Ketika Cinta Bersemi Di Jepang

🇮🇩Tobot_610
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 44.1k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - 1

Chapter 1

Merepotkan itulah yang aku pikirkan dengan apa yang terjadi padaku saat ini. Aku harus berjalan sambil menghindari orang-orang di bandara dengan menarik koper 24 inchi yang berisikan pakaian ku dan tas gunung 80 liter yang juga berisikan pakaian aku dan beberapa barang lainnya.

setelah berhasil melewati beberapa orang akhirnya aku sampai juga di tempat yang menyebalkan dan membuat aku menderita karena harus berdiri lama yakni bagian pemeriksaan keimigrasian bandara Haneda.

Ini sangat merepotkan dan membuat aku sangat menderita karena aku tidak bisa berlama-lama berdiri akibat ada cidera otot di pergelangan kakiku yang mungkin tidak bisa diperbaiki lagi.

Dalam keadaan mengantri di bagian administrasi yang jalannya hanya 2 detik dan berhenti 30 menit, aku menghela nafas panjang.

"Hahhhh... kenapa juga aku harus pindah ke negara ini? dan kenapa juga kalian berdua harus meninggal dunia dalam waktu bersamaan membuat aku menjadi merepotkan seperti ini"

Aku merasa menyesal karena tidak mencegah papa dan mama aku untuk pergi bulan madu yang kesekian kalinya.

Padahal umur mereka berdua sudah sudah 50an ke atas tapi masih juga ingin berbulan madu yang akhirnya membuat mereka berbulan madu untuk selamanya.

"Apakah kalian tidak merasa memiliki tanggung jawab telah pergi duluan ke alam sana dan tidak tahukah kalau itu membuat aku jadi kerepotan dan juga membuat aku merindukan kalian berdua, aku masih butuh bimbingan hidup dari kalian berdua"

Tanpa terasa aku mengeluarkan air mata sambil menundukkan kepalaku dan tetap menghela nafas panjang.

Beberapa saat kemudian, orang di depanku maju ke depan dan aku juga ikut maju sampai akhirnya aku tiba di depan petugas keimigrasian negara ini.

"Paspor..." ujar petugas imigrasi yang bergender perempuan.

Aku langsung menyerahkan paspor ku pada petugas tersebut dan dia langsung memeriksa paspor ku dengan sangat teliti, lalu mengetik di keyboardnya yang entah apa diketiknya itu karena aku tidak dapat melihatnya.

Sesekali dia melihat ke aku dan kembali ke paspor yang ada foto aku, lalu ke layar komputer.

"Tuan Aira Sy..hpura?"

"Syahputra..."

Aku membenamkan ucapan petugas imigrasi tersebut saat mengucapkan nama belakang ku.

"Syahputra?"

Aku menganggukkan kepalaku saat dia memastikan nama belakang aku.

"Welcome to Japan, can you speak Japanese?"

"Not very well"

"What is your purpose to Japan?"

"Education" jawab aku dengan singkat

"How long have you been in Japan?"

"Until graduation"

"Is there any family or relatives here?"

"Of course, he was a friend of my parents and I was going to live there"

Setelah itu tidak ada tanya jawab lagi dari petugas imigrasi tersebut dan dia sibuk dengan layar komputer dan keyboardnya.

"Ok, no problem with your passport, again I say welcome to Japan"

Petugas imigrasi itu lalu menyerahkan paspor ku yang sudah diberikan stempel di kolom yang tersedia.

"arigato gojamasu"

Aku membalasnya dengan bahasa Jepang yang paling aku kuasai saat ini sambil menundukkan kepala ku.

Petugas imigrasi tersebut terlihat tertawa pelan saat aku mengucapkan kalimat tersebut. Aku berpikir, apakah ada yang salah dalam pengucapan ku itu?

Namun aku mengacuhkan hal itu, langsung pergi meninggalkan tempat tersebut dengan cepat menuju ke luar bandara untuk bertemu dengan orang yang menjemput aku di bandara.

Sesampainya di luar bandara, lebih tepatnya lobby bagian kedatangan, aku melihat deretan para penjemput sambil menunjukan beberapa kertas yang bertuliskan nama perusahaan, kelompok ataupun nama orang yang dijemputnya.

Aku memperhatikan satu persatu orang-orang yang berjejer tidak beraturan tersebut sampai akhirnya aku menemukan wajah yang aku kenal, orang itu juga memanggil namaku.

"Aira!!!"

"Om Hiro"

Aku langsung mendekati Om Hiro dan langsung menciumi tangannya walaupun aku merasa dilihat oleh orang sekitar namun aku mengacuhkannya karena apa yang aku lakukan ini adalah budaya di negaraku sebagai bentuk penghormatan pada orang yang lebih tua.

"Akhirnya kamu datang juga ke Jepang, om sudah menunggu lama agar kamu datang ke sini" ujar om Hiro dalam bahasa Indonesia dengan masih ada logat Jepangnya.

"Hahaha..ya maklum om, saya kan harus menyelesaikan pendidikan SMP dulu baru kesini"

"Ya kamu benar, ayo kita segera berangkat saja, Miyuki, sudah menunggu kamu di rumah, dia sudah memasak makanan Jepang kesukaanmu yakni nasi kare dengan super pedas sebagai penyambutan kedatangan kamu, Mia juga sudah tidak sabar bertemu dengan kamu, setiap waktu terus menanyakan kapan kamu tiba di Jepang, pusing aku dibuatnya"

"Hahaha, terima kasih menerima telah saya di Jepang, saya tidak enak hati karena sudah merepotkan kalian bertiga"

"Siapa bilang merepotkan, kamu adalah bagian keluarga kami juga, aku dan kedua orang tua kamu sudah menjadi saudara angkat, jadi tidak perlu mengatakan hal seperti itu, tapi ya aku tidak menyangka kalau mereka berdua akan cepat perginya"

Om Hiro terlihat memasang ekspresi sedih saat membicarakan kedua orang tua aku yang telah meninggal dunia beberapa bulan yang lalu.

"Tidak apa-apa, om Hiro, ini sudah menjadi takdir Tuhan bahwa mereka berdua harus pergi selamanya tapi saya kira saat ini mereka berdua sedang bersenang-senang menikmati bulan madu yang abadi di alam sana, hahaha"

"Haha..kamu benar, mereka berdua memang selalu bersenang-senang, mungkin nanti kamu akan ketemu banyak adik saat bertemu lagi dengan mereka"

Aku menganggukkan kepalaku dengan tersenyum. Om Hiro langsung membawa aku ke tempat parkir mobilnya.

Sesampainya disana aku langsung memasukkan koper dan tas gunung aku ke dalam bagasi mobil, lalu masuk dan duduk disampingnya om Hiro yang mengemudikan mobil tersebut.

Perjalanan kami menuju ke rumah om Hiro berjalan dengan lancar tanpa ada gangguan sama sekali sampai akhirnya aku dapat melihat menara yang ikonik bagi Jepang yakni menara Tokyo.

Aku melihat menara itu dari jalan bebas hambatan yang menuju ke prefektur Saitama, karena rumah om Hiro berada di kota Saitama yang merupakan ibukota prefektur Saitama. Kami berdua sampai di rumah Om Hiro tepat pukul 17.30 waktu Jepang.

Aku melihat rumah milik om Hiro memiliki dua tingkat dengan type minimalis seperti rumah pada umumnya di Jepang bahkan hampir mirip dengan rumah aku di Indonesia yang saat ini telah aku sewakan pada kerabat dari pihak ibuku dengan harga sangat murah yakni 5 juta pertahun.

Hal itu aku lakukan karena untuk mendapatkan uang. Aku tidak mungkin bergantung pada uang asuransi jiwa kedua orang tua aku, walaupun uang tersebut bisa membuat aku bertahan sekitar 5 tahun. Selain itu juga rumah ada yang ngurus atau dirawat, setidaknya sampai aku kembali ke Indonesia.

Aku langsung turun dari mobil yang di parkir di depan rumah tersebut dan langsung mengeluarkan koper dan tas gunung dari bagasi mobil.

Rumah om Hiro tidak memiliki garasi karena memang om Hiro tidak memiliki mobil. Om Hiro untuk pergi kerja dengan berjalan kaki sampai ke stasiun yang tidak jauh dari rumah.

Mobil yang dipakai untuk menjemput aku tersebut adalah mobil sewaan dari temannya yang didapatkannya dengan harga murah.

Saat aku membuka pintu pagar rumah tersebut, pintu rumah tersebut juga ikut terbuka. Aku langsung melihat dua orang wanita dengan wajah yang hampir mirip namun memiliki tinggi yang berbeda.

"Selamat sore, tante Miyuki dan hai Mia-chan, kita berjumpa lagi, kamu sudah besar.... ukhhh"

Aku langsung merasakan kesakitan di perut karena Mia memeluk aku sambil melompat. Aku merasa seperti sedang beradu gulat Smack down dengannya yang mana dia menerjang aku dengan cara melompat agar bisa membuat aku berbaring.

"Ar-niichan, aku merindukanmu"

"Hahaha...ya aku juga merindukan mu, terakhir kita bertemu saat kamu berumur 7 tahun dan sekarang kamu sudah besar dan menjadi gadis yang cantik, aku sampai tidak menyadari kalau itu adalah Mai kecil yang cengeng"

Dia mengarahkan kepalanya ke atas agar bisa melihat aku, namun tetap dalam posisi memeluk aku.

"Buuuu...itu kan dulu, sekarang Mai sudah berumur 13 tahun dan tidak cengeng lagi"

Mia menggembungkan pipinya seperti hamster yang menyimpan makanan di mulutnya dan itu terlihat manis.

Mai memiliki tinggi sebatas bahu aku sehingga aku bisa mengelus kepalanya dengan mudah.

"Ha-ha-ha...ya...ya"

Aku mengelus rambutnya dengan perlahan dan terlihat dia menyukai saat aku mengelus rambutnya.

"Mia-chan, ayo jangan bersikap seperti itu, biarkan Aira untuk masuk terlebih dahulu agar bisa beristirahat, pasti Aira merasa lelah akibat perjalanan jauh"

Mia langsung melepaskan pelukannya dan menarik aku untuk masuk kedalam rumah dan aku pun langsung melangkahkan kakiku sambil menarik koperku untuk masuk ke dalam rumah.

Saat masuk, aku melihat sebuah ruangan yang luas, yang mana ruang tamu, keluarga dan makan dijadikan satu ruangan tersebut, hanya bagian dapur, kamar mandi dan toilet yang memiliki ruangan sendiri.

Dekat pintu masuk juga sebuah tangga yang menuju ke lantai dua.

Sebelum melangkah lebih jauh, aku harus melepaskan sepatu dan memakai sebuah sandal rumah yang sudah disediakan di hadapan aku.

Aku merapikan sepatu aku dan langsung melangkahkan kakiku untuk masuk lebih dalam rumah tersebut.

Om Hiro memberi tahu padaku kalau kamar yang akan aku tempati berada di lantai dua tepat di sebelah kamar Mia. Aku segera menuju ke lantai dua seperti yang dikatakan oleh Om Hiro untuk meletakkan barang-barang aku.

***

"Yosh, semua sudah aku masukkan ke lemari"

Aku langsung mengangkat koper ku yang sudah kosong untuk diletakkan di atas lemari begitu juga dengan tas gunung itu.

Setelah selesai menaruh koper dan tas gunung, aku langsung berbalik dan memandang ruangan yang akan aku gunakan selama aku hidup di Jepang.

Ruangannya hampir sama luasnya dengan kamar aku di rumah dengan interiornya satu ranjang tidur, lemari pakaian yang menyatu dengan dinding, sebuah jendela samping satu set meja belajar dan sebuah rak berukuran minimalis yang menempel di dinding.

Aku langsung merebahkan tubuhku di tempat tidur, lalu melihat smartphone untuk browsing di media sosial. Baru beberapa menit melihat-lihat kabar terbaru di media sosial, pintu kamar diketuk oleh seseorang.

"Ar-niichan, ayo makan malam"

Aku melihat jam di smartphone sudah menujukan pukul delapan malam. Memang ini adalah waktunya makan malam. Perbedaan waktu Jepang dengan Indonesia tidak terlalu berbeda jauh, hampir sama dengan waktu Indonesia tengah.

"ya..."

Aku langsung beranjak dari tempat tidur dan membuka pintu kamar. Saat pintu terbuka, aku melihat Mai yang berdiri di depan pintu dan dia langsung menarik tanganku untuk menuju ke bawah.

"Ney anak suka sekali menarik tangan orang"

Walaupun aku berpikir seperti itu, tapi aku tidak menolak dan mengikuti langkahnya.

Sesampai dibawah aku melihat om Hiro sudah duduk di kursinya dan tante Miyuki sedang menghidangkan makanan di meja makan.

Mia langsung melepaskan tanganku untuk membantu Tante Miyuki dan aku juga ikut membantu.

Aku melihat kalau makanan yang dihidangkan adalah nasi kare lengkap dengan segala lauk pauk berupa daging yang tentunya bukan daging babi karena Tante Miyuki tahu kalau aku tidak bisa memakan daging tersebut dan juga ada beberapa sayuran.

Aku dan semuanya makan dengan tenang tanpa bicara ataupun mengobrol karena Tante Miyuki tidak suka ada yang bicara saat sedang makan.

Selesai makan aku langsung mencuci piring kotor walaupun Tante Miyuki mengatakan tidak perlu melakukan hal tersebut, tapi karena aku akan tinggal bersama mereka, setidaknya aku harus tahu diri yakni membantu bersih bersih.

"Terima kasih, Ar, seharusnya ini tugasnya Mai tapi malah dia kabur dan kamu yang membersihkannya, sudah biarkan saya yang bersihkan sisanya, kamu bisa bergabung dengan yang lainnya"

"Haha... tidak apa-apa, saya sudah terbiasa melakukan ini saat di rumah, Baik, Tante Miyuki"

Aku langsung menuju ke tempat tv berada yang mana disana ada Mai dan om Hiro yang sedang menonton acara TV sambil tertawa.

"Ohh... Ar-niichan, sini duduk acara TV seru"

"Ya, walaupun terdengar seru, tapi aku tidak mengerti apa yang dibicarakannya"

"Oh, iya, Mai lupa kalau Ar-niichan belum terlalu bisa berbahasa Jepang, tenang saja, Mai akan mengajari Ar-niichan bahasa Jepang dengan cepat, sekarang Ar-niichan adalah muridnya Mai jadi panggil Mai dengan sensei"

Aku hanya tertawa pelan melihatnya yang terlihat membusungkan dadanya karena terlihat percaya diri.

"Hahaha..baik Mai sensei, murid mu tolong dibantu"

"Hohoho... serahkan pada saya"

Setelah itu tidak ada pembicaraan lagi, aku dan Mai kembali menonton acara TV yang berupa sebuah komedi dan aku tidak tidak mengerti apa yang diucapkan oleh orang yang ada dalam acara tersebut.

Aku hanya ikut tertawa saat ada bagian-bagian yang aku pahami walaupun itu hanya berupa gerakan-gerakan yang menurutku lucu dan kata-kata yang aku pahami.

Mai juga sudah mulai memberikan pelajaran tentang bahasa Jepang dengan menerjemahkan beberapa ucapan dari orang dalam acara tersebut.

Tidak berapa lama tante Miyuki datang dan ikut menikmati acara tersebut.

Tanpa terasa jam dinding sudah menunjukkan pukul setengah 11 malam sehingga kami semua memutuskan untuk beristirahat.

Om Hiro telah beristirahat duluan karena dia harus bangun pagi-pagi untuk mengembalikan mobil sewaan tersebut sebelum berangkat kerja.

Saat tv sudah dimatikan Aku dan Mai langsung naik ke atas menuju ke kamar masing-masing. Sesampai di kamar aku langsung turun kebawah lagi karena badan aku terasa lengket dan ingin mandi.

Saat memasuki kamar mandi ternyata ruangan tersebut terbagi menjadi dua yakni bagian depan yang hanya ada wastafel dan kaca , sedangkan yang satunya lagi adalah sebuah bathtub berbentuk persegi yang besar mungkin bisa muat dua orang dan ada juga shower.

Ruangan tersebut hanya dipisahkan pintu geser yang terbuat dari aluminium.

selesai mandi, tentu saja dengan shower tidak berendam di bathtub karena memakan waktu lama untuk mengisi airnya, aku langsung kembali ke kamar dan langsung merebahkan diri ke tempat tidur.

Tubuhku saat ini tidak merasa lelah lagi karena telah mandi, namun karena efek mandi tubuhku terasa sangat nyaman untuk tidur sehingga tanpa terasa aku langsung tidur menuju ke alam mimpi.

Kukuruyuk!!!!

Aku mendengarkan suara yang sangat berisik dari telinga kananku sehingga aku menggerakkan tanganku untuk mencari benda yang membuat suara berisik tersebut.

Saat menyentuh benda tersebut aku mengambil dan mendekatkan ke mataku yang secara perlahan aku buka.

"Hahhhh... ternyata suara alarm"

Aku langsung mematikan alarm tersebut dan melihat jam yang ada di smartphone tersebut menujukan pukul setengah 6 pagi.

Smartphone tersebut langsung aku letakkan di samping kanan lagi dan melihat langit-langit ruangan yang aku tempati yang berbeda dengan apa yang sering aku lihat sebelumnya.

Aku langsung bangun dari tidur dengan posisi duduk dan melihat sekitarnya yang berbeda dengan apa yang biasa aku lihat sebelumnya.

"Dimana aku ini?"

Sesaat kemudian aku baru ingat kalau aku sudah tidak berada di rumahku melainkan berada di rumah om Hiro.

Aku pun langsung beranjak dari tempat tidur dengan langkah malas menuju ke arah jendela yang berada di samping meja belajar yang masih kosong. Aku membuka tirai jendela dan melihat langit masih gelap.

"Sial...aku lupa mengganti alarm jam"

Aku melihat kebawah kalau mobil sudah tidak ada lagi yang berarti om Hiro telah pergi.

Sambil menggaruk-garuk belakang kepalaku dan menguap, aku memutuskan untuk turun kebawah daripada harus tidur lagi.

Sebelumnya aku harus menuju ke kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok gigi di wastafel kamar mandi, setelah itu baru menyiapkan sarapan pagi untuk Tante Miyuki dan Mia.

Saat dibawa aku mendengar suara di arah dapur sehingga aku langsung menuju ke sana dan melihat Tante Miyuki sedang menyiapkan hidangan sarapan pagi.

"Selamat pagi, Tante Miyuki"

"Araaa....kamu bangun lebih awal, Aira"

"Ya, alarm di smartphone, lupa saya ganti sehingga terbangun lebih awal"

Tante Miyuki pun hanya tertawa pelan sambil tetap meletakkan makanan yang sudah siap di meja.

Aku pun langsung mendekat dan membantu Tante Miyuki menyiapkan hidangan sarapan pagi walaupun dia terlihat menolak bantuan ku tapi aku memaksa sehingga dia mengucapkan terima kasih atas bantuan ku.

Setelah beberapa menit, akhirnya hidangan sarapan pagi sudah selesai dihidangkan, aku langsung menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Membersihkan diri ini bukan berarti mandi, tapi hanya cuci muka dan menggosok gigi, mandi hanya dilakukan saat malam tiba.

Hal ini adalah kebiasaan orang Jepang yang menganggap mandi cukup satu kali aja, saat sudah selesai dengan semua aktivitas di luar ataupun dalam rumah.

Walaupun, mungkin ada juga yang juga mandi dua kali seperti orang Indonesia, tapi itu sangat jarang terjadi di Jepang.

"Aira, Tante bisa minta tolong? Tolong bangunin Mai" teriak Tante Miyuki dari dapur.

"Oke..."

Aku pun langsung menuju ke lantai dua setelah berkumur-kumur dan mengelap wajahku dengan handuk kecil berwarna putih milikku.

"Mia...halo... Mia... sudah pagi... bangun dan sarapan..."

Aku mengucapkan hal itu sambil mengetuk kamarnya dan beberapa saat kemudian suara pintu terbuka terdengar.

Aku melihat seorang gadis dengan rambut acak-acakan, mata mengantuk, dan menguap.

Mai memakai piyama berwarna biru langit polos dengan kancing bagian paling atasnya terlepas sehingga aku dapat melihat belahan di dadanya dan bra-nya.

Memang Mai memiliki dada yang cukup menggoda mata lelaki, namun aku sudah menganggap Mai adalah adik perempuan kecilku, bukan sebagai perempuan sehingga aku tidak tergoda akan apa yang aku lihat saat ini.

Aku pun menyentil keningnya dengan pelan membuat matanya langsung terbuka dengan lebar dan kedua tangannya memegang keningnya.

"Hei bangun, ini udah jam tujuh, cepat turun dan sarapan pagi sebelum berangkat ke sekolah"

"Sakit..."

"Hahaha... maaf.. maaf"

Mai berjalan menuju kebawah sambil menguap dan mengusap-usap matanya.

Dengan langkah lemas dan mata yang kembali tidak terbuka sempurna dia menuruni tangga dan akhirnya sampai ke dapur.

Dia langsung duduk sambil matanya masih merem dan menguap beberapa kali.

"Morning... Mama"

"Hei... kenapa kamu bersikap seperti itu, disini ada Aira, jangan bersikap memalukan seperti itu, sana cuci muka dan gosok gigi"

"Ya....ya...ya..."

Mia pun langsung bangun dari duduknya dan menuju ke wastafel kamar mandi untuk cuci muka dan juga menggosok gigi, tapi sebelum masuk ke kamar mandi ternyata dia terlebih dahulu masuk ke toilet.

Sedangkan aku langsung menuju ke lantai dua lagi karena jam sudah menunjukkan pukul 7 lewat 35 dan waktunya untuk bersiap-siap berangkat ke sekolah baru ku yang akan dimulai jam 9 pagi.

Saat di kamar, aku langsung membuka lemari dan mengambil seragam sekolah baru aku yakni sebuah kemeja putih lengan pendek, dan celana panjang berwarna hitam.

Apa yang aku pakai ini adalah seragam untuk musim panas sehingga aku perlu memakai kaos polos dengan warna yang sama agar tidak terlihat aneh.

Ya, seragam yang aku pakai saat ini hampir sama seperti seragam SMA di Indonesia. Perbedaannya adalah tidak ada lambang OSIS di saku kemejanya.

Seragam di sekolah Jepang disesuaikan dengan musimnya, bila musim panas maka hanya memakai kemeja lengan pendek dengan kain tipis agar tidak terlalu gerah dan banyak mengeluarkan keringat dan celana panjang kain.

Bila sudah masuk musim gugur, dingin maka akan ditambah dengan jas yang bernama Gakuran karena udara semakin dingin.

Sedangkan musim semi para siswa diberikan kebebasan untuk memakai jenis seragamnya, kecuali bagi siswa baru yang harus memakai Gakuran bagi pria dan wanita memakai blazer bewarna biru dengan dasi pita berwarna pink.

Aku mengetahui hal itu karena sudah melihat jadwal pemakaian seragam di brosur sekolah baru aku tersebut.

Setelah memakai seragam, memasang sebuah pin yang melambangkan sekolah baru aku dan merapikan diri, aku langsung mengambil tas sekolah ku yang ada lambang sekolahnya di bagian samping tas tersebut.

Aku langsung keluar kamar untuk menuju ke meja makan. Saat melewati kamar Mia, pintu kamar tersebut terbuka dan melihat Mia.

Mia memakai seragam sekolahnya yakni sebuah seragam berupa kemeja putih lengan pendek, dasi dengan campuran warna biru dan putih, vest bewarna biru, rok pendek di atas lutut kotak-kotak dan sebuah kaos kaki sampai lutut.

Rambutnya juga diikat dalam bentuk twin tail yang memang terlihat cocok untuknya. Kesan imut yang sesuai dengan wajahnya itu menjadi sangat terlihat.

"Wah... Ar-niichan terlihat sangat keren memakai seragam itu, terlihat sangat cocok"

"Iyakah..aku kira ini biasa aja karena hampir mirip dengan seragam sekolah di Indonesia"

"Walaupun begitu, Ar-niichan tetap terlihat keren"

"Hahaha.. terima kasih atas pujiannya, ayo kita sarapan pagi"

Mia menganggukkan kepalanya dan kami berdua langsung berjalan berdampingan menuju ke bawah untuk menyantap sarapan pagi.

Sarapan pagi hanya berlangsung beberapa menit saja karena sarapannya hanya berupa nasi, miso, dan ikan goreng. Kami berdua langsung menuju ke pintu rumah dan memakai sepatu pantofel.

"Apakah kamu sudah membawa peta sekolah kamu Aira"

"Sudah tante, ada di saku celana"

"Humm.. baguslah, tapi saya masih khawatir kalau kamu akan tersesat, apa saya ikut mengantar kamu juga"

"Hahaha, tidak usah Tante, sudah ada peta dan google map jadi tidak perlu khawatir"

"Baiklah kalau kamu mengatakan seperti itu, tapi bila tersesat segera telpon tante ya"

Aku menganggukkan kepalaku dan kami langsung keluar setelah berpamitan.

Aku dan Mia berjalan kaki menuju ke halte bis yang tidak jauh dari rumah. Sembari berjalan itu, Mia terlihat sangat senang dan terus berbicara padaku sehingga aku hanya mendengar dan menanggapi beberapa hal yang perlu ditanggapi sisanya hanya diam mendengarkan omongannya.

Sesampainya di halte, aku harus berpisah dengan Mia karena sekolah baru ku dapat dilalui dengan jalan kaki sedangkan sekolah Mia harus menggunakan bus.

Aku melambaikan tanganku padanya sebagai tanda perpisahan. Setelah bus pergi menjauh aku langsung melanjutkan langkah kakiku menuju ke arah sekolah baru aku.

Setelah berjalan beberapa menit dengan mengikuti peta yang yang ada dalam brosur sekolah baru aku, akhirnya aku sudah dapat melihat gedung sekolah.

Namun aku ragu apakah sekolah yang aku lihat itu adalah sekolah baru aku atau tidak. Setidaknya aku bisa menanyakan pada seseorang tentang hal tersebut.

Kebetulan disamping aku ada dua siswa perempuan yang sedang menunggu lampu penyebrangan menyala.

"Excuse me"

Saat aku mengatakan hal tersebut, dua siswa perempuan itu terlihat kaget.

"Sorry to startle you both, I was wondering, is that building right ahead is the high school saitama?"

Kedua perempuan itu terlihat saling menatap dan berbicara dalam bahasa Jepang, selain itu juga ada kebingungan dari wajah mereka.

"Ummm.. sorry, not very well speak English"

Aku yang mendengar hal tersebut, hanya menghela nafas panjang, tersenyum dan mengucapkan thanks pada mereka berdua.

Saat itu lampu penyebrangan menyala dan aku bersama kedua perempuan itu berjalan menuju ke arah gedung tersebut. Setidaknya aku bisa bertanya pada seorang guru yang berdiri di depan pintu gerbang gedung tersebut.

Aku menuju ke arah seorang pria dewasa dengan tubuh besar dan sedikit gendut, berwajah brewok, memakai satu set jacket training warna putih dengan dua garis hitam di lengan dan celananya, memegang sebuah pedang shinai, seperti dalam anime-anime.

Para murid yang melewati gerbang tersebut terlihat membungkukkan tubuhnya sedikit dan menyapanya. Aku pun langsung mendekati pria tersebut.

"Excuse me"

Pria itu langsung melihat ke arah aku dan dia menaikan satu alis ke atas.

"I wanted to ask you sir, is this high school Saitama?"

Pria itu pun terlihat kebingungan karena aku mengatakan dalam bahasa Inggris. Aku berpikir sepertinya pria di depanku ini juga tidak bisa berbahasa Inggris tapi aku juga tidak bisa berbahasa Jepang secara fasih sehingga aku juga bingung.

Dia melihat sekitarnya yang mungkin mencari seseorang yang bisa bahasa Inggris, tapi yang aku lihat adalah semua murid yang ada di dekatnya mengalihkan wajah mereka.

Beberapa saat kemudian, pria itu melihat seorang siswa yang sedang mendorong sepedanya dan memanggilnya. Aku melihat ada raut wajah yang tidak bisa aku jelaskan dari dirinya saat pria di depanku memanggilnya.

Pria itu langsung mengobrol dengan bahasa Jepang pada siswa yang dipanggilnya dan siswa tiba-tiba melihat ke arah aku.

"Hi, can I help you?"

"Oh, thank god someone finally speaks English. I wanted to ask, is this really saitama high school??"

"Yeah, right"

"Finally, I'm new to this school, can you tell me where the principal's room is?"

Siswa itu menganggukkan kepalanya, dia berbicara pada pria dewasa itu dan aku hanya memahami beberapa kata dari obrolan tersebut.

"I'll take you to the principal's office, follow me"

"Oh.. thank you"

Aku pun mengikuti siswa tersebut, namun sebelumnya aku menundukkan kepalaku pada pria tersebut sebagai penghormatan untuk orang yang lebih tua, ini adalah kebiasaan orang Jepang.

Selama dalam perjalanan menuju ke ruang kepala sekolah siswa yang mengantarkan aku tersebut memperkenalkan dirinya padaku.

Siswa tersebut bernama Daisuke Yamada dan aku pun memperkenalkan diriku padanya.

"Ohhh, so you're from Indonesia and came just yesterday" ujar Yamada

Aku hanya menganggukkan kepalaku singkat dan Yamada yang terus melakukan pembicaraan.

"Why have you transferred in this month?"

"Oh, I'm not actually a transfer student but I'm a new student at this school, the Indonesian school year finished in June so I'm starting this month"

"Hmm..I understand. No wonder you're new to school this month. In Japan school year starts in April so you're two months late"

"Yeah, I know that, so a lot of high school rejects me when I apply because it's too late and have to wait another year. This is the only school that registers under the conditions I'm in"

Tanpa terasa akhirnya kami berdua sampai di depan ruang kepala sekolah yang ternyata satu ruangan dengan ruang guru.

Setelah mengantar aku, Yamada langsung pergi ke pergi meninggalkan aku di depan pintu ruang guru karena dia harus kembali ke kelasnya. Aku pun melambaikan tanganku sampai di menghilang dari pandanganku.

Aku kembali menghadap pintu ruang guru sambil mengambil nafas panjang dan mengeluarkannya dengan perlahan, aku merasa gugup.

Setelah siap, aku pun mengetuk pintu ruangan tersebut dan menggesernya ke kanan.

"Excuse me"

Aku melihat di dalam ruang guru ada banyak orang dewasa baik lelaki dan perempuan yang sedang duduk di kursi kerjanya masing-masing.

Salah satu dari mereka melihat aku dan mendekati aku. Orang yang mendekati aku adalah seorang perempuan yang masih terlihat muda dan modis.

Saat sudah dekat perempuan itu menggunakan bahasa Jepang tapi saat tahu kalau aku memakai bahasa Inggris perempuan itu langsung berganti bahasa Inggris.

"I'm new at this school and would like to meet the principal"

Aku melihat ada raut ekspresi yang aneh pada wajah perempuan tersebut, namun dia tetap mengantar aku ke tempat kepala sekolah berada.

"follow me"

Perempuan itu langsung berjalan menuju ke sebuah meja yang dekat jendela dan hanya ada satu meja di tempat itu.

Perempuan itu menyapa dengan formal pada orang yang menempati meja tersebut dan aku melihat kalau orang tersebut adalah seorang lelaki yang sudah lumayan tua, sekitar berumur 45 ke atas.

Pria tua itu pun sepertinya mengucapkan terima kasih karena aku mendengar kata arigato dan perempuan modis itu langsung pergi meninggalkan kami berdua yang sebelum pergi membungkukkan tubuhnya sedikit.

"So you're aira from Indonesia who applied to this school but only entered this month because your country's school year finished in June"

"Yes, sir"

"Suho watanabe, you can call me sensei in here"

"Yes, Watanabe sensei"

"So what do you think of the school?"

"Very good."

"Hahaha, classic answer but I like to hear it, so as far as your class it's in the classroom...."

Pak Watanabe melihat berkas di mejanya dan beberapa saat kemudian dia menemukannya.

"Your class will be in class 1-3"

Watanabe sensei langsung memanggil seseorang yang bernama Sato dan orang yang dipanggil oleh Watanabe sensei langsung menjawab dengan keras.

Aku melihat kalau orang itu adalah seorang perempuan yang bertubuh kecil dari orang dewasa pada umumnya yang ada di sini, bahkan tingginya menyamai aku.

Perempuan itu langsung terlihat panik dan berlari ke tempat aku dan Watanabe sensei berada.

Perempuan itu pun langsung menyapa Watanabe sensei dengan membungkuk sedikit tubuhnya dan langsung berbicara dengan menggunakan bahasa Jepang.

Setelah selesai ngobrol dengan Watanabe sensei, dia menatap aku dan menyodorkan tangannya untuk bersalaman dengan aku sambil memperkenalkan dirinya dalam bahasa Jepang yang dapat aku mengerti. Bila perkenalan maka aku masih bisa.

"Akemi Sato, aku adalah wali kelas 1-3 dan akan menjadi wali kelas mu"

"Ah..ya.. Aira Syahputra, mohon bantuannya, Sato sensei"

Beberapa saat kemudian bel sekolah berbunyi sehingga para sensei yang harus mengajar jam pertama mempersiapkan semuanya bahannya, lalu beranjak menuju ke kelasnya masing-masing.

Sato sensei juga kebetulan mengajar di jam pertama di kelas yang menjadi tanggung jawabnya sehingga dia mengajak aku untuk menuju ke kelas 1-3.

Kami berdua langsung beranjak dari ruang guru tersebut dengan pamit sebelumnya pada Watanabe sensei.

"Jadi kamu berasal dari Indonesia dan baru datang ke Jepang kemarin sore"

Sato sensei mengucapkan hal itu dalam bahasa Jepang dan aku hanya sedikit memahami kata-katanya, aku menganggukkan kepalaku secara singkat.

Aku dan Sato sensei berjalan di koridor sekolah lantai dua dan menaiki tangga menuju lantai 3 tepat dimana semua kelas 1 berada, sedangkan lantai dua untuk kelas 2 sedangkan di lantai satu adalah untuk kelas 3 berada.

"Aku sudah mendengar penjelasan dari Watanabe sensei tentang kenapa kamu baru masuk sekarang, walaupun telat kamu harus mengejar ketinggalan dua bulan itu"

Aku kembali menganggukkan kepalaku dengan tersenyum.

"Kenapa kamu hanya menganggukkan kepala saja, apakah kamu belum bisa bahasa Jepang secara fasih?"

Aku hanya menganggukkan kepala sekali lagi.

"Kalau gitu sensei akan mengajari mu agar bisa bahasa Jepang secara fasih, sensei adalah pengajar sastra Jepang"

Sekali lagi aku hanya bisa menganggukkan kepalaku tanpa tahu apa yang dikatakannya, setidaknya aku tidak merasa kalau Sato sensei berkata kasar padaku.

Aku ingin cepat mengerti bahasa Jepang agar bisa berkomunikasi dengan yang lainnya.

Beberapa saat kemudian, kami berdua sampai di tujuan, yakni kelas 1-3. Sato sensei memberi tanda agar aku untuk menunggu di luar terlebih dahulu dan aku menganggukkan kepalaku.

Aku melihat sensei Sato menggeser pintu kelas dan memasuki kelas sambil berbicara dengan bahasa Jepang begitu juga dengan para siswanya yang berbicara menanggapi perkataan sensei Sato.

Aku tidak mengerti apa yang dikatakan oleh mereka semua karena terlalu cepat bahasa Jepangnya, beberapa saat kemudian sensei Sato memberikan tanda ke aku untuk masuk.

Aku pun langsung menarik nafas panjang dan mengeluarkannya dengan perlahan agar kegugupan yang ada padaku saat ini hilang.

"Baiklah, ini adalah kisah SMA aku di sekolah Jepang dan bertemu dengan teman-teman orang Jepang, kamu pasti bisa melewati semua ini, Aira Syahputra"

Aku menampar kedua pipiku dengan pelan agar rasa gugup hilang, lalu aku melangkahkan kakiku memasuki kelas baru ku dan berjumpa dengan teman-temanku.