"Ayolah, aku mengerti bagaimana perasaanmu, dan itu memang wajar terjadi, tapi pikirkan perasaan ibumu juga, setiap hari dia semakin tua, dan penuaannya berbeda dengan kita, dia pasti akan sangat kesepian nantinya jika dia tidak memiliki pendamping hidup, kecuali jika dia memiliki anak yang banyak," ucap Nuansa.
"Bagaimana jika aku mengatakan, 'Ok, aku setuju jika dia menikah lagi, asalkan jangan bersama Eugene.'?" ujar Neptunus.
"Kau ingin mengatur rasa cinta orang lain? Hahaha, itu adalah hal yang terlucu yang pernah kudengar."
Neptunus lantas terdiam, tampaknya ia memang sudah tidak bisa membalas Nuansa lagi. Pria itu kemudian menarik napas panjang. "Baiklah, aku akan memikirkannya lagi nanti."
Nuansa tersenyum mendengar hal itu. "Bagus, aku senang kau akhirnya mengatakan hal itu."
"Aku senang kalau kau senang."
Nuansa sedikit terkejut mendengar hal itu, namun akhirnya ia membalas Neptunus. "Aku senang kalau kau senang dengan aku yang senang."
"Well, aku senang kalau kau senang dengan aku yang senang saat kau senang."
"Aku senang kalau kau senang denganku saat aku senang denganmu ketika kau senang melihatku senang."
"Pffft. HAHAHAHA." Keduanya lantas tertawa terbahak-bahak.
"Baiklah, aku kalah," ucap Neptunus.
"Kau selalu kalah dariku," ujar Nuansa.
"Tidak apa jika itu membuatmu senang."
"Oh, tidak, jangan mulai lagi."
"Hahahaha."
"Tapi, sungguh, aku senang saat kau senang."
"Aku juga."
Keduanya lalu saling melemparkan senyuman.
"Mau bercerita padaku?" tanya Nuansa.
"Cerita apa?" Neptunus malah bertanya balik.
"Apa saja, terserahmu."
"Hmm, baiklah, kurasa ada baiknya sekali-kali aku menceritakan tentang Eugene padamu."
"Huh?"
"Ya."
"O-ok, aku akan mendengarkan."
"Jadi ... kau sangat mengaguminya, kan?"
"Tentu saja."
"Dia sangat jarang berada di Indonesia, dia pulang sekali dalam tiga tahun."
"Itu lama sekali."
"Ya, selama aku kenal dia, ini sudah kali keempat dia datang ke Indonesia."
"Berarti kalian sebenarnya sangat jarang bertemu dengan dia, ya?"
"Ya, tapi itu tidak menjadi alasan bagi ibuku untuk berhenti mencintainya."
Nuansa hanya diam saat Neptunus mengatakan itu, namun akhirnya ia bertanya, tapi bukan tentang hal terakhir yang diuucapkan Neptunus barusan.
"Apa kau tahu keluarganya di mana?" tanya Nuansa.
"Tidak, aku pun tidak yakin kalau ibuku mengetahui tentang keluarganya," jawab Neptunus.
"Benarkah?"
"Ya, dia sangat tertutup tentang kehidupan pribadinya, bahkan alamat rumahnya saja aku tidak tahu, dan aku memang tidak ingin tahu."
"Tapi rasanya tidak mungkin ya kalau ibumu tidak mengetahui tentang keluarganya."
"Rasanya begitu, tapi tidak tahu juga."
"Ibumu tidak pernah menceritakan apa-apa kepadamu dan Vega tentang keluarga Paman Eugene?"
"Kepadaku dia hanya pernah bilang kalau Eugene itu berdarah Indonesia-Inggris, tidak tahu kepada Vega, soalnya Vega kan lebih peduli tentang Eugene dari pada aku, jadi buat apa juga ibuku bercerita banyak hal tentang Eugene padaku sementara aku tidak menyukainya, kan?"
"Iya juga ya."
"Tapi kau pasti akan mengetahuinya cepat atau lambat, dia tampaknya mempercayaimu, dan kalian akan sangat dekat nanti."
"Batasnya tentu saja sampai kontrak satu bulan ini berakhir, setelah itu kami akan menjadi saling tidak kenal lagi."
"Kontrak kan bisa diperpanjang."
"Ayolah, aku tidak mau membuatmu rugi."
Neptunus terdiam sesaat. "Kita jalani saja dulu."
"Setuju."
"Ok, mau kuantar pulang?"
"Boleh."
"Yuk. Sering-sering ajak aku berduet, ya!"
"Hahaha, pasti, itu sangat menyenangkan."
Nuansa tersenyum mendengar hal itu.
***
Hari akhirnya berganti. Sekarang adalah jam 3 pagi, dan Nuansa baru tidur sekitar 3 jam yang lalu, namun tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumahnya, memaksanya untuk bangun dan membuka pintu untuk melihat siapa yang datang.
Dalam keadaan yang acak-acakan khas orang yang baru bangun tidur, Nuansa pun membuka pintu rumahnya, dan ternyata yang datang adalah Neptunus dengan pakaian yang begitu rapi.
"Kau?" ucap Nuansa dengan suara serak.
"Kenapa kau selalu datang jam segini? Kami masih tidur jam segini, aku bahkan baru tidur, pulang saja sana, aku masih ngantuk, kami belum terima tamu pada jam segini," lanjut Nuansa, ia masih dalam keadaan setengah sadar.
"Benarkah?" ujar Neptunus sembari menutup hidungnya, tampaknya pria itu sedikit trauma dengan masa lalu.
"Iya, sana pulang, nanti mama marah."
"Mama? Hei, kau sudah sadar sepenuhnya, kan?"
"Hm? Menurutmu?" Nuansa bertanya balik sambil menatap Neptunus dengan mata yang hampir tertutup sepenuhnya. Neptunus pun hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan pacar sewaannya ini.
"Cepat bersihkan dirimu, kita akan pergi ke Korea pukul tujuh nanti, setidaknya kita sudah harus tiba di bandara pada pukul setengah enam," kata Neptunus.
"Hm? Apa kau bilang?"
"Kita akan pergi ke Korea."
"Mau apa ke Korea? Sudahlah, balik saja sana ke rumahmu, tidak usah pakai acara pergi ke Korea, ini masih jam tiga, kau pasti mimpi, kan? Sudah, pulang sana."
"Jadi kau tidak ingin ikut? Yasudah, ngomong-ngomong, aku akan datang ke konser sebuah boyband di sana, boyband itu sudah mendunia, anggotanya ada tujuh, tebak apa nama boyband itu?"
"Ck, pulang sana, kau pasti bermimpi. Hoooaaahm, Neptunus, kau sangat mengganggu, aku masih ngantuk, aku tidur dulu, dadah."
"Yasudah, kalau gitu aku akan pergi ke Korea sendirian."
"Yasudah pergi sana."
"Ok."
Nuansa kemudian melambaikan tangannya dengan mata yang setengah terbuka, namun ia masih bisa memberikan sebuah senyuman. Gadis itu tidak sadar bahwa Neptunus sebenarnya tidak bergerak sekali, bahkan ia berniat untuk menutup pintunya sekarang.
"Eh! Eh! Nuansa!" panggil Neptunus yang masih berdiri di depan pintu.
"Iiiiiiih! Apa lagi?!" tanya Nuansa yang terpaksa membuka pintu rumahnya lagi, padahal ia baru saja akan menutupnya. Bisa dibayangkan bagaimana kesalnya Nuansa yang masih mengantuk dengan rambut yang berantakkan, kedatangan tamu menyebalkan saat ia baru 3 jam terlelap.
"Kenapa kau tidak menahanku?" kata Neptunus.
"Iiiiiish!"
"Huft, baiklah. Neptunus, jangan pergi. Yeay aku menahanmu, kau puas?" lanjut Nuansa yang kepalanya hampir jatuh akibat rasa kantuknya yang tak bisa lagi ditahan.
"Baiklah, aku akan tetap di sini," ucap Neptunus.
"Terserah kau saja lah, Neptunus, aku tidak peduli," ujar Nuansa seraya mengerang, ia lantas kembali ke kamarnya dan membiarkan pintu rumahnya terbuka. Gadis itu benar-benar mengantuk, ia sampai tidak peduli lagi akan apapun.
"Baiklah, itu lebih baik dari pada menyuruhku pergi saat aku akan mengajaknya ke luar negeri," gumam Neptunus, ia kemudian masuk ke dalam rumah Nuansa dan memberikan salam.
Pria itu lantas duduk dan mematung.
'Jadi, aku harus menunggu mereka bangun. Tidak lama, kan? Mungkin dua jam lagi,' batin Neptunus. Ia pun dengan sabar menunggu Arfan, Durah, dan Nuansa bangun, saking sabarnya menunggu, Neptunus tidak berhenti tersenyum ikhlas, menandakan bahwa ia sama sekali tidak keberatan jika harus menunggu penghuni rumah itu bangun. Dan senyumannya tidak akan pudar sampai mereka bangun, percayalah.