Dihadapan Wuli saat ini terlihat pintu batu dengan mural padat yang terukir pada permukaan batu tersebut. Tak satupun huruf dalam tulisan di dinding pintu batu itu Wuli mengerti, namun ada rasa keakraban samar dalam benaknya. Aneh.
Beberapa jam lalu Wicagha mendorongnya ke tempat ini dengan iming-iming tanaman obat langka, namun setelah sampai Wuli tak bisa tidak marah dan meremas jari - jarinya seakan bisa melumat ekor makhluk licik itu, tak ada apa - apa di sini, hanya batu, ya batu dan satu gua dengan pintu batu dan tulisan aneh yang tak dapat dipahaminya.
"Apa ini tanaman obat langka yang kau maksud makhluk kecil?" Wuli mengucapkan tanya dengan suara berat dan tertekan. Berharap dia tidak memukul makhluk kecil itu menjadi daging cincang.
'Sepertinya emosinya juga sedikit buruk', gumam Wicagha, makhluk kecil ini memang meminta pemukulan, kalau saja dia tahu nasib binatang di Bukit Tersembunyi yang sudah memprovokasi Wuli.
"Ehm, Hem, sebenarnya memang ada tanaman obat...." sebelum Wicagha selesai dia sudah diinterupsi Wuli terlebih dahulu, "Mau menipu lagi? Hah? Kau tahu apa yang terjadi dengan binatang yang suka menipu? Biar kuberitahu...." Wuli mengucapkannya dengan intonasi yang seakan menegaskan kembali bahwa hal - hal yang akan dilakukan selanjutnya adalah hal yang tak bisa dibayangkan. Hal menakutkan, setidaknya untuk para binatang itu. Hehehe
" Iya, aku juga tidak akan membohongimu, ada tanaman berharga bila kau berhasil mengambil sesuatu di dalam sana", Wicagha menunjuk ke dalam pintu batu bermural aneh itu.
"Apa kau yakin?" tegas Wuli sekali lagi. Setengah percaya dan setengah meragukannya. Makhluk kecil ini benar - benar menipu terlalu banyak, berapa kali dia dianiaya seperti ini (emoticon pasang tampang melas). "Apa yang ada di dalam sana selain tanaman obat harta itu?". Wuli hanya bisa mengikuti keinginan Wicagha, dihitung hitung dia menghabiskan waktu di sini juga boleh, karena dia benar-benar tidak tahu jalan keluar dari tempat ini.
"Itu adalah warisan"
"Warisan? semacam artefak atau harta karun?" setelah mengucapkan kata - kata itu Wuli mendekati pintu batu, mengulurkan jari - jarinya untuk menyentuh mural diatasnya.
"Yah...semacam itu, itu juga tergantung keberuntunganmu, namun mungkin kau bisa mendapatkannya" mengingat kau benar - benar membuatku tertarik, pikir makhluk kecil itu dengan bangga. Dia juga tidak tahu apa yang membuatnya teratrik pada gadis kecil ini, seolah dia memang sudah seharusnya begitu, tak ada alasan.
"Lalu bagaimana caranya aku bisa masuk?" tanya sekali lagi.
" Teteskan darahmu di pusatnya, kau akan tahu setelah itu", "ayo, ayo cepat!" Wicagha sangat antusias dan tanpa sadar mendesaknya.
Wuli berpikir itu aneh, seperti dia masuk jebakan saja. Dan tanpa bicara menoleh pada Wicagha yang saat ini memiliki wajah penuh antisipasi.
"Apa kau sedang menunggu domba masuk ke sarang harimau, sayang kecilku?" Wuli menatapnya dengan kilatan licik dan tajam. Membuat Wicagha langsung terkesiap dan merasa bersalah. Tapi dia tidak mau menunjukkannya di wajahnya, dengan tampang sepolos mungkin dia menengadahkan wajahnya yang imut se-imut mungkin dan berkata, "Kita sudah membuat janji darah, jadi bagaimana bisa aku mencelakaimu!? Itu benar, di sana memang ada harta karun, dan itu seharusnya kau dapatkan", wajah kecil itu benar - benar.....imut. Hah!!
Wuli tidak memperhatikan kalimat Wicagha yang 'seharusnya kau dapatkan' dan fokus tentang ada tidaknya harta karun disana. Setelah berpikir sebentar itu masuk akal. Namun yang tidak dikatakan Wicagha adalah setelah memasuki pintu itu bahaya apa tidak disebutkan, bahkan Wicagha tidak tahu, dia hanya tahu bahwa didalam sana ada hal yang harus Wuli ambil, bahkan sangat ingin untuk segera mendapatkannya, bahaya atau tidaknya dia akan dapat melindunginya, karena dia adalah binatang penjaga, ' karena aku adalah penjagamu' gumamnya dalam hati.
Tanpa menunda lebih lama lagi Wuli meneteskan darahnya pada mural tersebut, itu hanya setetes tapi sesaat kemudian apa yang terjadi seakan seperti keajaiban. Cahaya jingga menyebar dari mural itu, dari kecil dan semakin besar, semakin luas dan cahayanya lebih terang menyilaukan dan terasa hangat, ya hangat. Ini adalah hal yang dirasakan oleh Wuli.
Wuli tidak memperhatikan ekspresi yang ada pada Wicagha saat ini yang fokus penuh nostalgia dan ibadah, ya dia terpesona oleh energi yang keluar lebih tepatnya energi yang menyusup keluar dari pintu setelah Wuli mengaktifkan murall itu dengan setetes darahnya.
Benar, itu dia !
Pewaris !
Yang ditakdirkan!
Namun kemudian ekspresi itu menghilang digantikan dengan sikap yang bermartabat. ' Aku kan melindungimu, Tuan' tekad Wicagha dalam hati.
Wicagha berusaha menyeret Wuli untuk segera masuk seakan - akan cahay itu adalah pintu masuk, dan cahaya jingga itu memang pintu masuk menuju tujuan berikutnya dari Wuli. Sunnguh aneh bahwa seekor binatang kecil mampu menyeret Wuli yang seorang manusia bahkan lebih besar dari tubuh kecilnya itu. Menandakan kekuatan makhluk kecil ini tidaklah kecil sama sekali.