Chereads / Kesempatan Kedua di Kehidupan SMA-ku / Chapter 21 - Amamiya Ryuki Mulai Membantu (5)

Chapter 21 - Amamiya Ryuki Mulai Membantu (5)

Jam pelajaran keempat telah berakhir dan bel tanda waktu istirahat siang telah berbunyi. Satu per satu murid kelas ini keluar, termasuk Fuyukawa-san yang keluar dengan dua orang temannya, Atsuko-san dan Misa-san. Sepertinya ada hal yang ingin mereka bicarakan.

Mengingat kembali kejadian tadi pagi, mungkin ada baiknya kalau aku membantu Fuyukawa-san. Tapi, apa yang bisa kulakukan? Apa yang kukatakan tadi kepada temannya itu belum tentu mereka percayai. Tapi, apa yang membuat dua orang temannya itu sangat jengkel saat tahu kalau aku dan Fuyukawa-san pergi bersama ke sekolah tadi? Apa yang bisa kutebak adalah mungkin ada seseorang dari temannya itu menyukai dirinya.

"AMARYU…!"

Terdengar seseorang yang meneriakkan itu di arah dekat pintu. Pasti ini Hiroaki. Ada urusan apa lagi di ke sini? Sudah tiga hari berturut-turut dia ke sini. Apa dia tidak punya teman? Atau dia…

"Amamiya!" Hiroaki menuju tempat dudukku dan duduk di kursi kosong di depanku yang pemiliknya sudah keluar.

"Ada apa, Hiroaki?"

"Ada sesuatu yang ingin kutanyakan. " Hiroaki memindahkan kursi itu dan duduk di sampingku.

"Tentang apa?" tanyaku dengan nada penasaran. Sepertinya Hiroaki tipe orang yang suka penasaran dan langsung menanyakannya.

"Katanya, kamu pergi bersama Fuyukawa ke sekolah pagi tadi?" Hiroaki memelankan suaranya agar hanya aku yang bisa mendengarnya.

"Oh itu. Kebetulan aku ketemu Fuyukawa-san. kebetulan dia juga memakai jalan ke sekolah yang sama denganku." Spontan, aku pun menjawabnya dengan suara yang pelan.

"Beneran kebetulan?"

"Tentu saja. Dan, ada apa denganmu, Hiroaki?"

"Maksudmu?"

"Kemarin kamu bertanya tentang hubunganku dengan Namikawa-san, sekarang tentang ini."

"Hanya penasaran. Ngga ada maksud lain kok."

"Yang benar?"

"Bener, beneran."

"Mm… sedikit mencurigakan."

"Kamu ngga percaya denganku?"

"Mungkin. Hahaha…"

"Ngga lucu."

"Memang tidak."

"Kalau begitu, ayo ke kantin, Amamiya." Hiroaki kembali ke suaranya yang normal.

"Ayo." Aku menjawabnya dengan suaraku yang normal juga.

"Amamiya-kun." Saat aku hendak pergi ke kantin dengan Hiroaki, seseorang memanggilku. Suara seorang gadis yang pernah kudengar kemarin. Aku berbalik dan melihat ke sumber suara. Suara ini berasal dari mulutnya Moriyama-san. Sepertinya dia ada perlu denganku.

"Ada apa, Moriyama-san?"

"Hiratsuka-sensei menyuruhmu untuk menemui Sensei sekarang."

"Ah, baiklah. Terima kasih, Moriyama-san."

"Sama-sama."

Aku berbalik kembali ke arah Hiroaki. Sepertinya dia mendengarnya.

"Maaf, Hiroaki. Aku harus menemui Hiratsuka-sensei sekarang."

"Mm… ya sudah. Apa boleh buat."

Kami keluar dari kelas 2-D dan menuju ke arah tujuan masing-masing. Tujuanku adalah Ruang Staf Pengajar, tempat Hiratsuka-sensei berada. Tapi, kenapa Hiratsuka-sensei memanggilku di saat waktu istirahat siang seperti ini? Aku bahkan belum makan atau minum apa pun.

Kuketuk pintu Ruang Staf Pengajar. Ketika mendengar seseorang yang mengatakan "silakan masuk," aku masuk ke dalam. Lalu, aku berkata, "Permisi."

Hiratsuka-sensei yang melihatku masuk langsung berdiri dan memanggiku untuk menuju tempatnya.

"Amamiya-kun, ke sini."

Aku menuju ke tempat Hiratsuka-sensei. Mejanya dekat dengan Ruang Tamu Guru. Sensei sepertinya sedang memeriksa sesuatu, sejenis daftar murid Keiyou-kou. Aku berdiri di samping Sensei, lalu bertanya.

"Sensei, ada keperluan apa memanggil saya?"

"Oh iya, ini tentang aktivitas klub. Kamu belum masuk klub, kan, Amamiya-kun?"

"Belum, sensei."

"Begitu ya. Saat ini sekolah sedang mencoba membuat sebuah klub yang di bawah kendali langsung guru konseling. Untuk anggota klubnya akan dipilih langsung oleh guru konseling."

"Jadi, kenapa memanggil saya, sensei?"

"Saya ingin memastikan kalau kamu akan masuk ke klub lain atau tidak karena namamu kandidat pertama untuk menjadi anggota klub ini."

Jadi, Hiratsuka-sensei sudah memasukkan namaku ke kandidat anggota klubnya itu.

"Kenapa saya, sensei?"

"Saya tahu kalau kamu bisa menjalankan tugas dari klub ini. Bagaimana? Kamu bersedia?"

Hiratsuka-sensei langsung berpendapat kalau aku mampu menjalankan tugas klub itu. Apa Sensei memiliki indra keenam?

"Saya tidak keberatan."

"Bagus. Kalau begitu, setelah pulang sekolah datang lagi ke sini untuk penjelasan lebih lanjut. Pergi makan siang sana!"

"Baiklah, Sensei."

Aku keluar dari ruangan itu menuju kantin untuk makan siang. Terlihat Hiroaki sedang makan bersama suatu kelompok. Pertama kalinya kulihat dia bersama dengan orang lain. Ya, aku juga belum tahu banyak tentangnya. Yang membuatku penasaran kenapa dia sering ke kelasku belakangan ini. Sudah tiga hari berturut. Mm… kadang kita memang tidak mengerti alasan dibalik tindakan seseorang.

Aku bersyukur karena dengan silver pin ini bisa makan gratis di kantin. Menghemat pengeluaran uang merupakan hal yang penting bagi orang yang hidup sendiri.

Setelah memesan makanan dan minuman, aku duduk di sudut kantin. Meja makan yang muat untuk empat orang ini hanya diisi oleh satu orang, yaitu aku. Seketika dipikiranku muncul suatu kalimat, "Bocchi desuka?" Tentu saja tidak. Orang yang sendirian itu bukan berarti dia kesepian.

Sesudah makan dan minum di kantin, aku langsung kembali ke kelas. Masih ada waktu sebelum jam pelajaran kelima dimulai, jadi kugunakan untuk membaca novel yang kemarin kupinjam dari perpustakaan.

Tak lama kemudian bel tanda istirahat selesai telah berbunyi dan beberapa menit berselang bel kembali berbunyi, menandakan jam pelajaran kelima akan dimulai.

Kusimpan novel itu di laci mejaku.

Saatnya kembali fokus ke pelajaran.

***

Setelah selesai semua kegiatan belajar hari ini, di jam pulang sekolah aku harus menemui Hiratsuka-sensei atas perintahnya tadi. Masih menyimpan pertanyaan di kepalaku sebenarnya klub apa yang akan dibentuk itu. Terlebih juga di bawah kendali langsung guru konseling. Apa aku harus mengerjakan pekerjaan seorang konseling nantinya? Masih samar-samar.

Murid kelas ini sudah mulai keluar dari kelas. Sejak pelajaran terakhir selesai tadi, aku tidak melihat Fuyukawa-san lagi. Mungkin ada rapat di klubnya yang membuatnya buru-buru keluar dari kelas. Kulihat anggota piket akan membersihkan kelas, jadi aku segera keluar agar tidak mengganggu mereka. Kumasukkan semua barang-barangku yang ada di laci meja ke dalam tas, lalu keluar.

Setelah mengetuk pintu, aku masuk ke Ruang Staf Pengajar. Hiratsuka-sensei masih duduk di kursi mejanya sambil minum sesuatu.

"Oh, Amamiya-kun, sudah datang ternyata."

"Sensei bilang setelah pulang sekolah, kan? Wajar datangnya sekarang."

"Umu… Lagi pula saya juga lupa mengatakan kalau pembicaraan lanjutan tentang tadi dilakukan pukul 4.15 karena masih ada yang belum datang."

Oh, jadi tidak hanya aku yang dipanggil ke sini. Kira-kira ada berapa orang yang dipanggil sensei ke ruang ini? Aku sedikit penasaran.

"Oh begitu. Kalau begitu, saya keluar dulu."

"Kamu tunggu saja di Ruang Tamu Guru, Amamiya-kun."

"Baiklah, Sensei."

Aku masuk ke Ruangan itu dan duduk di salah satu sofa. Kuambil novel dan kubaca.

Susana nyaman tersampaikan kepadaku sehingga membuatku tenggelam ke dunia sastra. Kubalik satu per halaman novel ini. Sofa di ruang ini juga begitu empuk membuatku merasa betah duduk lama-lama di sini.

Tidak lama kemudian, pintu ruang ini terbuka. Kuputuskan untuk menutup dan meletakkan kembali novel ke dalam tas saat melihat Hiratsuka-sensei masuk dengan sorang murid perempuan yang berjalan mengikutinya dari belakang. Aku tidak tahu siapa gadis ini. Gadis ini cantik, rambutnya hitam dan panjang, kulitnya putih seperti salju. Sedikit mengingatkanku ke Fuyukawa-san.

Sensei duduk di tengah dan gadis ini duduk tepat di depanku. Jadi, apakah hanya dua orang, Sensei?Aku ingin menanyakannya langsung, tapi sepertinya memang dua orang. Jadi, kuurungkan niatku itu.

Hiratsuka-sensei membersihkan tenggorokannya dengan batukan kecil.

"Mm… baiklah, mari kita mulai penjelasannya. Pertama-tama saya kenalkan terlebih dahulu. Laki-laki ini namanya Amamiya Ryuki-kun dan gadis ini bernama Shiraishi Miyuki-san."

Setelah sensei mengenalkan nama kami, kami menundukkan sedikit kepala kami. Sensei yang melihat itu sedikit tersenyum seperti berkata "Umu." Kemudian, Sensei melanjutkan.

"Alasan kalian berdua saya panggil ke sini karena kalian berdua tidak memasuki klub apa pun, walaupun kalian punya potensi di suatu klub. Oleh karena itu, saya mengajak kalian berdua untuk masuk ke klub bantuan (援助部, Enjo-bu). Tujuan dari klub ini yaitu untuk membantu para murid sekolah kita untuk menyelesaikan masalah mereka. Bisa dibilang kalau klub ini sebagai tempat konseling antara murid dengan murid. Masih ada murid yang sukar menceritakan masalahnya kepada orang dewasa. Jadi, dengan adanya klub ini, mereka bisa menceritakannya dan meminta bantuan. Apa ada yang ingin kalian tanyakan?"

Apa yang membuatku penasaran yaitu apakah klub ini akan benar-benar bisa membantu para murid yang memerlukan bantuan? Kami hanya murid SMA. Seharusnya Sensei tahu kalau kami belum tentu bisa membantu mereka. Ah, aku mengerti. Karena itulah klub ini dibimbing langsung guru konseling, yaitu Hiratsuka-sensei. Jika ada permasalahan yang tidak bisa kami bantu maka Sensei bisa memberi kami jawaban atas permasalahan itu.

Shiraishi-san yang dari tadi duduk dan mendengarkan dengan seksama seperti memikirkan suatu pertanyaan. Dia lalu membuka mulutnya.

"Dengan kata lain, kami hanya membantu mereka yang datang meminta bantuan kami?" Suaranya yang datar itu seperti membekukan ruangan ini.

"Tepat sekali, Shiraishi-san."

"Hiratsuka-sensei, apa klub ini hanya diisi oleh dua orang?" Aku pun menanyakan hal yang tadinya tidak jadi kutanyakan.

"Untuk saat ini hanya kalian berdua."

"Saya mengerti."

"…"

"Apa ada yang ingin kamu tanyakan, Amamiya-kun?"

"Ah, tidak ada, Sensei."

Dari penjelasan sensei tadi, aku mengerti apa yang harus dilakukan. Intinya, kami hanya duduk di suatu ruang klub dan menunggu seseorang yang datang untuk meminta bantuan. Orang itu menceritakan masalahnya dan kami mencoba untuk membantunya menyelesaikan masalahnya. Bukan kami yang menyelesaikan masalahnya.

"Baiklah. Karena saya sebagai pembimbingnya, saya akan infokan lagi mengenai ruang klub, anggaran klub, dan hal lain yang harus kalian lakukan nanti. Kalian bisa pulang sekarang. Hati-hati di jalan."

Setelah mengatakan itu, kami berdua meninggalkan Ruang Staf Pengajar setelah mengatakan selamat tinggal kepada Hiratsuka-sensei. Kami tidak berbicara sepatah kata pun sampai akhirnya kami tiba di loker sepatu. Setidaknya aku mengatakan sesuatu sebagai awal dari hubungan anggota klub.

"Shiraishi-san, yoroshiku onegaishimasu." Tanpa kusadari tangan kananku sudah memegang leher. Hal ini kulakukan saat merasa gugup dan canggung.

"Kochira koso yoroshiku onegaishimasu." Shiraishi-san menjawabnya dan pergi ke arah lokernya.

Seketika jantungku berdetak kencang. Tentu saja aku gugup berbicara dengan orang yang cantik seperti dirinya, ditambah lagi nada suaranya yang datar itu seperti bisa membekukan daerah sekitarku. Walaupun begitu, sikapnya sungguh sopan. Seperti dari keluarga ternama.

Setelah mengganti uwabaki dengan sepatu, aku menuju ke arah gerbang sekolah. Beberapa saat lagi, aku akan menjadi anggota klub bantuan dan akan ada kegiatan klub yang kulakukan sebelum pulang ke apartemen. Tidak lama lagi, aku bisa membantu, tidak hanya teman-temanku atau orang yang kukenal, tapi juga orang yang tidak kukenal. Amamiya Ryuki siap membantu kalian yang datang ke klub bantuan.

Langit sore berwarna oranye dan angin yang berhembus menemani langkah pulangku.