Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Scenery, sexy & stigma

🇮🇩itsme_rin97
--
chs / week
--
NOT RATINGS
22.2k
Views
Synopsis
kenganjilan yang dimiliki tae menjerumuskan ae rin-sji pada sebuah lubang hitam, yang membuatnya harus berjanji sehidup semati?
VIEW MORE

Chapter 1 - i still wonder

Suara berisik dari kendaraan bermotor yang berlalu lalang hampir membuat nyali seorang gadis menciut karena takut, aerin berdiri di pembatas jalan menuju zebracross. Ia dan puluhan orang disekitarnya sama sama menunggu untuk menyebrang.

Aerin mengenggam erat tas tangannya, ia gugup untuk memulai semuanya.

Tanpa ia sadari orang disekitarnya sudah bergerak maju dan menyebrang, beberapa kali orang-orang menabrak bahunya dan menginjak sepatunya hingga membuatnya kaget dan sadar.

"astaga" rutuknya, ia berjongkok membersihkan sepatunya lalu kembali menyebrang.

Korea memang sangat ramai dan mengerikan bagi gadis baru seperti aerin. Hari ini ia akan memulai kelas pertamanya dalam belajar bahasa asing di korea, dan aerin benar benar ia tidak mengenal satu pun manusia di korea.

Aerin menunggu di halte dengan beberapa orang korea lainnya, aerin menundukkan kepalanya. Ia takut jika nanti akan ada yang menyapa atau mengajaknya berbicara dalam bahasa korea. Karena ia belum fasih.

Bis ia tunggu pun tiba, orang orang berbondong masuk dan berebut kursi dan sialnya aerin ia mendapat kursi bagian belakang bersebelahan dengan pria tua yang bertumbuh gempal.

"ingin pergi ke sauna?" pria itu bertanya dalam berbahasa korea.

Aerin menekan kuat tas tangannya, ia mencoba berpikir apa yang pria itu katakan padanya. Ia mengingat-ingat kosa kata yang pernah ia baca dan ia dengar sebelumnya

Lama ia berpikir setelah akhirnya memutuskan untuk menjawab.

"tidak, aku akan pergi ke kelas berbahasa asing" jawab aerin dengan tergagap gagap.

Pria tua itu tertawa hinga matanya menyipit

"kau seorang pendatang?" tanya pria itu lagi.

Aerin mengangguk sambil tersenyum pahit

"wah, wajahmu sangat mirip warga lokal. Aku tidak akan mengetahuinya jika kau tidak tergagap gagap" pria itu kembali tertawa.

"selamat datang di korea nak, negara para namjachingu impian gadis sepertimu" ujar pria itu lagi.

Aerin hanya menyeringai. Pria tua itu tampak sangat bugar dengan tongkat di tangannya, kerut diwajahnya menunjukan usianya sudah lebih dari setengah abad.

Aerin berhenti setelah melewati dua halte, ia berjalan menuju tempat dimana kelasnya akan dimulai. Dan disinilah aerin sekarang di kelasnya bersama orang-orang korea dan beberapa wanita dan pria khas eropa yang sudah berusia 40an.

Aerin mengambil tempat duduk di pojok kanan dinding barisan kedua, karena hanya tempat itu yang tersisa. Didepannya tepat seorang pria asing berambut abu abu gelap berwajah asia, terlihat seperti warga Thailand atau sebagainya.

Suasana kelasnya dominan diisi oleh beberapa orang yang berusia selisih 3-4 tahun darinya, dan jenis kelamin dominan perempuan-wanita, jadi sedikit berisik karena ini kelas pertama dan mereka semua sibuk berkenalan dan menyapa dengan berbagai bahasa.

Aerin membuka tasnya dan mengeluarkan buku-buku, kamus beserta ponselnya, ia memilih menyibukan diri dengan membaca dengan mendengarkan lagu dari headseatnya selagi menunggu kelas dimulai.

Dengan rambut yang tak terikat aerin membaca dan tenggelam dalam alunan musik yang ia putar, hingga ia tidak menyadari di pojok kiri belakang seseorang memperhatikannya.

Kelas dimulai dengan tenang dan damai, guru yang mengajar kali ini seorang wanita dengan kacamata bulatnya. Ia mengajar dengan baik dan ramah, terlihat dari pakaiannya yang berwarna cerah dan rapi.

Tak ada tugas berat, hanya ada perkenalan secara begantian dan bertukar nomor ponsel dengan teman baru. Ae rin bertukar nomor ponsel dengan pria asia yang ia tebak dari thailand, pria itu yang meminta.

"nomor ponselmu" pria itu menyodorkan ponselnya kepada aerin tanpa menatapnya. Poni abu-abunya hampir menutup matanya.

Aerin mengambil ponsel pria itu dan memasukkan nomornya dan memberikan kembali ponsel itu.

"kau tidak ingin menyimpannya" pria itu berbahasa inggris dengan fasih. Ia kembali menyondorkan ponsel miliknya

"oh, maafkan aku"

Aerin merutuki kebodohannya, tentu saja pria itu tidak tau namanya jadi bagaimana ia bisa menyimpannya.

"K-ae-rin" pria itu mengeja nama yang tertera di ponselnya setelah aerin memberikan kembali padanya.

"kau bisa memanggilku aerin" sela aerin sambil tersenyum

Pria itu kembali menghadap ke depan, ia duduk dengan benar sambil mengutak atik ponselnya. Aerin ingin memanggilnya tapi ia tidak tahu siapa namanya, jika memanggil dengan hei itu akan terdengar tidak sopan di korea.

Ponsel aerin berdering, terdapat panggilan masuk dari nomor tak di kenal. Pria itu menoleh ke arah aerin.

"chittapon leechaiyapornkul" ujarnya tiba-tiba

Aerin mengangga, tak paham apa maksudnya.

"itu namaku, kau bisa memanggilkun lee-cha" ujarnya lagi.

Aerin tersenyum masam, lalu mengangguk.

Ia menuliskan nama pria itu untuk ia simpan dikontaknya, tapi aerin kesulitan ia tidak bisa mengeja dengan benar. Berkali kali ia mengetik dan menghapus, nama itu terdengar sangat sulit untuk di tulis dengan abjadnya.

"aihh" aerin merutuk.

Pria di depannya itu bangkit mengambil tasnya, ia beranjak akan pergi namun segera aerin menahannya.

"permisi, lee--  chh, aih namamu. bisakah kau mengetiknya dalam latin inggris" pinta ae rin

Pria itu menghela nafas berat "kau bisa mengetik angka 10?" tanya pria itu.

"hah ?" aerin bingung

"10. Itu nama panggilanku" ucap pria itu lalu pergi.

Aerin menatap ponselnya dan mengetik Angkan 10 dengan abjad.

"T E N"

Setelah selesai mengemas buku-bukunya aerin keluar dari kelasnya setelah menyapa beberapa gadis yang masih tinggal di kelas itu.

"hei, permisi" suara seorang gadis berbahasa korea menghentikan langakahnya dan menoleh.

"ya" sahut aerin dengan bahasa korea.

Seorang gadis korea dengan poni tipis itu berdiri dihadapan aerin sambil mengenggan ponsel

"kita bisa bertukar nomor ponsel ?" tanya gadis itu.

Aerin diam, ia tak mengerti.

"maaf, bisakah kau berbahasa inggris" pinta aerin

"oh, maaf aku kira kau bisa berbahasa korea" sahut gadis itu, ia menggunakan bahasa inggris dengan baik.

Aerin tersenyum menyikapinya

"aku hanya ingin bertukar nomor ponsel" ujar gadis itu.

"baiklah" taerin memasukan nomor ponselnya dan menyimpannya dengan nama aerin.

"aerin ?" gadis itu membaca nama dikontaknya

Aerin mengangguk

"ae rin terdengar sangat bagus, itu nama koreamu mulai sekarang" ucap gadis itu lagi

Aerin diam, ia memperhartikan gadis itu yang tersenyum ramah.

"berupa usia mu" tanya aerin

"22 tahun" jawabnya cepat. Aerin mengangguk

Ponselnya berdering di dalam tas. Aerin bergegas mengambilnya.

"itu nomorku, kau bisa menyimpannya dengan nama yeon so-ah"

Aerin mengangguk.

"kalau begitu sampai jumpa di kelas selanjutnya ae rin" gadis itu pergi meninggalkan aerin.

"ae rin ? " aerin menggumamkan namanya yang sesikit di permak oleh kenalan barunya.

Aerin hendak berbalik menuju pintu tapi pandangannya tertuju pada seorang pria dengan kemeja putihnya tertidur dengan lelap, aerin menoleh ke kiri dan kanan. Dilihatnya tidak ada lagi peserta yang akan mengisi kelas, ia kemudian menghampiri bermaksud ingin membangunkan namun pria itu sudah bangun lebih dulu. Lebih tepatnya hanya membuka mata tanpa mengangkat kepalanya. Aerin terpaku sebentar, ia mengangumi pria itu.

Pria itu menatapnya datar tanpan mengalihkan pandangannya dari aerin.

"maaf, aku hanya ingin memberitahu kelas sudah selesai dan sebentar lagi peserta di jam siang akan mengisinya" aerin menjelaskan dengan gugup.

Pria itu tak bergeming, ia masih menatap datar aerin dengan diam. Tatapannya kosong menatap seolah masih berada di alam mimpi.

Matanya tidak terlihat lelah, ia terlihat seperti warga korea dengan mode rambut dan garis wajahnya yang khas.

"kalau begitu aku akan pergi, dah" aerin berbalik dan melangkah cepat keluar kelas.

Aerin duduk di halte bis, wajah pria itu masih membekas di pikirannya. Entah apa yang merasukinya hingga sempat mengagumi pria yang tak dikenal itu.

Tiba tiba aerin teringat perkata pria tua yang satu bis dengannya tadi pagi.

"selamat datang di korea nak, negara para namjachingu impian gadis sepertimu"

Aerin mengerutkan dahinya

"wah, apa itu bentuk nyata oppa korea ?. Aku benar-benar melihatnya di korea sekarang" gumam aerin.

Aerin berjalan menuju rumah sewanya setelah menempuh dengan bis selama 1 jam lamanya. Aerin singgah pada sebuah cafe sederhana untuk membeli minuman.

"ingin pesan apa ?" pelayan itu bertanya dalam bahasa korea, aerin tau yang pelayan itu katakan karena ia sering menonton drama dan perkataan pelayan itu sama dengan apa yang ia tonton sebelumnya.

Aerin membaca papan menu sebentar, semuanya bertuliskan huruf hangeul korea.

"yang itu dan yang itu" tunjuk erin.

Pelayan itu kebingungan "maaf ?"

"aku tidak bisa berbahasa korea, bisakaha kau berbahasa inggris" ujar aerin.

Pelayan itu mengaruk tengkuknya.

"aku rasa kau tidak bisa" aerin menggumam.

Pelayan itu hanya menunduk.

"astaga aku benar-benar kehausan" rutuk aerin.

Tak ada yang bisa membantunya, tidak ada pelayan lain. Hanya ada beberapa pengunjung warga lokal.

Aerin mengeluarkan ponselnya lalu membuka aplikasi terjemahan, lalu ia mengetik yang ia inginkan dalam. Kali ini tidak mungkin pelayan itu tidak bisa membaca.

Aerin menunjukan ponselnya pada pelayan itu, dan pelayan itu membacanya.

"aku ingin memesan yang tertera pada menu sebelah kiri no 2 dan kanan no 3. dibungkus saja".

Setelah membacanya  pelayan itu tersenyum lalu membungkukan badanya.

Aerin menunggu sambil membaca beberapa kosa kata korea lewat ponselnya. Ia begitu fokus hingga tak menyadari seseorang yang berdiri tepat di sebelahnya tengah mengamatinya.

"kau belajar tidak mengenal tempat ya" ujar ten.

Aerin tersentak kaget, ia hampir menjatuhkan ponselnya.

"astaga, kau--"

Ten tersenyum ramah.

"apa kediaman mu disekitar sini ?" tanya ten.

Aerin mengangguk.

Ten memanggil pelayan.

"aku ingin memesan es kopi latte dengan sandwich tanpa bawang bombay" ten meminta dengan bahasa korea.

Pelayan itu mengangguk lalu pergi

"kau bisa berbahasa korea ? " tanya aerin

"sedikit" jawab ten."kau ?"

"1%" aerin melenguh.

Pelayan itu kembali membawa pesanan aerin.

Aerin menerimanya lalu memeriksa dompetnya

"biar aku yang bayar" ten mengeluarkan dua lembar uang lalu memberikannya kepada pelayan.

"aku akan menggantinya nanti" ucap aerin. Ten hanya menyeringai.

"kenapa jauh-jauh kekorea" tanya ten.

"maksudnya ?"

"kau orang asia bukan ?, kenapa belajar sejauh ini ? "

Aerin menyeruput minumannya "ya, hanya ingin"

"hanya ingin ? " ulang ten. Aerin mengangguk

"ah, kau orang pertama yang tidak beranggapan aku warga lokal" ucap aerin.

"itu, aku mengira kau warga lokal sebelumnya tapi setelah bertukar nomor ponsel tadi pagi aku sadar kau bukan warga sini"

Aerin mengerutkan keningnya

"bagaimana ? "

"kau bahkan tidak bisa mengeja namaku, apalagi menulisnya" ten terkekeh.

"lalu kenapa kau memintaku membuat namamu menjadi 10, aku hanya minta kau mengetiknya dalam latin inggris"

"tak perlu, lagi pula ten lebih bagus untuk kau ingat"

Pelayan itu kembali lagi kalu ini membawa pesanan milik ten, ten kemudian membayarnya.

"ingin ku ajak berkeliling ? " tawar ten

Aerin berdecih "kau bisa saja menculikku, aku bahkan tidak mengenalmu" aerin keluar lebih dulu

"dasar wanita" gerutu ten

Ten dan aerin berjalan jalan di salah satu taman kecil milik korea, setelah pemaksaan yang dilakukan akhirnya aerin mau di ajak berkeliling.

"bahkan setelah bertukar nomor ponsel pun kau tidak menganggapku teman ?" tanya ten.

"menjadi teman harus melewati proses, tidak semua yang kau tahu namanya bisa kau sebut teman" aerin menjelaskan.

"aku mengerti"

Aerin tersenyum mengejek.

"dari mana asalmu ?, kau juga berwajah asia"

"aku ? " ten menunjuk dirinya. Aerin mengangguk kesal

"apa tebakanmu ?" tanya ten.

"thailand ?" jawab aerin cepat. Ten mengangguk

"kau sudah lama belajar bahasa korea ?" tanya aerin lagi

Ten terkekeh "wah lihat ,kini kau tertarik untuk menjadikanku temanmu ? "

"aih, yang benar saja aku hanya bertanya" sanggah aerin tak terima

"aku sudah lama di korea hampir 3 tahun"

Aerin menatap tak percaya

"benarkah, kau disini untuk apa ?"

"belajar dan bersenang-senang" ten menjawab dengan santai

"aih kau pria kaya yang sombong" ejek aerin

"terserah, apa katamu yang penting aku senang"

Ten mengajak aerin membeli eskrim di sebuah minimarket, aerin menghabiskan eskrimnya dengan lahap bahkan setelah menghabiskan 2 eskrim sekaligus. Ten terperangah melihat kelakuan rakus yang dimiliki aerin.

"wah, kau begitu mencintai eskrim" komentar ten. Aerin hanya tersenyun menanggapinya.

"ngomong-ngomong kapan kau tiba di korea" tanya ten.

Aerin berpikir sejenak

"satu minggu yang lalu, dan aku sangat kesulitan" jawab aerin

"benarkah ?,  apa yang terjadi ? " ten antusias

"aku melewati masa sulit, menukar mata uang, mencari perumahan yang bisa aku sewa dengan harga murah dan harus sudah mempunyai perabotan, makan sambil menterjemahkan yang ingin aku katakan"

"kau tidak bertemu dengan orang-orang yang bisa berbahasa inggris ? " tanya ten lagi

Aerin menggelengkan kepalanya

"tidak, mereka semua beranggapan aku warga lokal"

Ten terkekeh mendengar penuturan aerin.

"lalu kau disini, sendirian".

Aerin mengangguk, mengiyakan.

Aerin dan ten hampir menghabiskan 2 jam berkeliling di seoul, ten mengajaknya kewahana permainan dan beberapa tempat bersejarah.

"terimakasih sudah mengajakku berjalan-jalan" ucal aerin sambil membungkuk kan tubuhnya

"fasihkan dirimu untuk berbahasa korea disini" ujar ten.

Aerin mengangguk. Ten memberhentikan sebuah taksi, lalu membukakan pintunya untuk aerin.

"masuklah, kau lebih baik pulang dengan taksi katakan saja dimana alamatmu pada supir"

Aerin menatap ten sebentar, lalu masuk ke dalam taksi.

"sampai jumpa besok di kelas ae rin-sji" ten melambaikan tanganya.

Aerin tersenyum sambil melambai.

Aerin telah tiba di kediamannya, ia langsung mandi dan menganti bajunya dengan piama. Ia mengecek ponselnya sebentar lalu ada melihat ada pesan masuk dari yeon so.

"ae rin-sji aku ingin mengajakmu bergabung minum bir dan ayam di rumahku"

Aerin segera membalasnya

"aku lelah yeon so-ah, lain waktu aku tidak akan melewatkannya"

"baiklah, aku tidak memaksa. Istirahlah ae rin-sji"

"Korea tidak buruk, cukup menyenangkan untuk hari" gumam aerin.

Ia merebahkan tubuhnya di kasur lalu tertidur karena lelah berjalan seharian.

Hari baru telah dimulai, aerin memulai semuanya dengan damai. Ia mendapat kursi terbaik di bis dan tidak ada yang menabrak bahunya ataupun menginjak sepatunya pagi ini. Kelas hari ini pun baik, tidak terlalu berisik jika ia menyumbat telinganya dengan headset.

Kali ini pembimbing meraka  seorang wanita bertubuh gemuk dengan makeup tebal dan baju berwarna nyentrik. Wajahnya terlihat sangar jika di perhatikan lebih dalam.

Benar saja pembimbingnya itu sangat mengerikan, ia meminta peserta kelas pagi ini membuat pidato dengan bahasa korea dan harus di serahkan 1 minggu kedepan. Tugas yang membunuh bagi aerin yang buta huruf korea. Ia bahkan belum mempelajari dasar-dasar huruf korea bagaimana bisa ia membuat pidato.

Ten yang duduk di depan aerin menoleh, ia memperhatikan raut wajah kaget aerin.

"hei tenang, kau punya aku" ten menenangkan, ia tau kekhawatiran yang aerin rasakan.

Aerin melirik ten sekilas. "kau sangat baik"

Ten terkekeh, lalu kembali memperhatikan penjelasan pembimbingnya.

Pria di pojok kanan akhir itu masih memperhatikan aerin, kali ini ia memandang aerin lebih lama tanpa sepengetahuan aerin.

Setelah kelasnya usai, ten mengajak aerin kembali berkeliling korea. Kali ini aerin menolak tegas karena ia benar benar masih lelah, jika harus berjalan kaki lagi.

"ten, kakiku masih pegal" aerin mengeluh

"kau tidak akan melihat cantiknya korea jika terus mengeluh, bodoh" ten memukul pelan kepala aerin.

Tiba tiba yeon so keluar dari pintu kelas dan menabrak ten yang berdiri tepat di depan pintu.

"aw, ma-maaf" ujar yeon so sambil mengusap kepalanya.

"yeon so kau tidak apa" ucap aerin khawatir, ia membantu yeon so berdiri.

"tidak apa-apa" sahut yeon so, ia meringis saat merasakan sikunya sedikit tergores.

"kau terluka" aerin mengingatkan.

Ten menarik aerin menjauh dari tubuh yeon so.

"itu hanya luka kecil dia tidak apa-apa"

Aerin memukul bahu ten, kesal.

"dia terluka karena  menabrakmu yang berdiri di depan pintu, kau menghalangi jalannya" aerin mengomel.

"sudahlah ae rin, aku tidak apa-apa. Aku memang tidak melihat jalan di depanku" yeon so menyela.

"lihatkan, aku tidak salah" ten membela

"ya, bagaimana kau bisa melihat jalanmu jika dia menghalangi jalanmu" ujar aerin pada yeon so.

Ten menarik aerin, ia membawa gadis itu pergi dengan cara menyeretnya.

"kau begitu cerewet" rutuk ten.

"hei lepaskan aku" aerin merontah-rontah

"aku akan menghubungimu nanti, sampai jumpa yeon son" aerin melambai ke yeon so.

Yeon son tersenyum.

Ten mengantar aerin pulang kerumah dengan mobil mewahnya, ten membatalkan kegiatan berkeliling seoul karena aerin tidak ingin berbicara dengannya jika ia tidak membawa aerin pulang kerumahnya.

Aerin membuka sabuk pengamannya setelah mobil ten berhenti tepat di sebrang jalan menuju rumahnya.

"kau masih marah ?,  bahkan setelah aku mengantarmu pulang" tanya ten. Ia memperhatikan aerin yang kesulitan membuka sabuk pengaman, lalu ia membantu aerin membukakannya.

Aerin melototi ten, ia masih marah.

"aih, dasar gadis ini" rutuk ten.

Aerin turun dari mobil dan menutup pintu, ia masih mempertahankan wajah masamnya saat berhadapan dengan ten.

"sama-sama, pulanglah" ucap ten.

Aerin berbalik dan pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun. Ten tersenyum sinis

Aerin bergegas mengambil ponselnya dari dalam tas, ia duduk di atas ranjang kamarnya dang langsung menghubungi yeon son.

"hallo"

"hallo yeon so, kau tidak apa-apa?"

"iya, aku baik-baik saja ini hanya luka kecil"

"astaga, maafkan ten dia sebenarnya tidak seperti itu"

"ten?, maksud mu lee cha-sji?"

"ah, iya lee cha"

"tidak, aku tau dia memang seperti itu akhir-akhir ini"

"eh, kau mengenalnya?"

"hmm"

"maaf aku tidak tau, kalian pasti berteman dekat sebelumnya"

"tidak"

"la-lalu"

"dia mantan pacarku"

Aerin tersentak, jadi itulah alasan kenapa ten bersikap dingin dan tak peduli terhadap yeon so.

"ah, itu pasti sangat menyakitimu"

Yeon so terkekeh.

"tidak, aku harus membiasakan diri dengan sikap barunya itu"

"maafkan aku yeon so"

"kenapa meminta maaf?, aku mengenal lee cha dia itu pria yang baik. Dan akhir-akhir ini kalian terlihat dekat"

"ya, begitulah"

"mengobrol denganmu menyenangkan ae rin, aku jadi ingin bercerita banyak denganmu"

"benarkah, aku akan selalu mendengarkan ceritamu"

"baiklah, nanti kapa-kapan kita akan ngobrol bersama"

Yeon so mengakhiri panggilan.

Aerin merebahkan dirinya di kasur, mata menatap nanar langit langit kamarnya.

"apa mantan pacar pantas diperlakukan sedingin itu, bukankah mereka pernah saling mencintai"

Karena jam masih menunjukan pukul 03 sore, rasanya terlalu awal jika ia tidur siang jadi aerin memutuskan untuk keluar mencari pekerjaan paruh waktu untuk menghidupinya selama enam bulan kedepan.

Aerin berjalan sekeliling seoul, ia memasuki beberapa toko dan menanyakan adakah pekerjaan paru waktu untuknya. Namun sayangnya mencari pekerjaan tak semudah ia mencari kertas di tumpukan buku-bukunya.

Aerin melirik jam di pergelangan tangannya, jam sudah menunjukan pukul 06 dan ia belum mendapat pekerjaan.

"berbaik hatilah seoul, aku butuh uang untuk makan dalam enam bulan kedepan"

Aerin memutuskan untuk pulang dan melanjutkan pencariannya besok, ia menunggu bis yang akan ia naiki di halte sambil menghafalkan kosa kata baru di lewat ponselnya.

Bis ia tunggu tiba, aerin segera naik dan mendapatkan kursi yang nyaman. Ia menyenderkan punggungnya menetralkan nafasnya lalu memejamkan matanya sebentar.

Seorang pria tinggi mengambil kursi di sebelahnya. Aerin tidak menyadarinya karena ia sudah tertidur karena kelelahan. Bis melaju dengan cepat dan melewati beberap halte, bahkan melewati halte tempat seharusnya aerin berhenti.

Supir bis itu membuka pintu dan menoleh ke penumpang terakhir, hanya tersisa dua orang. Yakni aerin dan pria disebelahnya.

"apa kalian tidak akan turun" tanya supir itu.

Pria itu berdiri hendak meninggalkan bis, namun supir itu menghentikan langkahnya

"hei anak muda, bawa pacarmu. Tidak ada gunanga kau meninggkal dia disini"

Supir itu tampak kesal Ia terus mengomel.

"anak muda jaman sekarang, tidak bertanggung jawab"

Pria itu berbalik dan menghampiri aerin, ia mengerakan bahu aerin berharap gadis itu bangun.

Sang supir masih memantau aerin. Pria itu tidak mengeluarkan suaranya sedikit pun, ia hanya menggerak gerakan bahu aerin dengan pelan. Itu membuat sang supir bis semakin kesal.

"astaga anak muda, kau seharusnya menggendongnya dari sini segeralah bawa ia pergi. Aku harus pulang menemui keluargaku".

Pria itu menoleh menatap sang supir, lalu ia melipat lengan bajunya hingga ke siku. Pria itu mengambil tas aerin dan mengalungkannya di leher kemudian mengendong aerin di punggungnya.

Ia turun dari bis sambil mengendong aerin, ia tidak tahu akan membawa gadis ini kemana.

Ia menatap wajah aerin yang tertidur lelap, begitu tenang dan damai. Pria itu lalu memutuskan untuk membuka ponsel aerin, tapi itu terkunci dengan kata sandi dan sidik jari. Pria itu kemudia mencoba mendekat ibu jari aerin ke ponsel dan hasilnya terbuka, segera ia menghubungi nomor terakhir yang aerin hubungi.

**

Aerin membuka matanya samar, samar ia melihat langit-langit kamar dengan aksesoris merah muda. Aerin bangun dari tidurnya lalu bersandar di kepala ranjang, dilihatnya baju sudah berganti dengan piyama merah muda dan ia tidak mengenali tempat itu.

"dimana aku?"

Aerin mengingat kejadian terakhir, yang ia ingat ia berada di dalam bis menuju ke rumahnya dan tertidur sebentar. Dan sekarang jelas ia bukan berada di rumahnya dan piyama yang ia gunakan bukan miliknya.

"apa aku di--"

Pintu kamar tiba tiba terbuka, yeon so disana.

"ae rin-sji kau sudah bangun"

Aerin termenung.

"yeon so-ah, bagaimana aku?, apa ini kamarmu?" tanya aerin beruntun.

"sabarlah sedikit, ayo turun. Kita sarapan sebentar lagi kelas bahasa akan segera dimulai" yeon so mengingatkan.

Aerin segera turun mengikuti langkah yeon so dari belakang, ia melewati tangga yang berputar hingga membuat aerin pening.

"kau juga berteman dengan pria dingin itu?" tanya yeon so tiba-tiba

"apa?" tanya aerin tak mengerti.

"si freak, pria aneh yang duduk di belakang paling pojok. Kau mengenalnya?. Kalian terlihat sangat akrab, aku akan memperingatkanmu itu akan membuat lee cha cemburu" yeon so terkekeh.

"aku benar-benar tidak mengerti maksudmu" sanggah aerin.

"lupakan, mari sarapan" ajak yeon so.

Setelah menghabiskan sarapan, yeon son ke dapur untuk mencuci piring kotornya.

"mandilah ae rin, menyenangkan jika kau menginap disini" pinta yeon so.

"baiklah, aku akan mengambil tas ku dulu"

"tas mu di atas nakas aku mengisi daya ponselmu tadi malam. Si freak itu sangat baik kepadamu ia mengingatkanku untuk mengisi daya ponselmu, lucu bukan." cerca yeon so.

Aerin diam tak menanggapi ia tidak mengerti siapa yang dimaksud yeon so.

"dan, ya satu lagi. Orang bernama ten di ponselmu terus menelpon dan mengirim pesan, kau harus menelponya pagi ini" saran yeon son.

"yeon so-ah" panggil aerin

"ya?" sahut yeon so.

"kau tidak tahu jika lee cha punya nama panggilan?"

Yeon nampak berpikir sejenak, lalu menggeleng.

"tidak, setahuku tidak ada. Aku selalu memanggilnya lee cha sebelumnya" jawab yeon so.

Aerin mengangguk, bibirnya membentuk bulat mengumamkan kata.

"kenapa" tanya yeon so.

"tidak ada, aku akan naik dulu ya"

Aerin mengenggam erat ponselnya, diliriknya 5 panggilan tak terjawab  dan 22 pesan dari ten.

"aih, pria ini" rutuk aerin.

Aerin lalu menekan nomor ten.

"hallo"

"kenapa?"

"kau dimana?, semalam kau tidak pulang? Aku kerumah untuk mengantarkan sesuatu"

Aerin terdiam, ia mengira ten yang membawanya kerumah yeon son.

"aku di rumah yeon son"

"yak, kau kerumah dia untuk apa" ucap ten tegas dengan bahasa koreanya.

"aku tidak tau"

"yasudah, aku akan menjemput disana"

"tidak perlu, aku akan ke kelas bahas bersama dengan yeon son saja"

"ta-tap"

"sampai jumpa ten"

Aerin mengakhiri panggilannya.

Aerin terduduk di atas kasur empuk yeon son, ia tidak bisa berpikir jernih. Lalu ia segera turun untuk menemui yeon son di bawah.

"yeon so-ah" pekik aerin, ia menuruni tangga dengan cepat.

Yeon so terkejut, dan segera menghampiri aerin di tangga kamarnya.

"kenapa, kenapa"  yeon so bertanya tergesah gesah dengan bahasa koreanya.

Aerin menetralkan nafasnya sambil duduk di anak tangga.

"wae ae rin, wae?" tanya yeon so lagi.

Aerin mengankat tangannya, mengisyaratkan yeon so untuk menunggu sebentar.

"ssi-siapa yang membawaku kesini" ujar aerin, ia berbahasa korea.

Yeon so, menepuk jidatnya.

"aih, astaga. Kau membuatku panik" rutuk yeon so.

"katakan saja siapa" sela aerin.

"kau tidak tau tae yang menelponku menggunakan ponselmu untuk menjemput mu, kukira kau mabuk hingga mengharuskan ia mengendongmu di punggungnya" yeon so menjelaskan.

"ta- tae? Siapa?"

Yeon so menatap aerin tak percaya.

"kau tidak mengenal tae? Tae hyung?"

Aerin menggeleng.

"siapa dia?"

Yeon so mengangah.

"wah kau harus lebih ramah dengan penghuni kelas bahasa mulai hari ini"

Aerin memutar matanya kesal.

"katakan saja dis siapa?"

"cari tau saja sendiri, ia akan selalu duduk di pojok paling belakang sebelah kanan, itu orangnya."

Yeon so lalu pergi melanjutkan kegiatan mencuci piringnya.