Chereads / Gendut Is Not Problem To Be Love / Chapter 3 - GENDUT - 2

Chapter 3 - GENDUT - 2

"Inilah saatnya tepat buat gue mempraktekkan pepatah yang sering orang-orang bilang, kalau 'cinta itu tidak mengenal fisik' yang di butuhkan adalah hati, bukan bentuk badan. Gembul kesayangan gue, nggak kalah cantik kok sama Selena Gomez. Walaupun untuk ukuran badan, dia kalah telak!"

- Albi Permana

🍁🍁🍁

.

.

Radin merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur miliknya yang berukuran sedang, tidak terlalu besar, juga tidak terlalu kecil untuk ukuran tubuhnya. Jika saja tempat tidurnya itu adalah kopi, Radin yakin, rasanya sudah cukup pas di lidahnya.

Radin menghela nafas panjang, setelah Albi berpamitan pulang, ia langsung memutuskan istirahat di kamarnya. Dan kini ia tengah menatap layar ponselnya, memperhatikan foto dirinya dangan Albi yang di ambil oleh laki-laki itu beberapa minggu yang lalu, saat mereka tengah berkencan. Membuat Radin seketika teringat dengan kencan mereka.

Malam itu, Albi mengajaknya makan malam di sebuah restoran. Begitu ia dan Albi tiba di restoran itu, Radin mengerinyit dahinya karena hanya ada dirinya dan Albi di dalam restoran itu, juga beberapa pelayan. Tidak ada satu pun pengunjung selain mereka berdua.

"Kok sepi ya?" tanya Radin heran.

Albi mengangkat bahunya seraya menjawab, "Enggak tahu dan nggak mau tahu." Setelah itu, ia melingkarkan tangannya di pinggang Radin, membimbing wanita itu agar mengikuti langkahnya ke sebuah meja.

Sesampai di sebuah meja, Albi menarik salah satu kursi di samping Radin seraya berucap, "Silahkan duduk tuan putri Aladin." Ujar Albi tertawa geli. Sementara Radin menatapnya jengkel sekaligus malu, karena mereka menjadi tontonan para pelayan itu.

"Malu ih, jangan sok romantis di depan para pelayan." Bisik Radin seraya mencubit pinggang Albi.

"Awwhh....hahaha."

Bukannya marah atau pun kesal, Albi justru tertawa terbahak-bahak. Ia menoleh ke arah pelayan itu seraya berucap dengan wajah polos. "Katanya, dia malu aku romantisin di depan kalian. Salah siapa coba?"

Para pelayan itu menunduk malu, karena ketahuan mengamati apa yang di lakikan oleh kedua tamu mereka malam ini. Mereka berniat meninggalkan Albi dan Radin, memberi privasi kepada keduanya. Hanya saja, mereka dilemma karena baik Albi maupun Radin, keduanya belum menyebutkan pesanan mereka.

"Ab! Kamu apa-apaan sih? Pelayannya jadi malu gara-gara kamu." Omel Radin dengan suara berbisik-bisik. "Kebiasaan deh ngisengin orang!"

Setelah mengomeli Albi, Radin segera menoleh kearah para pelayan itu, memanggil salah satu di antara mereka lalu menyebutkan pesanannya.

"Mbak, saya nggak ini malu-malu loh kalau soal makanan." Curhat Radin seraya melirik ke pelayan itu. "Saya pesan ini, ini dan ini." Radin menunjuk gambar makanan di buku menu dengan senyum manis di wajahnya.

Pelayan itu sempat terkejut karena Radin memesan begitu banyak makanan tanpa malu. Meskipun kini Albi tengah memperhatikannya, bahkan laki-laki itu sudah menopang sikunya di atas meja, lalu menopang dagunya di atas tangannya seraya mengamati Radin yang tengah menyebutkan pesanannya. Seolah Radin adalah tontonan yang sangat menarik, yang tidak boleh ia lewatkan sama sekali.

"Itu buat saya, kalau buat bapak ini," Radin menjeda sejenak, lalu menunjuk Albi dengan dagunya. "Biar dia pesan sendiri."

"Pesanin sekalian dong, Din, Aladin." Sela Albi dengan nada sedikit manja, membuat Radin sukses membulatkan matanya. Ia heran, kenapa semakin lama Albi semakin aneh. Dulu Albi tidak semanja itu padanya, tidak juga bersikap aneh dengan menggodanya di depan para pelayan, seperti yang laki-laki itu lakukan beberapa menit yang lalu.

"Enggak, pesan sendiri! Kalau nggak mau pesan, ya udah, nggak usah makan." Jawab Radin dengan nada ketus, untuk menyembunyikan semburan merah di wajahnya karena hingga saat ini, Albi belum melepas tatapan darinya. Bahkan laki-laki itu memperlihatkan senyum manis di wajahnya, membuat Radin juga pelayan yang sedari tadi menunggu pesanan Albi, merona karena malu.

Albi mengubah posisi duduknya agar lebih tegap, lalu berucap, "Mbak, saya nggak pesan apa-apa." Kata Albi. Pelayan itu mengangguk, kemudian menyebutkan kembali pesanan yang Radin pesan, setelah itu ia langsung meninggalkan kedua pasangan itu.

"Kok kamu nggak pesan apa-apa?" tanya Radin setelah pelayan itu meninggalkan mereka berdua.

Albi tak langsung menjawab pertanyaan Radin. Untuk sesaat ia hanya diam seraya menyenderkan punggungnya di sandaran kursi, kedua tangannya ia lipat di depan dadanya, sementara kedua matanya mengamati Radin yang terlihat begitu cantik malam ini. Dengan dress berwarna hitam yang membalut kulit putihnya yang jernih, serta kalung berlian yang melingkar di lehernya, membuat wanita itu benar-benar terlihat seperti seorang putri kerajaan.

Dan tentu saja, dia adalah pangerannya.

Keseluruhan yang wanita itu kenakan malam ini, membuatnya terlihat sangat-sangat cantik, terlepas dari bentuk tubuh Radin yang melebihi kata ideal untuk seorang wanita. Albi mencoba mengabaikan fakta itu, mengabaikan kekurangan wanita itu, Albi hanya ingin melihat sosok Radin yang telah memikat hatinya tanpa memperdulikan hal lainnya.

"Inilah saatnya gue mempraktekkan pepatah yang sering orang-orang bilang, kalau 'cinta itu tidak mengenal fisik' yang di butuhkan adalah hati, bukan bentuk badan. Gembul kesayangan gue, nggak kalah cantik kok sama Selena Gomez. Walaupun untuk ukuran badan, dia kalah telak." Gumam Albi di dalam hatinya seraya mengamati Radin. Senyum tipis terbentuk di sudut bibirnya, membuat Radin yang sedari tadi juga mengamati Albi, mengerutkan dahinya bingung.

"Kamu kenapa sih, Ab? Senyum-senyum sendiri. Aneh tau! Kamu sakit?" tanya Radin seraya memajuhkan tubuhnya, meletakkan punggung tangannya di kening Albi untuk memeriksa, apakah suhu badan Albi normal atau tidak. "Nggak panas kok." Gumam Radin seraya membawa tangannya dari kening Albi.

Belum sempat Radin menyingkirkan tangannya dari kening Albi, Albi lebih dulu menahan tangan Radin, menggenggamnya lalu membawanya ke depan bibirnya. Beberapa detik kemudian, Albi mendaratkan bibirnya di punggung tangan Radin seraya menatap wanita itu dengan senyum tipis di bibirnya. Cukup lama Albi mengecup punggung tangan Radin, hingga Radin harus menahan nafas karena ulahnya yang terlalu tiba-tiba itu.

"Le-lepas, ba-nyak yang li-at." Bisik Radin gugup seraya melirik para pelayan itu dari sudut matanya.

Albi segera melepas tangan Radin. "Okee." Jawabnya seraya kembali menegapkan punggungnya. "Tinggal nunggu makanan." Ujar Albi seraya mengalihkan pandangannya ke arah lain. Berpura-pura tidak tahu, kalau saat ini Radin sedang menangkup wajahnya sendiri. Wanita itu terlihat begitu menggemaskan, tapi Albi harus menahan dirinya untuk tidak menyerang Radin seperti beberapa menit yang lalu.

"Nunggu makanan? Kamu kan nggak pesan makanan." ujar Radin.

"Makanan yang kamu pesan kan banyak, bagi dua." Jawab Albi santai.

"Nggak mau! Itu makanan punya aku." Sela Radin. Biar saja orang-orang mencibirnya, mengatainya gendut, pelit, tapi yang jelas Radin tidak mau berbagi makanan dengan Albi.

Albi membelalak matanya seraya berucap, "Ya ampun, Aladinnya Albi, kamu kok pelit banget sama suami?" ujar Albi dengan nada shock. "Nanti aku beliin kamu makanan sepuas-puasnya, tapi untuk malam ini, berbagi makanan denganku, oke?" bujuk Albi.

****

Happy Reading gaesss

Hehehe

Huhu:D

Latest chapters

Related Books

Popular novel hashtag