Chereads / Dun Hill / Chapter 10 - jejak luka

Chapter 10 - jejak luka

aku menggendong lily menuju gereja dengan kedua tanganku, tidak ada seorang pun yang berhak menghakimi kekurangan seseorang, meski mereka malaikat sekalipun. dalam dekapanku lily menangis tersedu-sedu dan menyalahkan dirinya sendiri. aku mendekapnya erat, mencium keningnya dan mencoba menghapus air matanya. pengantinku adalah wanita tercantik dunia, matanya indah kulitnya kemerahan dan rambut merah terurai. bagiku lily adalah belahan jiwaku, cinta pertamaku dan semangat hidupku.

dalam gereja bapa daniel sudah menunggu kami, sedari tadi ia terus mengawasi dari jauh. ia melempar senyum hangat dan merangkulku masuk ke dalam gereja.

"anaku berbahagialah wanitamu memiliki lelaki sepertimu"

"tidak bapa seharusnya aku yang berkata seperti itu, harusnya aku yang berbahagia memiliki wanita secantik lily"

"semoga tuhan selalu memberkatimu"

aku sangat yakin bapa daniel sangat mengerti penderitaan yang kami lalui dan mengapa ia selalu berusaha membuat aku bersemangat.

proses konseling pra nikah ini sangat penting untuk aku dan lily. disini bapa daniel mengajarkan bahwa hanya kematianlah yang dapat memisahkan kami. bapa daniel berkata tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan tidak satupun orang yang dapat menolak takdir, tidak satupun orang yang bisa menentukan apa yang menjadi masa depanya. manusia hanya bisa berusaha dan tidak bisa merubah kehendak tuhan. kematian, jodoh dan kelahiran adalah hal yang tidak bisa kita rencanakan.

akhirnya konseling pra nikah selesai dan kami bergegas pulang karena hari semakin sore, aku ingin segera pulang dan makan. aku sangat sangat lapar. hari ini sangat menguras tenagaku terutama tadi pagi. ingin sekali rasanya ku tinju mulut orang-orang yang sudah berani menghina lily.

secepat mungkin aku pacu kereta kuda agar aku tiba dirumah lebih awal, hari ini aku lelah aku ingin makan lalu tidur dipangkuan lily. jarak gereja pole lounge dan dun lounge memakan waktu 3 jam. harusnya dengan kecepatan ini aku akan sampai lebih awal satu jam. ini musim gugur dan dan suhu mulai turun drastis jadi aku harus berhati-hati agar tidak sakit.

tibalah kami dirumah lebih awal seperti perkiraanku, hari sudah gelap dan bibi evhe bergegas ke dapur untuk memasak makanan. aku menuntun lily masuk ke kamarnya untuk berganti baju. "ah.. aku selalu berdebar saat mengganti bajunya"aku melepaskan satu demi satu baju yang melekat di tubuhnya, tanganku bergetar nafasku memburu. kulitnya sangat halus bahkan aku hampir tidak sanggup lagi mengganti bajunya.

"rowan apakah kau baik-baik saja? "

"ah iya tidak, aku tidak apa-apa"

"apakah kau benar tidak menyesal menikahiku yang buta ini? "

"aku mencintaimu sejak kecil dan memimpikanmi menjadi istriku sejak kecil juga dan untuk apa aku menyesali impianku sendiri? "

"bukankah aku hanya membuatmu susah dan tidak hanya merawatku kau juga harus menuntunku seumur hidup" lily mulai terisak-isak

"tidak hanya merawatmu dan menuntunmu tapi aku akan menggendongmu sampai kita tua. taukah lily bukan karena rasa bersalahku aku menikahimu tapi aku mencintaimu, aku menginginkanmu. bahkan aku tidak akan perduli jika semua orang mencercamu dan membuat aku seolah menjadi pengantin paling sial"

aku memeluknya erat mencium keningnya dan mulai mengganti seluruh pakaian lily dengan cepat. ini adalah sebuah kebahagiaan buatku merawat seorang yang aku cintai dengan tanganku. memastikanya selalu cantik dan tersenyum membuat aku lupa aku telah kehilangan kedua orang tuaku.

kugendong tubuhnya ke perapian dan bibi evhe mengantarkan kami sup hangat dan roti. seperti waktu kecil aku berjanji akan menyuapinya setiap hari dan bahkan seumur hidupku aku akan melakukan hal ini. mungkin bagi orang lain ini memuakan tapi membuat wanitaku bahagia adalah sebuah keharusan karena aku mencintainya. sobek demi sobek roti aku suapkan ke mulutnya, ah tanganku menyentuh bibir mungilnya seluruh tubuhku bergetar rasanya darahku mendidih. sesaat kuhentikan suapan makanan ke mulutnya dan mendekati bibirnya, kupegang pipinya kudekatkan bibirku, sedikit demi sedikit nafasku mulai memburu dan akhirnya bibirku akan menyentuh bibirnya.

"ehem.. ehem.. "

dan semua usahaku gagal mencoba mencium lily. aku hanya bisa tersenyum kecut saat bibi evhe ikut duduk dan menyelesaikan menyuapi lily.

"halo mr rowan bukankah harusnya kuda-kuda itu kau kembalikan ke kandangnya"

"hehe iya maaf bi, aku lupa"

"biar aku menjaga lily untukmu, tenang aku akan menyuapinya untukmu, pergilah"

padahal hanya satu kecupan dan lagi-lagi gagal, aku tertawa terbahak-bahak diluar sambil melepas tali kuda dari kereta dan memasukkan mereka satu persatu. semoga saja ini pertanda bahwa aku harus menjaganya sampai hari pernikahan tiba.