Chapter 16 - Ngompol

"Dan aku tertawa terbahak-bahak, sampai Haha mengira aku memanggilnya berkali-kali karena tawaku tak henti-henti." Bulan menceritakan tentang beberapa kisah hidupnya kepada Nuansa sembari tertawa hingga mengeluarkan air matanya.

"Hahahaha, itu benar-benar lucu, Bibi," ucap Nuansa.

"Iya, bahkan sampai sekarang aku tidak bisa jika tidak tertawa kalau mengingatnya."

"Bibi Haha memang sering datang tidak jelas kalau kita sedang tertawa, dia sedikit mengganggu. Jadi, Nuansa, jangan heran jika ketika kau tertawa keras di sini dia akan muncul entah dari mana secara tiba-tiba," ujar Neptunus.

"Aku pikir itu wajar, hahaha." Nuansa lantas tertawa keras, dan tentu saja hal itu mengundang kedatangan Haha.

"Ada apa, Nona?" tanya Haha pada Nuansa.

"Tidak, Bibi, aku tidak memanggilmu," kata Nuansa.

"Astaga."

"Maaf karena aku tertawa terlalu keras, ya? Atau bibi duduk di sini saja agar tidak salah paham." Nuansa merasa tidak enak karena tawanya yang terlalu keras membuat Haha jadi salah paham.

"Engh, tidak apa-apa, Nona, saya sudah biasa mengalami hal seperti ini. Terima kasih, tapi saya masih ada pekerjaan di dapur."

"Tapi, Bibi-"

"Tidak apa-apa, Nona, ini memang wajar terjadi, tidak perlu merasa tidak enak."

"B-baiklah."

Haha lalu kembali ke dapur.

"Apa dia benar-benar tidak apa-apa?" tanya Nuansa pada Bulan dan Neptunus setelah Haha pergi.

"Tidak, tawa kita membuatnya sehat karena aktif bergerak ke sana ke mari," jawab Neptunus.

"Tapi kasihan dia, Neptunus, dia sudah tua."

"Oleh karena itu kau dilarang tertawa terlalu keras di sini, selain karena tidak sopan, kau juga akan membuat Haha lelah," ucap Bulan.

"Baik, Bibi," ujar Nuansa.

"Umm, Bibi, boleh aku bertanya sesuatu?" sambung Nuansa.

"Kenapa tidak? Kau sudah bertanya beberapa hal kepadaku, kan?" kata Bulan.

"Ini ... Ini soal calon ayah sambungnya Neptunus."

Mendengar hal itu, Neptunus langsung memberikan tatapan mematikan pada Nuansa, namun Nuansa tidak melihatnya.

"Eugene? Wah, dengan senang hati akan kujawab," kata Bulan.

"Neptunus bilang dia adalah seorang Detektif, ya? Apa benar?" tanya Nuansa.

"Ya, memangnya kenapa?"

"Itu sangat keren! Aku pernah bercita-cita sebagai seorang Detektif wanita ketika kecil. Aku berpikir kalau Detektif itu sangat keren, dan sampai sekarang aku masih memikirkan hal yang sama walaupun aku tidak berpikir untuk menjadi Detektif lagi."

"Ya, kau benar. Eugene adalah pria yang keren."

"Benarkah?!"

"Ya, dia banyak menceritakan hal-hal yang selalu membuatku berpikir keras, kau sepertinya perlu kenal dengannya."

"Itulah yang sangat kuinginkan, Bibi!"

"Nanti malam dia akan tiba di Indonesia, dan besok malam kami akan melakukan acara penyambutan kepulangannya di rumah ini dengan mengadakan makan malam besar, jadi pastikan kau datang besok."

"Memangnya dia orang mana?"

"Dia pria berdarah Indonesia-Inggris, dan dia bekerja di Inggris, juga berkewarganegaraan Inggris, jadi kurasa penggunaan kata 'pulang ke Indonesia' tidak cocok untuknya."

"Kenapa dia tidak bekerja di Indonesia saja?"

"Agak sulit menjadi seorang Detektif swasta di Indonesia karena ada beberapa peraturan hukum yang agak menghambat pekerjaan mereka, jadi Eugene memutuskan untuk meraih cita-citanya di sana."

"Woah, dia pasti sangat keren, kenapa Neptunus tidak menyukainya?"

Mendengar hal itu, Neptunus langsung menatap Nuansa dengan tatapan yang santai namun penuh kegeraman, sementara Bulan tidak menjawab pertanyannya. Nuansa pun sadar jika ia salah memberi pertanyaan dan membuat suasana benar-benar menegang dan hening sekarang.

"Maksudku, Neptunus hanya laki-laki mesum yang tidak berguna, kenapa dia tidak mengagumi sosok Detektif yang bisa menjadi pahlawan bagi banyak orang?" Nuansa semakin berucap hal-hal yang seharusnya tidak diucapkannya.

"Bisakah kau diam?" tanya Neptunus.

"Kenapa?" Nuansa bertanya balik.

"Mesum?" ucap Bulan.

"Ya, Bibi tahu? Dia mengoleksi banyak film-"

"Romantis." Neptunus menyela Nuansa. "Aku suka film romantis yang punya banyak adegan panasnya, Ibu, dan Nuansa yang tidak terbiasa akan hal seperti itu merasa kalau itu adalah film porno."

"Benarkah?" Bulan tidak yakin.

"Ya. Iya, kan, Nuansa?" tanya Neptunus pada Nuansa dengan tatapan iblis.

"Engh, ku-kurasa," ujar Nuansa.

"Bibi, aku ingin ke toilet dulu, ya," lanjut Nuansa, ia merasa tidak enak.

"Oh, iya," kata Bulan. Nuansa pun lantas pergi dari ruang tamu.

"Aku ke kamar sebentar ya, Ibu," ucap Neptunus.

"Mau ngapain?" tanya Bulan.

"Aku baru ingat kalau aku sedang mencharge laptopku, jadi aku akan mencabutnya dulu."

"Hm, baiklah."

***

Nuansa sebenarnya memang ingin buang air kecil, tapi ia tidak berniat untuk buang air kecil sekarang. Pernyataannya tadi tentang Neptunus pada Bulan telah membuatnya merasa risih sendiri untuk berada di ruangan tersebut, jadi ia memutuskan untuk pergi ke toilet sekarang.

Namun, ketika baru sampai di depan pintu, sebuah tangan menarik tangannya. Nuansa pun dengan refleks menghempaskan tangan itu dan langsung memegang kemaluannya menggunakan kedua tangannya. Gadis tersebut lalu melompat-lompat di tempat.

"Apa yang kau lakukan di sini, Neptunus?! Aku benar-benar ingin buang air kecil!" ujar Nuansa sembari berbalik badan, ia terus melompat-lompat karena entah kenapa urinnya tiba-tiba mencari jalan keluar.

"Tidak, kau bohong," kata Neptunus.

"Aku sudah lompat-lompat seperti ini dan kau masih bilang kalau aku bohong?"

"Aku malah tidak peduli kalau kau lompat-lompat. Yang kupertanyakan, kenapa kau memegang kemaluanmu?"

"Apa urusanmu?"

"Itu menggangguku."

"Heh! Jangan yang tidak-tidak, ya!"

"Aku mengikutimu untuk memarahimu, bukan untuk melihatmu memegang kemaluanmu, maksudku, bukan untuk melakukan hal yang aneh-aneh padamu."

"Aaargh, yasudah cepat! Marahi saja aku, aku sudah tidak tahan ingin buang air kecil!"

"Kenapa kau mengatakan kalau aku mesum pada ibuku?"

"Katanya mau marah, itu bukan amarah."

"Aku serius!"

"Ya karena kau menjijikkan, maksudku, mesum."

"Itu rahasiaku seorang bersama mantan-mantanku, termasuk kau."

"Oh, iya, wah, itu mengesankan." Nuansa yang masih dalam posisinya kemudian berniat untuk membuka pintu kamar mandi yang hanya berjarak 5 cm darinya, namun Neptunus meraih tangannya dan membuatnya kehilangan keseimbangan.

Neptunus dengan cepat menangkap Nuansa dan menopang tubuhnya. Nuansa melepaskan kedua tangannya dari kemaluannya karena kehilangan keseimbangan, membuat dirinya akhirnya tak kuasa menahan air seninya, yang artinya akhirnya Nuansa mengompol dan merasakan hangat di kakinya.

Ketika ditangkap Neptunus, kepala Nuansa bergetar, sebuah reaksi umum pada manusia ketika sedang buang air kecil.

"Hangat," ucap Nuansa yang tanpa sadar sedang menikmati topangan yang diberikan Neptunus sambil mengompol.