Teettttt....
Suara bel sekolah telah berbunyi yang menandakan bahwa jam pelajaran telah usai, para siswa SMA Nusantara mulai berkemas-kemas dengan cepat untuk melakukan kegiatan mereka selanjutnya seperti kegiatan ekstrakurikuler, jalan-jalan di mall, bermain game di game center, kerja paruh waktu, ataupun pulang ke rumah masing-masing.
Aira langsung memasukkan semua buku yang ada di meja ke dalam tasnya dan dia langsung beranjak dari tempat tersebut.
"Sampai jumpa besok, Shopia"
"Hmmp...sampai jumpa besok dan terima kasih atas bantuannya hari ini"
Aira hanya menganggukkan kepalanya dan langsung berjalan dengan cepat keluar kelasnya, meninggalkan Shopia yang masih sibuk dengan peralatan sekolahnya untuk dimasukkan ke dalam tasnya juga.
Selagi Sibuk melakukan hal tersebut, beberapa orang mendekati Shopia.
"Hei, Shopia apa kamu mau ikut kami jalan-jalan?"
"Jalan-jalan kemana?"
"Ke mall Indoplaza, kami berencana mau karaoke, bagaimana mau ikut?"
Shopia terlihat berpikir sejenak akan ajakan teman barunya tersebut. Dia berpikir ini adalah langkah yang bagus untuk mendekatkan pada teman-teman barunya dan tidak ada ruginya untuk ikut dengan mereka.
"Sepertinya mengasyikkan, Baiklah, aku akan hubungan jemputan aku dulu untuk memberitahu tentang hal ini"
"Oke, kami tunggu di luar kelas"
Shopia langsung menelepon sopir jemputan untuk memberitahu kalau dia akan pergi bersama dengan teman-temannya.
Setelah memberi tahu pada sopir jemputan, Shopia langsung keluar menuju ke tempat temannya yang telah menunggunya.
Mereka semua langsung berjalan menuruni tangga dan menuju ke tempat parkir untuk menaiki mobil milik salah satu temannya tersebut.
"Shopia, aku lihat kalau kamu tadi di kelas sangat dekat dengan Aira"
"Eh..emang apa salahnya aku dekat dengan Aira, Rico?"
"Karena kamu masih baru, jadi kamu tidak tahu tentang hal ini, ada banyak rumor negatif tentang dirinya salah satunya adalah dia pernah merampas uang dari anak SMP, bahkan dia juga pernah terlihat di sebuah tempat red distrik di kota ini dan masih banyak lagi hal negatif tentangnya, jadi aku hanya memberikan peringatan untuk menjaga jarak dengannya"
Shopia hanya terdiam saja mendengar hal tersebut dan melihat tiga orang teman lainnya yang semuanya menganggukkan kepalanya.
"Apakah kamu pernah melihat sendiri tentang rumor tersebut, Rico"
"Tidak sih, aku belum pernah melihatnya secara langsung, tapi sudah ada tiga orang yang mengaku sudah melihat langsung tentang rumor itu, selain itu juga dia menutup diri dengan tidak bersosialisasi dengan kami sehingga aku yakin dengan rumor itu adalah asli"
Shopia kembali menganggukkan kepalanya, namun dia tidak terlalu percaya dengan rumor yang masih belum dapat dipastikan kebenarannya itu.
Selama duduk di sebelah, Aira memang jarang bicara dengannya, tapi dari tingkah lakunya terhadapnya sejak pertama kali bertemu, menurut Shopia dia adalah pria yang baik.
Namun dia tetap menghargai peringatan dari teman barunya tersebut.
Sementara itu Aira tidak mengetahui rumor yang terjadi pada dirinya. Namun, walaupun dia mengetahuinya, Aira juga akan mengabaikannya karena dia tidak ada waktu untuk berpikir tentang rumor itu.
Dalam otaknya adalah mendapatkan uang banyak dan bisa menjamin kehidupan adiknya sampai bisa mandiri ataupun sudah menemukan pasangan yang bisa melindungi dan menjamin kehidupan lebih baik.
Aira mengayuh sepedanya di pinggir jalan raya kota yang penuh dengan kendaraan dan polusi udara yang bisa menyebabkan paru-paru rusak akibat asap kendaraan yang tidak terkendali.
Dia harus menambah aksesoris masker untuk menutupi setengah wajahnya selama mengayuh sepeda di pinggir jalan kota itu.
Setelah berjuang melawan polusi udara, Aira sampai di rumahnya dan dia segera memakirkan sepeda, lalu masuk ke dalam rumah yang tidak ada orang tersebut.
Adiknya, Mita akan pulang sore karena harus mengikuti kegiatan ekstrakurikuler Wushu. Dia terpengaruh seni beladiri tersebut karena melihat Laura yang sedang mengikuti turnamen lokal Wushu saat dia berumur 5 tahun.
Menurutnya saat itu Laura sedang menari di atas panggung dengan gerakan yang indah, sejak saat itulah dia langsung tertarik mempelajari seni beladiri itu.
Aira langsung menuju ke dapur untuk masak makan siangnya, dia melihat di dalam kulkas hanya tinggal lima telur.
"Sepertinya aku harus belanja kebutuhan lagi"
Dia langsung mengambil satu telur dan membuka lemari dapur untuk mengambil satu mie instan.
Beberapa menit kemudian, makan siang yang sederhana sudah selesai. Aira langsung membawanya ke meja makan untuk menyantap makanan tersebut.
Dia menyantap makanan tersebut sambil melihat-lihat smartphonenya yang menampilkan berbagai informasi berita teknologi tentang komputer.
"Hmm.. perusahaan teknologi S mengaku akan mengeluarkan sebuah perangkat sistem program AI asisten yang lebih canggih dari sekarang"
Tanpa terasa mie goreng telur yang berada di piringnya telah habis, Aira segera meletakkan smartphonenya di meja dan mengangkat piring ke tempat pencucian.
Setelah selesai mencuci piring dan minum segelas dia langsung mengambil smartphonenya dan masuk ke dalam kamarnya.
"Karena hari ini ada waktu senggang, aku akan melanjutkan proyek yang sudah lama tidak aku hentikan, setidaknya sampai mendapatkan pekerjaan baru"
Aira langsung menghidupkan komputernya dan mulai membuka folder-folder yang ada di komputer tersebut sampai akhirnya dia menemukan folder bernama Alice projects.
Dia langsung mengklik dua kali pada folder tersebut dan langsung keluar bahasa-bahasa komputer yang lumayan rumit.
"Seandainya papa dan mama masih hidup maka aku akan memiliki banyak waktu untuk menyelesaikan projects ini"
Memikirkan hal tersebut membuat dia bersedih karena teringat akan ayah dan ibunya yang telah pergi.
"Pa...ma...kalian terlalu cepat perginya"
Setetes air mata keluar dari kedua matanya dan dia langsung menyingkirkan air mata itu.
"Tidak...aku tidak boleh seperti ini terus, aku harus kuat menghadapi cobaan ini demi Mita, ya demi Mita"
Aira langsung memulai memasukkan beberapa huruf dan angka di layar komputer tersebut dengan keyboardnya. Gerakan jarinya terlihat sangat cepat menekan setiap apa yang ada di keyboard itu tanpa perlu melihat karena dia sudah hapal apa yang ada di keyboard itu.
Kedua matanya yang masih basah akibat air mata yang keluar tadi tetap fokus melihat layar komputernya itu.
Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul setengah lima sore dan seseorang mengetuk pintu kamar Aira.
Aira yang mendengar hal tersebut langsung beranjak dari kursi menuju ke pintu kamarnya.
"Mita, kamu sudah pulang ternyata"
"Ya.. ini kan sudah jam setengah lima sore"
"Hooo...kakak tidak sadar kalau sudah sore, kamu sudah makan?"
"Sudah, tapi kenapa kakak berada di rumah, seharusnya kakak kan pulang kerja jam 6 sore?"
Aira langsung terlihat bingung akan hal itu. Dia tidak ingin adiknya tahu kalau dia sudah tidak bekerja lagi.
"Apakah kakak ambil jatah libur hari ini?"
"Eh..ah ya..kakak mengambil jatah libur, ya...kerja terus-menerus membuat tubuh kakak jadi sakit, hahaha"
Aira menggaruk belakang kepalanya dan mengalihkan tatapannya ke arah lain sambil tertawa yang dipaksakan.
"Eh!? Kakak sakit? Bagian Mana yang sakit? Ayo ke rumah sakit untuk diperiksa"
Mita langsung menggenggam tangan Aira dan menariknya untuk segera ke rumah sakit, namun Aira menahannya.
"Tidak perlu seperti itu, kakak hanya perlu istirahat saja"
"Tidak! kita tetap ke rumah sakit untuk diperiksa, dulu mama juga mengatakan hal seperti dan akhirnya mama meninggal dunia, Mita gak mau kalau kak Ar juga meninggal dunia dan membuat Mita sendirian, Mita gak mau sendirian....."
Aira melihat adiknya itu mengeluarkan air mata yang membuat Aira terlihat terkejut akan hal tersebut.
"Mita, jangan menangis, kakak tidak akan meninggalkan Mita, kakak akan selalu ada bersama Mita sampai kapanpun itu"
Aira langsung memeluk adiknya itu dengan lembut dan mengelus kepalanya agar tidak menangis lagi. Cara ini selalu dilakukan oleh ibunya saat Aira sedang bersedih dan memang cara ini sangat ampuh karena Mita sudah lumayan reda menangisnya.
Aira langsung melepaskan pelukannya dan menghilangkan air mata yang masih tersisa di wajah Mita.
"Benarkah, kakak tidak akan meninggalkan Mita sendirian?"
"Tentu saja, kakak tidak akan pernah meninggalkan Mita sendirian, kakak akan selalu ada untuk Mita, kapan pun itu"
Mita langsung terlihat senang dengan memperlihatkan senyuman di depan Aira.
"Karena kamu sudah pulang, bagaimana kalau kita pergi ke supermarket dan sekalian makan diluar, sudah lama kita tidak makan diluar"
Mita menganggukkan kepalanya dan dia langsung menuju ke kamarnya untuk ganti seragamnya dengan pakaian kasual.
Aira langsung menuju ke komputernya lagi dan mengklik icon save, lalu langsung mematikan komputer tersebut. Dia juga mengganti seragamnya yang masih dipakai sejak pulang sekolah dengan pakaian kasual sederhana miliknya.
Setelah beberapa menit dia telah selesai dengan pakaian kasualnya sehingga dia langsung keluar kamar. Aira melihat Mita sudah menunggu dirinya di sofa TV.
"Mita, kamu sudah pesan taksi online?"
"Sudah kak, beberapa menit lagi akan sampai"
Aira dan Mita menunggu taksi online yang dipesannya sambil menyaksikan acara tv.
Beberapa saat kemudian, sebuah panggilan muncul di smartphonenya Mita dan dia langsung menjawab panggilan tersebut.
"Ya..pak, kami akan keluar"
Mita mengakhiri panggilan itu yang merupakan panggilan dari pengemudi taksi online yang di pesan oleh Mita.
Perjalanan menuju ke supermarket memakan waktu sekitar 2 lebih karena kondisi jalan yang padat akibat jam pulang para pekerja kantoran.
Aira langsung membayar tagihan taksi online itu dan keluar dari mobil menuju ke arah lobi supermaket yang mana Mita sudah berada disana dengan keranjang dorong.
Mereka berdua langsung masuk ke dalam supermarket yang cukup luas dan menjual berbagai kebutuhan. Aira jarang belanja kebutuhan di supermarket karena harganya mahal dan tidak bisa tawar menawar.
Namun karena pasar tradisional di dekat rumahnya tidak ada yang buka sore hari sehingga dia belanja kebutuhan di supermarket.
Aira mengambil beberapa bahan masakan yang stoknya sudah habis di rumah, dia juga mengambil beberapa kilo ikan dan ayam untuk kebutuhan seminggu.
Setelah semuanya kebutuhan seminggu sudah dibeli dengan tambahan beberapa makanan ringan, mereka berdua langsung menuju ke sebuah tempat makan keluarga yang dekat dengan supermarket itu.
Mereka berdua sampai di tempat makan keluarga itu dan saat itu juga Aira lupa kalau uang di dompet tinggal sedikit sehingga dia ingin mengambil uang di ATM yang berada di samping kantor bank yang tadi dilewatinya.
"Sepertinya ini cukup"
Aira mengambil uang yang keluar dari ATM itu dan keluar dari tempat ruangan ATM itu. Saat keluar, tiba-tiba smartphone yang ada di saku celana bergetar dia mengambil dan menjawab panggilan telpon itu.
"Ya, halo om Henry, ada apa?"
Saat Aira menjawab panggilan tersebut secara tiba-tiba pintu kantor bank yang telah ditutup dengan rolling door yang terbuat dari besi kembali terbuka. Orang-orang berpakaian hitam, memakai topeng dan memegang senjata api keluar dari bank itu.
Aira hanya termenung melihat hal tersebut dan salah satu dari mereka melihat Aira yang sedang menelpon.
Orang itu mengira kalau Aira sedang menelpon polisi sehingga dia mengarahkan pistolnya ke arah Aira yang masih termenung melihat hal yang terjadi di depan matanya.
Aira mencoba untuk menggerakkan tubuhnya, tapi itu hanya sekedar pikirannya tapi tubuhnya tidak mau bergerak karena masih syok akan apa yang dilihatnya.
Suara letusan senjata langsung berbunyi dan itu membuat tubuh bisa kembali bergerak, Aira mencoba untuk bergerak ke samping kiri.
Namun peluru yang bergerak sangat cepat itu mengalahkan refleks Aira. namun karena akurasi penembak yang buruk hanya berhasil mengenai bagian kuping kanan Aira yang masih ada smartphonenya.
Peluru tersebut juga mengenai smartphonenya dan membuat pecah yang mana pecahan smartphone itu menusuk bagian kanan kepala Aira.
"Arggghhhh"
Aira menjerit karena merasakan kesakitan di bagian kanan kepalanya. Dia memegang bagian kanan kepalanya yang mengeluarkan darah.
"Hei apa yang kau lakukan? Kenapa kau melepaskan tembakan?"
"Bocah ini melihat kita bos dan sedang menelpon polisi, jadi aku tembak saja dia"
"Sial!! Cepat pergi dari sini, sebelum polisi datang! Orang-orang juga sudah berkumpul akibat kau lepaskan tembakan itu"
"Maaf bos, tapi bagaimana dengan bocah ini, bos?"
"Biarkan saja, dia juga tidak akan selamat dengan luka seperti itu dan bila selamat juga dia tidak dapat mengetahui wajah kita, ayo pergi!"
Para perampok itu segera masuk ke dalam mobil milik mereka dan melaju dengan sangat cepat.
Sementara itu Aira yang sudah mengeluarkan darah sangat banyak, mulai tidak ada tenaga lagi untuk membuka matanya.
Dia dapat melihat beberapa orang yang berkumpul mengelilingi dirinya dengan pandangan khawatir.
Salah satu dari mereka ada yang menelpon polisi dan ambulan. Saat matanya akan terpejam secara penuh, dia memikirkan adiknya yang menunggu di tempat makan.
"Sial..aku tidak boleh mati, aku tidak boleh mati, Mita akan sendirian, aku tidak boleh mati, aku sudah berjanji untuk menjaga dan melindunginya"
Aira berusaha untuk membuka matanya, namun apa daya tubuh semakin lemah akibat darah yang terus keluar yang akhirnya matanya terpejam secara penuh.
****
Beberapa Minggu telah berlalu sejak kejadian itu. Para petugas kepolisian telah membentuk sebuah tim untuk mengusut tuntas peristiwa perampokan tersebut.
Tim yang dibentuk oleh polisi itu berhasil menangkap dua orang dari lima perampok bank tersebut.
Penyelidikan yang cukup alot terjadi pada tim saat mengintrogasi dua perampok itu karena mereka masih tidak memberikan informasi identitas temannya yang masih berkeliaran di luar.
Polisi telah memakai beberapa cara untuk membujuk ataupun mengancam kedua perampok itu.
Mereka selalu mengatakan kalau lebih baik mendekam di penjara ataupun dihukum mati daripada memberitahu indentitas temannya.
Polisi menduga kalau ini bukan perampok bank kaleng-kaleng, tapi sebuah kelompok yang terorganisir dengan sangat baik.
Sementara itu di rumah sakit yang salah satu ruangan kamar rumah sakit tersebut, seorang pria sedang berbaring di atas tempat tidur dengan berbagai alat medis terdapat di tubuhnya.
Bagian kepalanya terdapat perban yang menutupi kepalanya. Dua perempuan memasuki ruangan tersebut.
"Selamat siang, kami ingin chek kondisi pasien"
"Selamat siang, silahkan"
Dua orang perempuan yang merupakan suster perawat rumah sakit langsung mendekati tubuh pria yang sedang berbaring itu dan melakukan pemeriksaan medis seperti check jantung dan melihat infus.
"Bagaimana suster, keadaan kakak saya, apakah baik-baik saja"
"Untuk jantungnya normal dan luka di bagian kepala kanannya juga sudah mulai membaik"
"Tapi kenapa kakak saya tidak bangun dari komanya? Ini sudah seminggu lebih"
"Kalau masalah itu, saya tidak menjawabnya, maaf, lebih baik anda tanyakan ke dokter"
Setelah melakukan cek kesehatan, dua suster itu langsung pergi keluar meninggalkan pria berbaring bersama dengan adiknya.
Adik pria itu menatap tubuh kakaknya yang sudah berbaring sejak seminggu yang lalu setelah peristiwa perampokan bank yang membuat kakaknya seperti sekarang ini.
"Kak Ar, bangun, jangan tinggalkan Mita sendirian, kak Ar sudah janji dengan Mita kalau kak Ar tidak akan pernah meninggalkan Mita dan selalu ada bersama Mita"
Mita mengeluarkan air matanya sambil melihat tubuh Aira yang masih berbaring kaku.
Tiba-tiba pintu ruangan tersebut dibuka lagi dan kali ini yang datang adalah seorang pria dengan pakaian setelan seperti seorang pimpinan perusahaan dan seorang perempuan yang memakai pakaian lumayan elegan.
"Mita, kami bawa makan siang"
Mita langsung berdiri dan menyambut kedua orang tersebut, dia menghilangkan air matanya.
Dua orang tersebut langsung menuju ke sofa ruangan itu dan meletakkan makanan cepat saji di atas meja yang ada di depan sofa itu.
"Bagaimana dengan keadaan Aira? apakah ada hal yang bagus?"
"Belum ada om Henry, masih sama seperti sebelumnya"
Henry menghela nafas panjang dan melihat ke arah keponakannya itu yang masih memejamkan matanya.
"Ya.. untuk sekarang kita bisa bersyukur pada Tuhan karena Aira masih ada bersama kita, dokter juga mengatakan kalau Aira bisa selamat dari luka yang parah itu karena keajaiban dari Tuhan"
Mita menganggukkan kepalanya dan dia juga melihat ke arah kakaknya itu.
"Walaupun masih ada beberapa pecahan smartphone di bagian kanan kepalanya yang tidak bisa diambil akibat tersangkut dalam otak dan bila diambil akan sangat membahayakan nyawanya"
Suasana ruangan itu terlihat sangat suram dan melihat hal ini perempuan yang bersama dengan Henry. Jennie yang tidak lain adalah istri Henry langsung mengubah topik pembicaraan.
"Sudah-sudah, sekarang kita makan dulu biar ada tenaga untuk menyambut Aira saat sadar nanti"
Jennie memberikan sebuah kotak makanan cepat saji pada Mita yang menerimanya dengan senang hati.
"Terima kasih tante Jennie"
"Ayo kamu juga, sayang, makan dulu"
Henry langsung mengambil makanan cepat saji yang diberikan oleh istrinya itu.
"Oh ya, kak Herman akan tiba di Indonesia sore nanti dan akan langsung menuju ke sini"
Henry memberi tahu pada Mita tentang hal itu.
"Apakah tidak apa-apa om Herman meninggalkan pekerjaannya disana? Bukankah om Herman selalu terlihat sibuk dengan pekerjaannya sebagai konsultan bisnis internasional di Korea sana"
"Ya, tapi sekarang sudah mendapatkan liburan setelah semua pekerjaannya diselesaikan selama seminggu, sebenarnya kak Herman ingin datang ke Indonesia saat mengetahui Aira menjadi korban perampokan bank, tapi perusahaan tempatnya bekerja tidak memperbolehkan hal itu karena dia sangat dibutuhkan disana"
Mita menganggukkan kepalanya sambil memakan makanan cepat saji itu.
Selagi mereka bertiga mengobrol, Aira dengan perlahan membuka kedua matanya yang masih berbayang dan dia juga merasakan sakit di bagian kanan kepalanya.
"Ukhhh, dimana aku? Seorang? Apakah ada orang disini?"
Mendengar ada suara dari Aira ketiga orang yang duduk di sofa langsung bangun dan melihat Aira yang telah membuka matanya.
"Kakak!!!!"
Mita langsung berlari menghampiri Aira dengan air mata yang keluar.
"Aku akan panggil dokter"
Henry langsung keluar dari ruangan itu menuju ke ruang perawat jaga.
"Mita, ini dimana?"
"Kakak ada dirumah sakit, kak Ar sudah koma selama seminggu lebih"
"Oh Tuhan, terima kasih atas keajaibannya"
"Tante Jennie..."
Beberapa saat kemudian, Henry datang bersama dokter dan suster. Dokter itu langsung melakukan pemeriksaan pada Aira dengan sangat teliti.
Setelah beberapa menit memeriksa, tidak ada kelainan ataupun gangguan pada Aira, bagian kepala kanan juga tidak ada masalah.
"Untuk saat ini sepertinya tidak ada masalah, tapi kita tetap akan melakukan pemeriksaan secara menyeluruh termasuk pada otaknya karena pecahan masih ada disana"
Dokter tersebut langsung pergi keluar ruangan sambil berbicara dengan para suster.
"Kamu sungguh membuat kami sangat khawatir, Aira"
"Om Henry, bagaimana bisa aku berada di tempat ini?"
"Ya, saat aku menghubungi kamu itu aku mendengar suara letusan senjata dan setelah itu panggilan langsung terputus, aku yang khawatir akan hal itu langsung menelpon Mita agar mencari kamu dan akhirnya kamu ditemukan dalam keadaan tergeletak di lokasi bank itu sampai akhirnya kamu dibawa ke rumah sakit ini dan koma selama seminggu lebih"
Aira mendengarkan penjelasan tersebut dan melihat Mita yang masih mengeluarkan air matanya.
"Kak Ar jangan pernah lagi meninggalkan Mita...."
"Tidak akan, kakak tidak akan pernah meninggalkan Mita, bukankah kakak sudah berjanji?"
Aira mencoba menggerakkan tangan kanannya ke wajah Mita untuk menghilangkan air mata, namun karena masih lemah dia tidak bisa menggerakkan tangannya itu.
Mita menggenggam tangan Aira dengan sangat erat seperti tidak ingin melepaskan genggaman itu lagi.