Aerin turun dari taksi bersama yeon so, di depan gedung kelasnya sudah terdapat ten yang berdiri kokoh dengan salah satu tangan di saku celananya.
Yeon so langsung menunduk dan meninggalkan aerin lebih dulu ke kelas.
"kenapa kau berdiri disini" tanya aerin setelah menghampiri ten.
Ten mengerutkan alisnya. "apa yang yeon so katakan padamu?" ten mencengkram tangan aerin.
Aerin tersentak, ia menggeleng.
"tidak ada" jawab aerin cepat.
"semalaman kalian tidak membicarakan aku kan?" ten memastikan lagi.
"tidak, aku hanya tertidur dirumahnya bahkan aku tidak tau bagaimana bis aku bisa berada di rumahnya"
Ten terkekeh.
"tidak lucu, bagaimana bisa kau tidak tau"
"ya aku tidak tau"
Aerin duduk jauh dari ten, ia mengambik tempat duduk di sebelah yeon so. Ia melakukan ini hanya untuk mencari tau siapa yang membawanya kerumah yeon so, dan bagaimana caranya.
Kelas pun dimulai, pembimbingnya kali ini seorang pria dengan jas hitam yang rapi. Rambut disisir kesamping membuatnya terlihat berwibawa dan bersinar.
"ae rin-sji" panggil yeon so di sebelahnya.
Aerin langsung mengalihkan perhatiannya kepada yeon so di sampingnya
"ya?" sahut aerin
"dia tampan bukan" ujar yeon so sambil terkekeh tertahan.
Aerin hanya nyengir kuda, ia tidak terlalu fokus mendengar yeon so. Tatapannya masih belum bisa teralihkan dari sang pembimbing.
Ten melihat tingkah aerin dari tempatnya, ia tidak suka cara aerin memperhatikan pembimbingnya kali ini. Aerin juga tersenyum dan ikut tertawa tiap kali pembimbingnya itu melemparkan lelucon.
"ae rin-sji kau harus mengisi absen" panggil yeon so sambil menyerahkan absen.
Aerin mencari namanya, dan membaca tiap nama yang ia lewati. Telunjuknya mengiringi arah matanya mencari, hingga berhenti pada sebuah nama yang tak terpikirkan olehnya.
"Kim tae hyung"
Aerin menoleh ke arah paling belakang pojok sebelah kanan tepat seperti yang yeon so katakan padanya.
Matanya terus mencari, namun pandangannya terhalangi oleh peserta lain yang bertubuh gendut, ia tidak bisa melihat sepenuhnya kebelakang. Aerin hanya dapat melihat tangan seorang pria yang memegang sebuah kamus korea, dan di jari manisnya terdapat cincin putih mengkilat.
"nona" seseorang memanggil aerin.
Aerin langsung memandang kedepan.
"ya" sahut aerin.
"tolong jelaskan rumus yang saya jelaskan tadi" pinta pembimbingnya.
Aerin melotot kaget, ia menoleh ke arah yeon so yang sudah menenggelamkan kepalanya di dalam kamus tebal.
"silahkan maju nona" pembimbing itu mempersilahkan aerin.
Aerin terpaku, ia melihat buku catatanya yang hanya berisi beberapa kosa kata korea dan tidak ada rumus yang ia catat. Aerin juga melihat layar monitor di depan hanya ada beberap kata dengan penggabungan yang tidan aerin mengerti. Aerin berdiri bergerak maju, walaupun ia tidak tau apa yang harus ia jelaskan di depan.
"tolong di ulang rumus yang saya ajarkan" ujar pembimbing itu.
Aerin diam, ia melirik ten sekilas yang menatapnya aneh dan heran.
"kesalahan apa yang dilakukan ae rin?" gumam ten di dalam hatinya.
Ia memerhatikan tingkah kaku aerin, berkali aerin menggaruk tengkuknya dan menunduk.
"kurasa kau tidak mendengarkan penjelasanku" pembimbing itu mengagetkan aerin.
"maaf" ucap aerin.
"karena ini kelas bahasa korea, kau tidak boleh menggunakan bahasa korea disini. Hanya kau yang tidak boleh, jadi setiap kelas bahasa korea kau harus menggunakan bahasa lain. Paham nona...--"
"ae rin" aerin menyela
"nah, ae rin-sji"
Aerin mengangguk, lalu pembimbing itu mempersilahkan aerin kembali duduk di tempatnya.
***
Sebuah senyuman terbit di bibir tae hyung, ia merasa cukup terhibur dengan tingkah yang aerin lakukan di depan. Jarang-jarang ia menikmati hal seperti ini, dan aerin orangnya lah semakin membuat tae hyung tertarik.
Tae hyung memperhatikan aerin yang menunduk menuju kursinya, wajah gadis itu memerah karena menahan malu. Berdiri di depan semua orang dengan kesalahan bukanlah hal yang menyenangkan.
Tae hyung memiringkan kepalanya, ia masih memperhatikan aerin yang tertunduk di kursinya. Aerin menangis tanpa suara, pipinya basah tapi nafasnya tenang. Entah kenapa tae hyung merasa bersalah akan hal itu.
"ae rin-sji" panggil yeon so. Ia juga memperhatikan aerin sejak tadi.
"kau tidak apa-apa" yeon so memastikan.
Aerin hanya mengangguk.
Jam kelas bahasa korea sudah selesai, bagi warga korea jam ketika bahasa korea adalah hal yang paling mudah dan menyenangkan, justru sebaliknya bagi aerin yang belum fasih sepenuhnya.
"ingin makan kimbab kimchi" tawar yeon so.
"tidak" tolak aerin
"kau harus membiasakan lidahmu dengan bahasa korea aerin, tidak selamanya kau bisa mengandalkan orang lain atau ponselmu" yeon so mengingatkan.
Aerin mengangguk.
"baiklah mulai hari ini aku akan berbahasa korea"
Yeon so tersenyum lalu memeluk aerin
"semangat ae rin-sji aku tau kau sudah bisa hanya saja kau belum yakin dengan diri sendiri."
Aerin menerima pelukan yeon so dengan senang hati.
"kau akan kemana setelah ini?" tanya yeon so lagi
"tidak ada, tapi aku butuh tidur siang" ujar aerin
"baiklah, beristirahatlah ae rin"
Yeon so berpamitan, lalu menaiki mobilnya.
Aerin menghela nafas berat, ia lega melihat yeon so sudah pulang dan sekarang ia kembali mencari pekerjaan. Aerin baru akan melangkah menyebrangi jalan ingin menjalankan niatnya, tiba-tiba pergelangan tangannya di pegang dan ditarik kuat oleh seseorang. Suara klakson mobil hampir memekakan telingan aerin. Aerin kaget dan langsung mendapati seseorang berwajah dingin memegang tangannya, lebih tepatnya menyelamatkan nyawanya dari kecelakaan mobil yang akan menimpa dirinya beberap detik yang lalu.
"hei, gunakan matamu jika menyebrang" pemilik mobil dengan suara klakson itu marah.
"maaf" ujar aerin sambil menunduk.
Lalu pemilik mobil itu kembali melajukan mobilnya cepat.
Aerin memperhatikan kembali pergelangan tangannya yang di pegang oleh pria yang tak asing baginya.
Pria itu menuntunnya menyebrangi jalan tanpa menoleh sedikitpun untuk sekedar melihat wajah aerin, ia juga enggan bersuara.
"terima kasih" ucap aerin, setelah ia menyebrang.
"kau membiasakan diri berbahasa korea" tanya pria itu pada aerin yang berbahasa korea.
Aerin mengangguk.
Lalu pria itu berjalan mendahului aerin, ia tak menghiraukan aerin lagi.
"pria aneh" rutuk aerin.
Aerin mengikuti langkah pria itu dari belakang daru jarak yang lumayan jauh.
Merasa di ikuti pria itu berbalik dan mendapati aerin yang langsung bersembunyi di balik tiang telpon.
Pria itu mendengus lalu melanjutkan jalannya kembali
"kau ingin kerumahku?" ucap pria itu tiba-tiba
Aerin kaget, langsung memutar balik arah.
"rumah ku sepi, tidak ada siapa-siapa. Dan kamarku kedap suara" ucap pria itu lagi, tanpa menoleh ia berujap sambil meneruskan langkahnya dengan santai.
Aerin merinding mendengarnya, ia kemudian mengambil langkah besar untuk kabur.
Pria itu tersenyum, melihat sekilas aerin yang berusaha menahan malu karena ketahuan.
Pria itu berlari tanpan suara mengejar aerin dan meraih tangannya.
Aerin kaget.
"ap-apa ini?"
Pria itu menyeret aerin ke arah yang ia tuju sebelumnya
"kau ingin menculikku?" tanya aerin, takut.
Pria itu tidak menjawab, ia terus menyeret aerin.
"ap- apa yang akan kau lakukan, tuan" aerin gemetar.
"tae" pria itu berujap singkat
"apa?"
Pria bernama tae itu tak mengubris aerin yang menatapnya dengan tatapan bodoh.
***
Tae mengajak aerin kerumahnya, rumah klasik dengan artistik batu dan kayu. Mata aerin yang berhenti mengeliling ruang tamu, ia menganggumi lukisan dan patung-patung yang tersusun rapi.
"kedipkan matamu" tae hyung datang sambil membawa dua gelas minuman.
Aerin terkekeh bodoh.
"maaf" ujar aerin.
"minum" perintah tae cepat sambil duduk di sofanya.
Aerin mengangguk dan meneguk sedikit kopi beraroma wangi itu.
Tae memperhatikan aerin yang mencium lama aroma kopi itu, aerin terlihat sengaja berlama lama dengan mencium aroma kopi itu.
"kau menyukainya?" tae mengagetkan aerin
Aerin meletakkan gelasnya "apa?" aerin memperhatikan gelas kopinya di meja.
"ah, iya. Aku menyukai aromanya" tutur aerin
Tae hyung menggeleng "bukan"
"hah?, maaf" aerin menunduk.
"lukisannya?" tanya tae hyung sambil menyeruput kopinya.
Aerin menggaruk-garuk tengkkuknya, ia terlihat bodoh.
"ah, itu. Ya aku suka"
Tae hyung mangut mangut saja menanggapinya.
"ini rumahmu?" aerin memberanikan diri untuk bertanya
"bukan" jawab tae hyung cepat.
"lalu?"
"untuk apa kau tau?, kau ingin menyewanya? Membayar tagihan listriknya? Atau-"
"tidak" sanggah aerin cepat, ia tidak tau jika tae hyung semenyebalkan ini.
Tae hyung mendengus.
Aerin menghabiskan kopinya dalam beberap tegukan, lalu mengambil tasnya dan beranjak pergi.
"mau kemana?" tae hyung ikut berdiri
"pulang, kau penculik yang tak bertanggung jawab" ujar aerin ketus.
Tae hyung bersedekap "ah, ya penculik" tae hyung berjalan mendekati aerin, hingga membuat aerin mundur beberapa langkah dan kembali duduk di sofa.
Tae hyung mengeluarkan smirknya. Kemudian menuju pintu rumah dan menguncinya.
"apa yang akan kau lakukan" aerin gemetar
"tebak apa yang akan di lakukan penculik pada umumnya" tae hyung kembali mendekati aerin.
Aerin menggeser duduknya saat tae hyung ikut duduk di satu sofa yang sama dengannya.
"menjauh" perintah aerin
Tae hyung menaikan sebelah alisnya.
"menjauh, atau aku akan--"
"akan apa" tae hyung menyela.
Aerin menelan salivanya kasar, mata fokus pada mata mengkilat tae hyung yang menatapnya dalam.
"akan apa?" tae hyung mengulang pertanyaannya, tubuhnya ia condongkan lebih dekat dengan aerin yang sudah memeluk diri sendiri.
"aku akan--" aerin mendorong bahu tae hyung.
Sayangnya itu tak berhasil, tae hyung tidak bergerak sedikit pun dari posisinya.
Tae terkekeh, ia bergerak maju dan mendekatkan wajahnya di telingan aerin "kau kurang beruntung" bisik tae lembut.
Tubuh aerin gemetar, ia akan meleleh karena panas. Hidungnya mencium aroma tubuh khas tae hyung yang mengikatnya untuk tetap berada di posisi itu.
"kau ingin makan sesuatu" tae hyung menarik diri.
"makan?"
Tae hyung beranjak ke dapur.
"iya ma kan"
"tidak aku akan segera pulang saja" aerin bangkit dari duduknya. Ia takut tae hyung akan memasukan racun atau semacamnya di dalam hidangannya nanti.
Aerin bergegas menuju pintu dan berusah membukanya.
"tenanglah, aku tidak berniat meracunimu jika itu yang kau takutkan" ujar tae sambil membawa dua mie gelas di tangannya.
"duduklah" pinta tae hyung, ia menempatkan mie di atas meja lalu duduk bersilang di atas sofa.
Aerin ragu, ia sebenarnya lapar tapi ia takut.
"makan" perintah tae
Aerin langsung duduk dan mengambil cepat mie itu.
Tae hyung mengambil sumpit dan mengaduk mienya pelan dan sabar, sesekali ia meniupnya lama. Itu membuat aerin kesal melihatnya.
"makanlah" tae hyung menyodorkan sumpit yang ia gulung bersama mie yang sudah dingin.
Aerin hanya melihat, memandang mie itu. Ia tak merespon tae sama sekali.
Tae mendekat sedikit lalu mengapit pipi aerin dan menariknya agar mendekat. Tae menekan pipi aerin memaksa gadis itu membuka mulutnya, kemudian tae menyuapkan mie di sumpitnya ke aerin.
Aerin terpaku, membeku.
"kunyah" perintah tae.
Aerin langsung mengunyah.
"berkedip" perintah tae lagi.
Aerin berkedip dan langsung membuang pandangannya dari tae.
Tae menarik bibirnya, ia tersenyum paksa.
"apa yang kau lihat" tanya tae sambil mengaduk mienya.
Aerin diam, ia memakan mie nya dengan lahap.
Tae pergi mengambil air minum untuk aerin.
"pelan-pelan kau bisa mati tersedak jika seperti itu cara mu makan" ujar tae setelah menyodorkan segelas air kepada aerin.
Aerin meneguk hingga tandas air pemberian tae, ia juga telah menghabiskan mienya.
Tae bangkit dari duduknya dan mengambil gelas dan cup mie mereka. Aerin mengikuti tae dari belakang.
"tae hyung" panggil aerin.
"tae" tae hyung menyela
"nah, tae." ulang aerin
"kenapa" tae enggan berbalik, ia masih sibuk membersihkan dapurnya.
"kau yang membawaku kerumah yeon so kan?" tanya aerin.
Tae menggeleng "bukan"
"tapi yeon so-ah mengatakan kau--"
"bukan, yeon so-ah yang membawamu" jelas tae
"tapi, kenapa yeon so mengatakan--"
"aku hanya menelpon yeon so" tae hyung menyela
"tapi, kenapa kau bisa menelpon yeon so-ah?"
"karena aku membuka ponselmu"
"tapi kenapa kau bisa membuka--"
"karen itu ponselmu dan kita satu bis"
"tapi--"
Karena kesal tae hyung berbalik menghadap aerin
"tapi, tapi, tapi, tapi. Kau banyak bicara" ucap tae hyung sambil menyentil kening aerin.
"aww" aerin mengusap keningnya yang ia rasa memerah.
Setelah membersihkan dapurnya, tae menuju pintu dan mengeluarkan kunci dari sakunya. Ia mebuka lebar pintu rumah, dan berdiri di samping pintu.
"silahkan" ucap tae.
Aerin langsung mengambil tasnya dan melangkah keluar dari rumah itu.
"kau--"
"apa?" potong tae.
"tidak ada" aerin pergi.
"aih, pria itu. Dia yang membawaku kesini dan sekarang ia mengusirku, dia memang aneh.." rutuk aerin setelah ia memastikan jauh dari kediaman tae.
Tae menutup pintu sambil menggeleng tak percaya akan sikapnya barusan terhadap aerin, itu terlihat bukan dirinya.
***
Aerin membuka ponselnya setelah seharian tidak mengecek ponsel, ia menggeser kunci dan menemukan pesan dari ten.
"aerin, kau pulang sendirian?. Aku masih ingin mengajakmu berkeliling seoul"
"aku kerumahmu, kau tidak disana. Kau kerumah yeon so-ah lagi?"
Dan masih banyak lagi, aerin memutuskan untuk tidak membaca semuanya, ia langsung menelpon ten agar pria itu tidak menghantui waktu tidurnya.
"hallo, aerin. Astaga akhirnya" sergap ten cepat.
"aku baik-baik saja"
"aku tidak menanyakan keadaanmu" ucap ten ketus
Aerin terkekeh pelan.
"besok kau bisa membawaku berkeliling seoul"
"benarkah?" suara ten meninggi
"iya, tapi setelah kau meminta maaf dengan yeon so-ah"
Ten mendengus "kau-- ah baiklah" putus ten akhirnya.
Aerin tersenyum senang.
"baiklah, sampai jumpa besok pagi ten"
"sampai jumpa"
***
"yeon so-ah" panggil aerin, saat ia tak sengaja melihat yeon so di luar kelas.
Yeon so menghampiri aerin dan langsung memeluknya.
"satu hari bagiakan satu bulan jika tidak bertemu denganmu" ujar yeon so. Aerin terkekeh.
"ae rin-sji" seseorang memanggil dari balik tubuh yeon so, suara khas pria yang sangat tak asing.
"ups, pangeranmu datang" ucap yeon so setelah menoleh dan mendapati ten di belakangnya sedang berlari.
Aerin memanyunkan bibirnya, tak suka yeon so menggodanya dan menganggap ten itu istimewa.
"aku ingin bercerita banyak nanti, selesaikan urusannu dengan lee cha aku akan menunggu di dalam" yeon so pergi memasuki kelas membiarkan ae rin dan ten diluar.
"kenapa" aerin melipat tangannya di dada.
"tidak ada" ucap ten sambil terengah-engah
"kau kesini berlari?, dimana mobilmu?" tanya aerin.
Tak mengubris pertanyaan aerin ten langsung menyeret aerin masuk ke kelas.
"bagaimana dengan pidato koreamu? Kau sudah mengerjakannya? Butuh pembimbing?" tanya ten beruntun setelah ia mengambil kursi di sebelah aerin milik yeon so. Yeon yang sebelumnya duduk harus terpaksa berdiri dan pindah ke kursi lain karena ulah ten, Aerin terperangah melihat cara pengusiran ten.
"hei aku bicara denganmu" ten menjetikan jarinya berkali kali di depan wajah aerin.
"hentikan ten, itu tidak lucu. Kau mengambil tempat yeon so-ah, menyingkirlah dari sini" aerin berujar lembut dengan mata yang menyiratkan kemarahan.
Ten menggeleng "aku disini tetap disini"
Aerin bangkit dari kursinya dan mengambil tempat di paling pojok belakang bersebelahan dengan dinding.
Dengan wajah masa aerin berpindah duduk, ten hanya terkekeh melihat aerin.
"woah, ae rin kau sangat berani menduduki kursi milik si aneh itu. Jangan sampai kau menjadi sasarannya nanti" seorang pria korea seusianya berkata dengan suara keras hingga semua penghuni kelas itu beralih menatap aerin sambil berbisik.
Aerin tak acuh, ia mengambil ponselnya dan headset dari dalam tasnya. Ia benar-benar tidak peduli dengan semua orang yang sedang berbisik-bisik membicarakan dirinya.
Yeon so-ah hanya diam, ia tidak berani mengeluarkan suaranya saat aerin ditegur teman sekelasnya. Ia sengaja membiarkan aerin disana.
Ten berdiri dari kursinya ia menghampiri aerin dan memegang pergelangan tangan aerin yang mencoba meraih ponsel.
"pindahlah" pinta ten tiba-tiba
Aerin diam, ia mengangkat kepalanya menengadah menatap ten yang berdiri menjulang tinggi
"aku bilang pindah, tempat duduk ini bukan milikmu" ujar ten halus.
Aerin melepaskan tangan ten pelan
"aku tidak mau" aerin segera menyumbat telinganya dengan headset.
"ae rin" panggil ten, ia kemudian mencoba menarik paksa tangan aerin namun hal itu tidak terjadi, tangan lain sudah mencengkram kuat tangan ten dan menepisnya jauh dari tangan aerin. Aerin dan ten kaget, aerin langsung mendapati tae yang berdiri di samping ten dengan tas di bahunya, dan kemeja putih kebesaran yang ia gunakan sebagai luaran bajunya.
"menjauhlah" tutur tae pelan, ia tidak ingin adanya perkelahian.
"si pembawa sial" ucap ten bernada mengejek.
Tae melengos, tidak ingin menanggapi ten. Lalu ia menatap taerin yang duduk di kursinya.
"berdiri" pintah tae pada aerin. Aerin otomatis berdiri dan menyingkir dari meja tae..
Ten terperangah. "wah ae rin-sji kau sedang dimantrai oleh bedebah ini" ucap ten yang dibarangi dengan bogeman di wajah tae.
Semua penghuni kelas menjerit, aerin bergerak mundur menjauh setelah mengambil tasnya di atas meja tae.
Tae melirik sekilas wajah aerin, raut ketakutan begitu kentara di wajah aerin. Tae mengelap bibirnya yang sedikit berdarah dan mengacuhkannya, ia duduk di kursinya dan menaruh tasnya rapi.
"hei bedebah" panggil ten pada tae.
"berhenti menggunakan kesialan di sekitar kami, kau kemarin hampir mencelakai ae rin bukan" cerca ten cepat, ia terlihat begitu marah.
Tae melengos.
Aerin diam, memikirkan perkataan ten barusan. Yang ia ingat ia hampir di tabrak mobil kemarin dan tae menyelamatkannya.
"apa maksudmu" aerin menarik baju ten agar pria itu menjauh dari tae.
Ten terkekeh paksa "kau kemarin hampir di tabrak mobil, aku melihatnya dengan mataku sendiri" ujar ten.
Semua penghuni kelas kaget, aerin bingung.
"tidak, dia menyelamatkanku" sanggah aerin
"oh, ya? Kau baru disini wajar jika kamu berkata seperti itu" ten berucap tegas pada aerin.
"kau duduk di kursinya nya sudah pasti kau membawa sebagian dari kesialannya" seorang pria berusia 40 tahunan ikut berbicara.
Aerin semakin bingung, tidak mengerti maksud dari semua ini. Ada apa dengan tae dan kesialan? Kenapa dia begitu tidak di inginkan? Dan kenapa tae terkesan cuek dengan semua lontaran kata jahat yang orang lain katakan untuknya?
Ten menarik baju kaos di balik kemeja tae yang terbuka hingga membuat tae terpaksa berdiri.
"minta maaf, padanya" ujar ten.
Tae melongos lagi tak ingin menanggapi.
"kau sudah menghilangkan satu dan aku tidak ingin kau menghilangkan dia" sambung ten
Tae berdecih, ia terlihat begitu membenci ten sehingga ingin meludahi wajah pria itu.
"minta maaf, bedebah. Sebelum terlambat"
Tae mendorong tubuh ten cepat, Lalu merapikan bajunya sebentar.
"aku minta maaf" ucap tae pada aerin.
"tidak, kau tidak salah--" sanggah aerin cepat
"puas" tanya tae pada ten.
Ten melirik aerin sekilas.
"kau memaafkannya?"
"ap-ap?, dia tidak salah. Kau ini kenapa?" aerin bertanya beruntun pada ten dengan kesal.
Yeon so datang menarik aerin agar menjauh dari ten dan mengajaknya kembali duduk di sebelumnya.
"menjauhlah saja ae rin" ucap yeon so.
"tapi kenapa?"
"nanti aku akan ceritakan, tae itu berbahaya jauhi dia" yeon so mengingatkan.
"kalian ini kenapa?, wah kalian pembully?. Astaga aku benar benar seorang penjahat karena telah berteman dengan kalian"
Yeon so menggeleng cepat
"bukan, ae rin. Kau tidak mengerti"
"apa yang tidak aku mengerti?" aerin langsung menyela
"tae--"
"selamat pagi..." seorang pembimbing memasuki ruangan dan mulai mengisinya dengan materi bahasa prancis. Semua peserta kelas langsung mengambil tempat duduk masing masing, aerin pun langsung bergegas mengambil kursinya di sebeah yeon so.
"tae? Kenapa? Dia kenapa" pikir aerin, ia menoleh kebelakang memastikan pria itu biasa-biasa saja. Dan ya benar saja tidak ada kelakuan ganjil disana, tae sama seperti mereka. Mempunyai mata yang indah, alis yang tegas, hidungnya keren, garis wajah yang sexy dan bibir yang begitu memukau.
Aerin menggelengkan kepalanya, ia kembali ke posisi duduknya. Bisa-bisanya ia memperhatikan tae sedetail itu.