Dalam perjalanan menuju rumahnya bersama Nuansa, Neptunus mengajukan pertanyaan kepada Nuansa di dalam mobilnya.
"Kenapa kau tidak memberitahuku kalau kau tidak memiliki ponsel?"
"Hm? Untuk apa?"
"Tentu saja untuk mempermudah komunikasi kita."
"Kau tahu dari mana kalau aku tidak punya ponsel?"
"Aku menghubungi nomor yang kau cantumkan di iklanmu, tapi ternyata seorang perempuan bernama Fani yang mengangkatnya."
"Fani?"
"Ya, dia menceritakan semuanya padaku, bahkan juga letak rumahmu di gang itu."
"Jadi ... Apa yang kau ucapkan padanya pada saat pertama kali dia menjawab panggilanmu? Kau terlihat marah padaku, jadi kau pasti berbuat sesuatu yang mempermalukan dirimu sendiri di hadapan Fani."
"Kau, apa?!"
"Mengaku saja," goda Nuansa.
"Hei, jangan mengalihkan topik pembicaraan!"
"Ya, aku memang tidak memiliki ponsel, bahkan sejak remaja aku tidak pernah memiliki ponsel."
"Benarkah?"
"Ya, rencananya aku akan membelinya dari gaji hari pertamaku darimu."
Neptunus kemudian menghentikan mobilnya karena rambu lalu lintas menunjukkan lampu yang merah.
"Nah, ambil saja ini." Pria itu memberikan ponselnya yang satu lagi pada Nuansa.
"Apa-apaan ini?" ujar Nuansa. "Tidak, tidak, aku bercerita bukan untuk dikasihani, sudah kubilang, aku akan membelinya dari gaji hari pertamaku darimu."
"Ini baru kupakai dua bulan, keluaran tahun ini dan aku membelinya dalam keadaan baru, ambil saja."
"Tidak."
"Ambil."
"Aku bilang tidak!"
"Ambil atau kuculik kau."
"Kau tidak bisa menculikku."
"Kenapa?"
"Karena ... Karena aku adalah teman seorang Polisi."
"Dan Polisi itu menyukaimu, kan? Kau pasti meremukkan hatinya sampai hancur menjadi butiran debu. Dia tidak akan membantumu, sayang."
"Hei, yang ini adalah Polisi Wanita."
"Bohong, kau pembohong."
"Bagaimana kau bisa tahu?!"
"Kau baru saja mengatakan yang sebenarnya."
"Apa?! Engh? Grrrh!"
"Tetap tidak. Kau tidak akan memiliki ponsel jika kau memberikanku ponsel itu," lanjut Nuansa.
"Sebenarnya aku punya dua, yang ini jarang kupakai, jadi kurasa aku hanya butuh satu, makanya kubilang ambil saja," kata Neptunus.
"Benarkah? Coba lihat, mana yang satu lagi?"
"Tunggu sebentar." Neptunus lantas meraba-raba saku celananya, namun lampu merah kemudian berubah menjadi lampu hijau, memaksanya untuk menginjak gas tanpa sempat mengeluarkan ponselnya yang satu lagi.
"Aku tidak bisa mengambilnya saat menyetir seperti ini. Ini, ponselnya ada di saku kanan celanaku, ambil lah untuk meyakinkan dirimu sendiri," ucap Neptunus.
Nuansa lalu menuruti perkataan Neptunus. Ia pun lalu berusaha meraih ponsel Neptunus yang berada di dalam saku celana pria tersebut.
Karena Nuansa memakai sabuk pengaman, hal ini menyulitkannya untuk mengambil ponsel itu, terlebih lagi tangannya tidak terlalu panjang, jadi gadis tersebut agak kesulitan, ditambah lagi Neptunus menaruh ponsel yang dimaksudnya di saku kanannya, jadi dengan posisi setir yang berada di kanan, tentu saja saku kanan Neptunus berada sangat jauh dari Nuansa yang sedang berusaha keras untuk meraihnya sekarang.
"Awas, jangan sampai kau sentuh rudalku," kata Neptunus.
"Huh? Rudal?" Nuansa tampak bingung. "Astaga!" Gadis itu baru menyadari bahwa kini posisi tangannya sangat dekat dengan rudal alias kemaluan Neptunus.
"Tidak apa, lanjut saja, selama kau tidak menyentuh rudalku tidak ada masalah."
"Hei! Aku bahkan tidak terpikir untuk melakukan hal sejorok itu!"
"Siapa tahu kau lagi ingin sosis, kan?"
"Sosis?"
"Kenapa kau menggunakan bahasa-bahasa samaran seperti itu?! Untung saja aku mengerti walaupun aku butuh waktu!"
"Jadi kau ingin aku langsung menyebutnya p****, begitu?"
"Hei, tidak sevulgar itu juga!"
"Tapi itu bukan bahasa samaran, kan?"
"Kau! Argh!" Nuansa lantas memilih mengalah dan lanjut berusaha untuk meraih ponsel yang dimaksud Neptunus tadi. Namun tanpa disengaja, Nuansa menekan 'rudal' Neptunus menggunakan sikunya. Hal ini tentu saja membuat Neptunus kesakitan karena siku Nuansa sangat runcing.
"Pelecehan seksual!!" teriak Neptunus.
"Apa?!" Nuansa ikut berteriak karena terkejut, tapi ia sudah mendapatkan ponsel Neptunus.
"Kau menyentuh rudalku, bahkan dengan siku runcingmu, dan kau menekannya, menjadikannya sebagai tumpuan utama tubuhmu."
"Benarkah? Tapi aku tidak merasakannya."
"Kau melakukannya tadi, Nuansa! Itu sangat sakit!"
"Astaga, maaf, aku tidak sengaja."
"Ini sangat sakit, benar-benar sakit, ouch huhu." Neptunus bertingkah layaknya anak kecil.
"Sini, biar aku lihat," ucap Nuansa.
Ia tidak sadar dengan apa yang diucapkannya, gadis itu hanya secara spontan mengucapkan hal tersebut karena Neptunus mengeluh sakit, tapi Nuansa tampaknya lupa pada bagian mana.
"Benarkah? Wah! Dengan senang hati," sambut Neptunus.
Nuansa lalu tersenyum, dan entah kenapa dirinya justru hampir saja membuka kancing dan resleting celana Neptunus. Tangannya sempat berada pada jarak 5 cm dari 'rudal' Neptunus.
"Astaga! Ya Tuhanku! Apa yang hampir saja kulakukan?!" Nuansa akhirnya tersadar, untung saja pada saat yang tepat, karena ia belum sempat menyentuh 'rudal' tersebut.
"Hahahahahaha." Neptunus lantas tertawa dengan sangat geli melihat tingkah Nuansa.
"Diam kau! Kau benar-benar tidak waras!"
"Hahaha, ok, ok, itu sangat menggelikan, kau tahu."
"Tidak! Itu menjijikkan!"
"Hahaha. Baiklah, sekarang kau mendapatkan buktinya, aku punya dua ponsel."
Nuansa lantas menatap kedua ponsel Neptunus itu, dan menerima yang diberikan kepadanya.
"Terima kasih," ucap Nuansa.
"Sama-sama, lain kali jika kau ingin benar-benar melakukannya tidak apa-apa," ujar Neptunus.
"Untuk ponsel ini, bodoh!"
"Hahaha, aku tidak akan memperingatkanmu sekarang, kau pantas memakiku seperti itu."
"Kurasa selalu pantas."
"Hei!"
"Ok, ok, terima kasih sekali lagi."
"Sama-sama."
Nuansa lalu menyalakan ponsel Neptunus yang diberikan kepadanya. Ketika menyala, gadis itu terkejut setengah mati karena wallpaper di layar utama adalah karakter anime perempuan yang nyaris telanjang.
"NEPTUNUS, DEMI TUHAN, APA INI?!" kata Nuansa sembari menunjukkan gambar tersebut pada Neptunus.
"Astaga! Aku lupa! Ponsel ini berisi koleksiku tentang gambar-gambar sejenis ini!" seru Neptunus.
"APA?!"