Di kamarnya, Vega sedang mengerjakan sebuah tugas sekolah. Itu adalah pelajaran Matematika yang susah dan sangat dibencinya, jadi gadis itu sedang berpikir keras sekarang.
Nuansa lalu kembali ke kamar Vega, setelah sebelumnya ia sudah lebih dulu mengetuk pintu kamar adik Neptunus tersebut.
"Sudah selesai mencucinya?" tanya Vega.
"Sudah," jawab Nuansa. "Kau sedang apa?" sambung gadis itu.
"Mengerjakan tugas, ini sangat sulit, aku benci Matematika."
"Coba kulihat." Nuansa lantas melihat tugas yang harus dikerjakan oleh Vega, ia sama sekali tidak mengerti dengan soal-soal itu.
"Susah, kan?" tanya Vega.
"Hmm, ini benar-benar susah bagiku karena terakhir kali belajar Matematika, kurasa materi yang diberikan padaku adalah tentang persen."
"Persen? Bukankah itu materi anak SD kelas enam?"
"Iya kah?"
"Bukannya kau berhenti sekolah saat SMP?"
"Ya, tapi aku lupa materi apa yang terakhir kali kupelajari tentang Matematika. Bisakah kau menjelaskan rumus-rumus pelajaran ini padaku? Siapa tahu aku bisa membantumu setelah aku tahu cara mencari hasilnya."
"Tentu saja, aku mencatatnya di buku lain, sebentar." Vega lalu mengeluarkan buku catatannya dan memberikannya pada Nuansa. Nuansa pun lantas mempelajari rumus-rumus tersebut dengan sungguh-sungguh.
***
Hehe pergi ke dapur untuk minum, ia merasa haus setelah mencuci baju tadi, apa lagi tenaganya terkuras banyak saat harus menahan mesin cuci yang bergetar hebat karena ulah Nuansa tadi. Di dapur, ia mendapati Hihi yang sedang mencuci tangannya. Hehe duduk di sebuah kursi, Hihi yang kemudian berbalik badan terkejut setengah mati saat melihat adiknya tiba-tiba berada di dapur.
"EEH!" teriak Hihi sambil melompat ke belakang dengan kedua tangan yang terangkat sejajar dengan telinganya.
"Terkejut! Hei! Kenapa kau tiba-tiba berada di sini?!" sewot Hihi.
"Dapur ini kan bukan milikmu, jadi boleh saja aku berada di sini," ucap Hehe.
"Maksudku, setidaknya beri aku tanda yang memberitahu bahwa kau ada di sini, jangan diam-diam begitu! Aku jadi terkejut!"
"Iya, iya, lain kali aku akan memberi salam jika ingin masuk ke dapur."
Hihi lantas memutar kedua bola matanya.
"Ada minum tidak?" tanya Hehe.
"Di depan matamu ada teko, isinya teh," ujar Hihi seraya menunjuk sebuah teko yang berada di atas meja yang letaknya benar-benar di depan Hehe.
"Oh, iya, hehehe." Hehe langsung saja mengambil gelas dan menuang teh tersebut ke gelasnya, lalu meminumnya hingga habis hanya dalam waktu 5 detik.
"Kau terlihat haus sekali, ada apa?" tanya Hihi yang penasaran.
"Nuansa membuat punggungku lelah, tenggorokanku ikutan kering karenanya."
"Apa yang gadis itu lakukan padamu?"
Hehe kemudian menceritakan tentang kejadian itu pada kakaknya tersebut. Hihi lantas tertawa ketika Hehe selesai bercerita.
"Jangan tertawa kau, ini memang benar-benar melelahkan, aku bersumpah kau akan mengalaminya juga nanti," protes Hehe.
"Hahaha, baiklah, baiklah, aku tidak akan tertawa lagi, tapi itu benar-benar lucu."
"Aku tidak mengerti dengannya."
"Sudah, sudah, kau harus memakluminya. Tapi dia gadis yang baik, kan?"
"Ya, dia baik, aku suka padanya, dia sopan, tidak banyak tingkah, dia alami dan tidak berusaha mendapatkan perhatian Nyonya Bulan."
"Kenapa dia harus mendapatkan perhatian Nyonya Bulan?"
"Secara kehidupan, Tuan Neptunus berada jauh di atasnya, maksudku, gadis itu tidak bermanis-manis di hadapan Nyonya Bulan untuk membuat Nyonya Bulan menyukainya dan merestui hubungannya dengan Tuan Neptunus."
"Memang itu yang membuat Nyonya Bulan menyukainya, kan?"
"Ya, kurasa gadis itu pantas mendapatkan Tuan Neptunus, mereka adalah pasangan yang tepat untuk saling menutupi kekurangan masing-masing."
"Itu artinya tidak lama lagi Tuan Neptunus akan menikah dan membangun keluarganya sendiri, sementara aku belum bisa melupakan kelucuannya saat dia masih kecil, aku masih selalu terbawa suasana itu."
"Hahaha, sulit memang untuk percaya bahwa dia sekarang sudah berusia 23 tahun."
Hihi kemudian tertawa kecil.
***
Vega akhirnya selesai mengerjakan tugasnya dengan bantuan Nuansa yang sangat membantunya. Nuansa dengan cepat memahami pelajaran itu dan tidak mengalami kesulitan sama sekali dalam membantu Vega untuk menemukan jawaban yang benar dari soal-soalnya.
"Terima kasih, kak Nuansa. Kau sangat pintar, kau bisa mempelajari dan membantuku mengerjakannya hanya dalam waktu 20 menit saja, aku bahkan butuh waktu tiga bulan untuk memahami pelajaran ini, dan itu tiga bulan belum benar-benar membuatku bisa mengerjakan tugas dari pelajaran ini," kata Vega.
"Mudah saja jika kau membuang rasa bencimu pada Matematika. Aku pun sangat membenci Matematika, tapi untuk kondisi di mana aku harus mengerjakan soal-soal yang sangat sulit seperti ini, aku tidak akan berpikir hal-hal yang negatif tentang Matematika, aku mengatur pikiranku untuk memaksaku menyukai pelajaran ini, sehingga aku bisa mengerjakannya dengan sepenuh hati dan bisa mengerjakannya dengan mudah," ucap Nuansa.
"Wah, keren sekali tipsmu."
"Ya, dan aku merasa pusing sekarang," ujar Nuansa sambil membaringkan tubuhnya di ranjang Vega.
"Engh, hei, bagaimana dengan gurumu?" tanya Nuansa tiba-tiba.
"Guruku?" Vega merasa heran.
"Ya, yang hilang itu."
"Oh, dia sudah ketemu."
"Itu artinya paman Eugene sudah pulang untuk mencarinya?"
"Paman Eugene?"
"Ya."
"Tidak, dia belum pulang."
"Kau mengatakan pada Neptunus kalau kau akan menyerahkan hal itu pada paman Eugene, kan?"
"Waktu itu maksudku adalah untuk memintanya membantuku."
"Membantumu?"
"Ya, aku yang melacak keberadaan guru cerewetku itu."
"Kau?"
"Ya, kenapa?"
"Tidak, aku hanya bingung. Bagaimana?"
"Aku suka untuk menjadi Detektif seperti paman Eugene, aku sangat kagum padanya, jadi aku meminta ilmu tentang cara melacak padanya."
"Woah, kau juga mengaguminya, ya?"
"Tentu saja, dia adalah guruku dalam hal melacak, aku sudah sering berhasil untuk mengungkap hal yang masih menjadi misteri atau pun melacak sesuatu yang hilang, tapi biasanya aku akan berkonsultasi dulu ke paman Eugene, kami sering melakukan video call."
"Dan kau menemukan gurumu yang diculik itu?"
"Tentu saja, tapi ternyata dia hanya tersasar, bukan diculik."
"Tersasar?"
"Ya, dia baru saja pindah ke rumah barunya, tapi dia belum hafal dengan daerah-daerah di lingkungan tempatnya tinggal, jadilah dia tersasar sampai 70 kilometer jauhnya dari rumahnya."
"Astaga."
"Sangat menggelikan, bukan?"
"Ya. Tapi aku lebih fokus ke kau, kau berhasil menemukannya berkat bantuan paman Eugene yang hanya memandumu dari video call?"
"Ya."
"Wow, hebat. Kalau begitu aku juga ingin diajari oleh paman Eugene seperti kau."
"Maka tunggulah dia pulang."
"Aku jadi tidak sabar. Sejak kapan kau belajar padanya?"
"Sejak dia mulai dekat dengan ibuku, dia sangat baik dalam mengajar hal-hal seperti itu."
"Muridnya hanya kau?"
"Ya. Kau juga suka melacak dan mengungkap misteri, ya?"
"Bukan lagi, aku bahkan sempat bercita-cita untuk menjadi seorang Detektif."
"Well, aku sih hanya sekedar hobi dan untuk mencari ilmu tambahan."
"Tapi kau sangat keren bisa melacak jejak gurumu yang tersasar sangat jauh."
"Berterima kasihlah pada paman Eugene."
"Keren, keren." Nuansa tidak berhenti mengagumi Eugene yang belum dikenalnya, ia langsung berandai-andai bagaimana Eugene itu, bagaimana rupa dan karakternya yang sebenar-benarnya.
'Ini akan menjadi pengalaman yang luar biasa bagiku, tidak apalah jika Neptunus menyebalkan, setidaknya paman Eugene sangat mengagumkan,' batin Nuansa.