"Hehehe, kau pembersih ternyata, bisa-bisanya earphone sebersih dan sewangi ini," kata Nuansa.
Neptunus lantas memasang muka bangga. Nuansa lalu mulai mendengarkan lagu yang akan dinyanyikannya bersama Neptunus itu sambil membaca sekaligus menghafal liriknya, sementara Neptunus menyanyikan lagu Taylor Swift yang lain, lagu itu berjudul Delicate.
Meskipun menggunakan earphone, tetapi Nuansa tetap bisa mendengar Neptunus menyanyikan lagu itu, dan gadis tersebut langsung mengerti arti dari lirik lagu itu.
'Kenapa dia menyanyikan lagu seperti itu? Memangnya dia sedang merasa apa?' batin Nuansa.