Safira, Silvi dan Ryuna sedang sibuk di dapur membantu Berliana menyiapkan sarapan pagi, Ryuna yang menguasai 9 bahasa termasuk bahasa Indonesia sejak kecil juga terlihat mudah beradaptasi dan memahami setiap intruksi yang diberikan Berliana.
"Safira sana bangunkan suamimu, sarapanya sudah hampir siap low. Ryuna juga ya bangunin si Jacky, dan kamu anak nakal ayo bantuin ibuk nata makanan di meja makan." kata Berliana pada ketiga gadis yang sejak subuh mengekori dirinya.
Silvi sedikit cemberut mendapat bagian menata makanan di meja makan karena dalam hatinya dia berharap dialah yang akan membangunkan Jacky.
Berliana menyadari keanehan sikap Silvi yang biasanya selalu ceria seperti Safira kini dia terlihat jengkel seakan tidak puas dengan perintah yang telah ia berikan untuk Silvi, gadis berusia 26 tahun itu meletakan piring berisi masakan secara asal dan bahkan terkadang menghentakan piring itu pada meja makan.
"Waduh.... bisa pecah ini piringnya ibuk kalau yang naruh sambil kesetanan gini." kata Berliana sedikit melirik ke arah Silvi
menyadari bahwa mama dari sahabatnya itu sedang menyindir dirinya Silvi pun nyengir kelimpungan "he he... maaf buk Silvi terlalu keras naruk piringnya."
"kalau begini terus besok ibuk ganti pakek piring daun saja biar aman kalau ada yang cemburu."
"eh ibuk?? siapa yang cemburu??"
"hmmmm ibuk juga pernah muda, sama kaya kamu bedanya kalau ibuk cemburu gak pernah marahnya ke piring."
"iiihhhhh ibuk..... " bibirnya melengkung ke bawah merengek agar menghentikan sindiran yang ditujukan padanya
"dia tahu kalau kamu suka sama dia??" tanya Berliana
"hah??? siapa buk??"
"yaaa masa kamu suka sama suaminya Safira??? kalau iya, tak cincang halus kamu!"
"hmmmm ibuk ...ternyata bener ya ibuk itu selalu tahu yang dirasakan putrinya walaupun tak disampaikan." Silvi memeluk tubuh wanita paruh baya yang selalu tampil anggun meski hidup di tengah desa.
keduanya berpelukan bak seorang ibu dan anak kandung yang lama tak bertemu, dalam hatinya Silvi percaya jika saja mamanya masih hidup dia juga akan memperlakukan Silvi seperti mama dari sahabatnya ini.
"ehem..... ada drama apa lagi ini??? ditinggal sebentar sudah peluk peluk gitu??" kata Safira membuyarkan pelukan hangat antara Berliana dan Silvi
"eh.... kalian sudah keluar, ayo sini sini cepat duduk kita sarapan."
"mama...!! mama ada masalah??? cerita sama Safira dong ma...., masa mama lebih percaya Silvi dari pada aku??" Safira berfikir mama nya sedang mengalami sebuah masalah namun karena enggan merepotkan dirinya maka dia menceritakan masalah tersebut pada Silvi.
"eh.... kamu ini, mama mana ada masalah??? masalah mama sekarang cuma satu ! kapan mama gendong cucu!"
Wajah Safira seketika memerah mendengar perkataan mamanya yang begitu terang- terangan, dia menoleh pada Ryuji yang sudah duduk disalah satu kursi meja makan dengan wajah datar tanpa ekspresi.
Ryuji menatap penuh tanya melihat ekspresi wajah wajah Safira yang terkejut dan sedikit merona setelah mendengar mama mertuanya berbicara " mama bilang apa?? kenapa wajahmu seperti itu??" tanya Ryuji yang memang masih sangat sedikit mengerti bahasa Indonesia
sontak Safira melambaikan tanganya dan berkata "tidak....tidak.... mama cuma bilang kalau tidak segera makan nanti gak enak makananya."
Ryuji bukan orang yang tak mengenal istrinya, dia tahu betul sikap Safira sangat aneh apalagi mama mertua dan Silvi tersenyum geli sambil memandanginya. Ryuji menoleh kebelakang ia juga melihat Ryuna tersenyum kearahnya "Ryuna.... apa kamu juga akan menertawakan kakakmu??? cepat beri tahu aku apa yang dikatakan mama mertuaku." titahnya
Safira mendelik mengisyaratkan agar Ryuna tak mengatakan itu, namun sayangnya Ryuna jauh lebih takut melihat lirikan mematikan yang di hunuskan oleh kakaknya.
"hmmmm mama mertua bilang dia ingin segera punya cucu dari kakak dan kakak ipar" Ryuna terkekeh bahagia.
Ryuji pun menampakan wajahnya yang merah seperti udang rebus dan dia juga mulai salah tingkah, beruntung Berliana tidak memperpanjang guyonan yang terselip harapan disana.
semuanya mulai melahap hidangan nasi pecel lengkap dengan tempe goreng, bakwan jagung dan rempeyek kacang. Berbeda dengan makan malam dihari sebelumnya yang penuh dengan perbincangan, pagi ini semua orang fokus pada makanan yang sudah disiapkan di piring masing- masing.
setelah menghabiskan sarapan paginya Berliana mengajak Safira, Ryuji, Silvi, Jacky dan Ryuna menikmati udara pagi di taman belakang rumah. pemandangan dibagian belakang rumah Berliana memang tampak lebih asri, ada sebuah taman bunga, taman toga dan sebuah gazebo berukuran besar menghadap kolam ikan yang memisahkan antara taman toga dan taman bunga milik Berliana.
"mama mertua kami menemukan tumpukan album ini di bawah meja tengah." Ryuji membawa beberapa album foto disebuah kotak sembari berjalan ke gazebo.
"aaaahhhh sini... sini.... pernikahan kalian sangat cepat waktu itu jadi belum pernah lihat ini. ini foto -foto Safira saat kecil sampai saat kalian menikah kemarin, bahkan setelah menikah kalian belum sempat lihat foto pernikahan kalian." jawab Berliana mengambil salah satu album foto berukuran besar
"ibuk..... ibuk di tengah dong biar bisa liat semua." kata Silvi
semua mengambil tempat paling bagus untuk melihat album foto itu, Safira duduk tepat diantara Berliana dan Ryuji, Silvi di samping Berliana dari sisi yang lain sedang Jacky dan Ryuna duduk di tangga gazebo didepan Berliana.
wanita paruh baya itu mulai berkisah sembari menunjukan kumpulan foto Safira sejak masih balita hingga dewasa, tawa bahagia mengenang masa masa itu terukir jelas diwajah Safira.
Ryuji menghentikan tangan Berliana yang hendak membalik lembar album foto berwarna hitam itu dimana pandanganya tersita pada sebuah foto saat Safira mengenakan seragam abu- abu putih.
"mama mertua..... aku lihat hanya Arthur saja yang berfoto dengan Safira dan Silvi, apakah teman lelaki yang lain tidak pernah mengambil foto bersama kedua wanita ini??"
senyum tenang Berliana mengembang mengalirkan aura positif dari dirinya "Ryuji.... apa kamu cemburu??? tenang saja Safira sudah menjadi milikmu tidak ada lagi yang akan merebutnya. Arthur anak yang baik tapi dia punya pobhia yang membuatnya sulit bersosialisasi, hanya dua gadis bodoh ini yang bisa dengan leluasa menyentuh dan berteman dengan dia, karena latar belakang keluarga Arthur yang kaya raya membuat semua orang takut berteman dengan siapa saja yang akrab dengan Arthur termasuk dua gadis ini." kisahnya
"hmmmm ..... siapa yang paling dekat dengan Arthur?? Safira atau Silvi???" tanya Ryuji lagi
"hey kamu benar- benar cemburu???" pekik Silvi
"aku suaminya jadi tidak salah kan kalau aku ingin tahu siapa saja teman istriku?? bukan berarti aku cemburu!"
"yang paling dekat dengan Arthur ya si Silvi ini.... dulu bahkan ada gosip diantara siswa di sekolah mereka bahwa Silvi dan Arthur telah menjalin kasih karena itu mereka mencarikan pasangan buat Safira." ujar Berliana menghentikan perdebatan diantara Silvi dan menantunya Ryuji
"tunggu..... apa kalian sudah mengenal Arthur???" tanya Berliana
" ya tante saat kita menunggu Ryuna kita sempat mampir ke cafe miliknya dan berbincang sebentar denganya." jawab Jacky
"apa??? jadi sebelum itu kalian bertemu pangeran ini??? aaaach sayang sekali aku datang terlambat, jika tidak harusnya aku sudah bertemu pangeran Arthur." sahut Ryuna dengan nada kecewa
"Ryuna.... pangeranmu ada di hadapanmu jadi kenapa mengharap pengeran yang lain??"
"apa?? kamu pangeran??? oh ya dokter Jacky..... aku lupa memberi tahu kamu kalau kamu terlalu tua untuk menjadi pangeran, dan aku juga tidak menerima pangeran yang play boy."
Ryuji melihat istrinya tampak serius mengamati foto foto itu, bahkan Safira sudah melihat dua kali album foto itu.
"Safira.... kamu terlihat sangat serius??" tanya Ryuji
"ya... aku sedang mengenang kembali masa- masa ini."
"kamu merindukan masa SMA mu???"
"hmm.... aku sangat merindukanya, saat itu papaku masih berada. di sampingku, keluargaku bahagia ditengah kesuksesan bisnis papa, aku bebas melakukan yang kuinginkan, dan menghabiskan waktu bersama teman teman tanpa memikirkan beban kehidupan." jawab Safira
pelukan Berliana pun mendekap tubuh mungil Safira, keduanya mengadu rasa yang telah tertimbun lama di dasar hati. sebuah rasa yang hadir dari kasih sayang di masa yang tak akan pernah terulang walau kehidupan masih panjang namun masa indah itu harus terkubur dalam kenangan.