Chereads / Gadis Sejuta Dollar / Chapter 43 - JAWABAN ALBIN PART 2

Chapter 43 - JAWABAN ALBIN PART 2

"Emangnya kamu mau nge-seks sama aku?"

"Hah?! Eh, apa?!" Albin tergagap. Dia terkejut, "Bukan! Bukan gitu. Aku cuma tanya."

"Hahaha," Jovan tertawa gelak. Dia mengelus kepala Albin, "Aku cuma becanda. Nggak usah takut sama aku."

Albin menundukkan wajah. Jovan adalah satu-satunya laki-laki yang dia inginkan di dalam hidupnya. Dia melihat ke wajah Jovan, Albin menghela napas panjang dan berat.

"Aku cuma mau tahu, apa alasan kamu melakukan ini?"

"Papa. Aku melakukan ini buat papaku. Dia terus minta cucu," ucap Jovan terkekeh pelan.

"Lalu?"

"Lalu? Ya ... lalu jadinya seperti ini aku meminta kamu melahirkan cucu untuknya. Kamu mau?"

"Kenapa aku, Jo? Apa karena aku kerja di kelab malam?"

"Nggaklah." Jovan menggeleng.

"Aku satu-satunya yang kamu tawari?"

"Asistenku aku tanya juga, sih, tapi dia sudah punya calon suami."

"Asisten? Kamu kerjanya apa, sih?'

"Teman kerja maksudku. Hahahaha ..." Jovan tertawa.

"Terus?"

"Terus? Ya, dia nggak mau."

"Kamu suka sama dia?" tanya Albin.

"Suka? Bisa dibilang aku sangat suka sama Tasya." Jovan tersenyum jahil.

Albin menelan ludah dan memalingkan wajah. Dadanya tiba-tiba terasa sesak, "Kenapa nggak sama dia aja? Kan, suka?"

"Sama Tasya?"

"Iya."

"Kan, udah dibilang dia udah punya calon suami. Aku tanya dia, karena papa yang suruh. Papa kenal lama juga sama dia. Kamu cemburu?" Jovan bertanya dengan nada datar.

"Cemburu apa? Nggak gitu. Itu, kan, kamu bilang suka sama dia."

"Aku suka Tasya karena dia kerjanya bagus. Aku juga kenal dia udah lama. Jadi gimana? Mau nggak kamu jadi istriku?"

"Harus dijawab sekarang?"

"Iya. Sekarang. Mau, ya?" Jovan membujuk, "Nanti namaku dicoret dari kartu keluarga."

"Sampe begitunya?"

"Iya." Jovan mengangguk.

"Emang bisa nama kamu dicoret? Kan, tetap ada."

"Itu istilah, Al. Bukan dicoret beneran." Jovan dongkol.

"Oh ..." Albin mengangguk pelan.

"Itu kerjaan kamu gimana?"

"Nah itu juga. Si Bos minta cariin calon istri buat anaknya juga"

"Udah ketemu? Kok bisa samaan kayak kamu."

"Nasib, Al. Papa gitu. Bos juga gitu."

"Ya udahlah berenti aja kerja di situ."

"Nggak bisa." Jovan mendesah putus asa.

"Kenapa?"

"Nggak ada kerjaan lain."

"Ya udah cari kerjaan lain dulu baru berenti." Albin menghela napas panjang.

"Kamu dari tadi mengalihkan pembicaraan terus. Kamu mau nggak nikah sama aku?"

"Iya."

"Apa?!"

"Iya."

"Iya apa?!"

"Iya mau."

"Beneran mau?"

"Iya. Kasian kamu nanti dicoret dari kartu keluarga." Albin tertawa.

"Hahahahahaha ... Makasih, ya?" Senyuman lebar penuh kebahagiaan terkembang di bibir Jovan.

Albin memperhatikan wajah Jovan. Dia kembali menghela napas panjang dan berat.

"Kita makan di mana nih?" Jovan tersenyum senang.

"Mie rebus. Di mana aja."

"Ya ampun!" Jovan menggelengkan kepalanya.

"Katanya, kan, jangan mie seduh. Ya udah mie rebus. Itu banyak. Kita bisa mampir yang mana aja nggak masalah." Albin menunjuk beberapa warung di pinggiran jalan.

"Nggak usah deh. Biar aku aja yang traktir." Jovan mendesah.

Albin tertawa gelak, "Good. Aneh banget. Uangnya banyak, tapi demen banget minta traktir aku."

"Sekali-sekali, kan, nggak papa."

"Nggak papa asal jangan pilih-pilih." Albin terkekeh pelan.

Jovan terus mengemudi. Tidak lama kemudian dia berhenti di sebuah kafe lalu memarkirkan mobil dan tersenyum.

"Makasih, ya?" ucap Jovan sambil menarik tuas rem tangan.

"Untuk?"

"Udah mau jadi istriku, meski bukan istri beneran."

Albin mengangguk pelan. Mereka saling memandang satu sama lain. Jovan menatap lekat wajah Albin. Betapa dia sangat mengagumi kecantikan Albin. Dia menyentuh pipi Albin lalu memajukan wajah. Albin memejamkan mata, dan Jovan mengecup keningnya.

"Terima kasih, Al," ucap Jovan dengan suara yang bergetar. Dadanya berdebar cepat.

Albin terdiam saat merasakan kecupan Jovan mendarat di keningnya. Tubuhnya gemetar. Dadanya juga ikut berdebar cepat dan napasnya pun menderu. Albin menginginkan lebih. Dia ingin lebih dari sekedar kecupan di kening.

Jovan menyentuh bibir Albin dengan ujung jari. Albin membuka mata ketika merasakan sentuhan lembut mengenai bibirnya. Pandangan mereka saling bertaut dalam. Jovan menggigit bibirnya sendiri, berusaha menahan perasaan kuat di dalam dadanya. Napasnya pun menderu lebih cepat. Debaran jantungnya bahkan berdetak dengan irama yang tidak biasa. Dipandanginya lekat-lekat setiap inci wajah Albin. Dia ingin sekali merasakan lembutnya bibir gadis itu.

"Ayo kita makan. Aku lapar," ucap Jovan tersenyum tipis, menyudahi keinginannya.

"Hum ..." Albin mengangguk.

Jovan dan Albin sama-sama membuka pintu mobil.

"Huft!" Mereka sama-sama meniup udara dengan kasar.

Jovan menekan alarm untuk mengunci pintu lalu memberi tangan lengannya untuk Albin.

"Ayo, kamu sekarang calon istriku, kan," ucap Jovan tersenyum manis.

"Ah, Jo!" Albin mendesah dari dalam hati, tetapi urung membuat dirinya menolak permintaan Jovan. Dia melingkarkan tangan di lengan Jovan.

"Kita akan ketemu Papa dan orang tua kamu secepatnya," kata Jovan lembut.

"Iya," sahut Albin.

Mereka berjalan masuk ke dalam restoran sambil berbincang hangat.