Chapter 16 - Chapter 16 "Akhir Pelarian"

Laksana efek domino di mana satu peristiwa memicu serangkaian peristiwa lainnya. Mungkin pada awalnya hanya dua penjaga saja, tapi beberapa saat setelahnya muncul empat penjaga lainnya, kemudian dua lagi dari lantai atas, juga dengan tiga orang yang bersiap naik dari lantai bawah.

Yang kumiliki hanyalah sebuah belati di pinggang. Busur dan anak panahku hancur sewaktu terjatuh ke atas kargo. Aku juga tidak memiliki Viglet setelah patah dalam perburuan beberapa waktu lalu. Meski memiliki senjata, tetap saja merasa tak yakin ini bisa membawaku keluar dari situasi kacau. Setelah melewati persimpangan koridor, aku beralih ke lorong kanan. Karena ada tiga orang lagi yang mengejar dari sebelah kiri.

"Sial! Mereka tak ada habisnya!"

Untungnya, mereka tidak bisa menggunakan Esze untuk mengejarku. Sempat beberapa waktu sebelumnya mereka menyerang. Namun akhirnya meleset dan menghancurkan sebuah guci. Mungkin properti di tempat ini begitu berharga, sejak itu mereka tak lagi menggunakan Esze. Aku menoleh ke belakang, prajurit-prajurit itu berjumlah belasan. Masing-masing dari mereka membawa tombak dan perisai.

Aku lantas memilih untuk menuruni tangga. Namun terhenti setelah mendapati barisan prajurit Elvian yang bersiap menungguku di bawah. Mereka membuat pagar tameng agar aku tidak bisa melintas.

Aku panik. Di belakangku ada banyak orang yang mengejar, sementara di depan ada yang menghalangi. Mereka berniat mengapitku dari dua arah. Tapi aku tidak kehilangan akal. Kuambil guci-guci dan perabotan lainnya berukuran kecil di koridor. Lantas melemparkannya terus-menerus ke arah kepala prajurit. Refleks mereka semua mengangkat tameng ke atas untuk berlindung.

Inilah momen yang kutunggu. Dengan secepat kilat aku segera berlari menuruni tangga. Di saat tameng mereka masih mengarah ke atas, aku membuat lompatan tinggi dan memijak perisai sebagai batu loncatan. Rencanaku berhasil. Sekarang aku tepat di belakang punggung mereka. Tanpa membuang waktu, aku langsung kabur ke arah lorong.

"Selamat tinggal, Telinga Panjang Bodoh!" seruku dengan lantang. Aku tidak kuasa menahan tawaku. Karena terlalu gembira berhasil lolos dari pengejaran. Setelah yakin tak ada lagi orang yang mengejar, aku kabur lewat sebuah jendela yang terbuka.

 

=============================

 

Langit di angkasa berubah menjadi kanvas warna-warni saat matahari terbenam. Namun, keindahan itu tidak mampu mengalihkan perhatianku dari bahaya yang mengikuti. Suara kawanan burung yang biasanya menenangkan, kini terdengar seperti ancaman. Aku harus segera menemukan jalan keluar sebelum para telinga panjang itu berhasil menangkapku.

Saat ini aku sudah berada permukaan tanah, tak lagi di atas pepohonan tinggi. Butuh waktu seharian penuh untuk sampai kemari. Setelah kejadian sebelumnya, aku lebih berhati-hati dalam mengambil setiap tindakan. Ditambah dengan patroli prajurit Elvian yang semakin sering berlalu lalang, membuat pergerakanku semakin terbatas. Mungkin mereka sudah menyebarluaskan informasi tentang penyusup, alhasil prajurit yang memburuku semakin banyak.

Kutempelkan punggung di dinding sembari melongok keluar dari tempat persembunyian. Di bawah sini masih terdapat banyak rumah warga dan toko. Justru pemukiman dan pertokoan di wilayah ini tampak lebih elit dan mewah dari atas pohon. Setiap rumah memiki bangunan dari tembok batu bata, tidak dari batang kayu. Arsitekturnya terlihat seperti kelas wahid. Misalnya saja adanya beranda, tiang-tiang pancang raksasa, kebun belakang yang sangat luas, juga kolam air mancur seluas lapangan bola. Karena itulah penjagaan di sini begitu ketat. Sepertinya ini adalah kawasan pemukiman bangsawan atau ningrat dari kaum Elvian.

Beruntunglah aku menemukan sebuah gudang yang tak terpakai. Sepertinya ini adalah gudang penyimpanan senjata tua milik prajurit Elvian. Di setiap sudut ruangan terdapat banyak sekali berbagai macam senjata yang sudah berkarat. Letak gudang ini yang dekat dengan barak prajurit, menguatkan dugaan ini.

Kali ini aku takkan bertindak gegabah. Meski perutku lapar setengah mati, aku tak mau membahayakan diri untuk menerobos ke rumah orang lain lagi. Itu akan membuatku seperti penyusup, tepat seperti yang mereka bilang.

Aku menunggu hingga malam datang. Jika dipikir-pikir, sebenarnya melakukan hal ini percuma karena Elvian bisa melihat dalam gelap. Sangat mudah bagi mereka menemukan burung kecil di kegelapan malam. Namun, setidaknya orang yang dapat melihatku berkeliaran di dalam kota terbatas hanya bagi para prajurit saja. Karena ketika malam, penduduk biasa pasti akan masuk ke dalam rumah untuk beristirahat.

Selagi menunggu, aku merebahkan diriku di atas sebuah bangku panjang di salah satu sudut ruangan. Memikirkan tentang kota Glafelden. Entah apa yang Dimas lakukan sekarang, kuharap dia tidak terlalu panik dan gegabah hingga menyusulku kemari. Lalu, Grussel mungkin akan marah mengetahui kabar diriku yang terbawa ke wilayah Elvian. Ia akan menganggapku sebagai orang yang ceroboh dan tidak berguna. Juga dengan Almira, kira-kira apa yang akan dikatakannya saat aku berhasil menyusup ke kota Elvian?

Untuk sesaat, aku jadi rindu dengan jajanan cumi bakar yang biasa kubeli di kota. Asin dan gurihnya benar-benar nikmat sampai-sampai hapal dengan rasanya.

"Ah ... sialan! Membayangkan tentang makanan malah membuatku semakin lapar!" ujarku sembari mengelus-ngelus perut.

*KREK!

Tiba-tiba saja pintu gudang terbuka. Mataku bertemu dengan dua Elvian yang masuk sambil berbincang. Seketika itu juga kami bertiga terdiam dan saling menatap. Suasana hening dalam beberapa waktu. Setelah berhasil mencerna keadaan, kedua orang itu langsung tersentak.

"Siapa kau? Apa yang kau lakukan di sini? Lalu bau ini ... dari mana datangnya?" Salah seorang Elvian tiba-tiba menutup hidungnya. Mungkin tidak tahan dengan aroma menyengat acar basah yang masih melekat di badanku.

"Ah, jangan-jangan dia si Penyusup Bau yang dikatakan komandan sebelumnya!" seru yang lain.

Aku refleks bangkit dan berdiri. Berjalan mundur beberapa langkah guna menjaga jarak. Panik dan kaget sudah tentu. Namun yang membuatku sebal adalah julukan si Penyusup Bau yang ditujukan padaku. Memang sih aku bau, tapi kan aku tidak menginginkannya.

"Enak saja! Siapa yang kau sebut bau, hah?" balasku dengan sedikit menantang.

Dua orang itu mengamatiku dengan seksama. Tatapan mereka membuatku risih, meski pun aku masih mengenakan baju. Seakan mata mereka menjamah tubuhku dari ujung rambut ke ujung kaki.

"Tepat seperti yang komandan bilang."

"Betul."

"Dia benar-benar Haier-Elvian! Gadis ini mengingatkanku dengan ras campuran yang terakhir hidup ratusan tahun lalu."

Tunggu dulu! Mereka sudah tahu siapa diriku yang sebenarnya?? Ini pasti ulah Elvian Berkuncir yang memergokiku di lemari sebelumnya. Dialah orang pertama yang tahu tentang siapa diriku. Pria itu pula yang pasti menyebarkannya. Kalau bukan dia, siapa lagi?

Sepertinya lelaki itu seorang petinggi dari militer, atau bisa jadi orang berpengaruh di kota ini. Sehingga bisa dengan mudah menyebarluaskan informasi. Gawat! Bila hal ini sampai ke kota Glafelden, akan timbul banyak masalah.

Mengesampingkan hal itu sekarang, aku sedang dalam keadaan tersudut. Bukan hanya posisiku yang sudah ketahuan, ras asliku pun juga. Masih banyak pikiran yang berkecamuk di dalam kepala. Untuk saat ini, aku lebih memprioritaskan cara untuk kabur dari sini. Mataku memandang ke sekeliling dengan cepat. Tempat di mana senjata-senjata tua berserakan. Tiba-tiba saja sebuah ide datang.

Tanganku segera mengambil sebuah perisai yang cukup besar. Ukurannya bisa untuk menutupi setengah badan. Benda ini cukup berat, jadi aku takkan melemparkannya seperti guci sebelumnya. Dua Elvian itu terkesiap di ambang pintu, menanti tindakanku selanjutnya.

Setelah aku memposisikan perisai itu tepat di depan tubuh. Aku langsung menerjang maju. Dua orang itu masih berniat menghalangiku kabur dengan menyilangkan kedua tombak dan memasang badan mereka. Di momentum terakhir sebelum tumbukan, aku melemparkan diriku sendiri ke depan. Jika harus mengadu kekuatan secara murni, aku pasti kalah dari kedua pria ini. Namun karena bobot perisai dan gaya yang besar, aku bisa menerobosnya.

Dua pria itu terpental sedikit ke belakang. Memanfaatkan itu, aku lekas kabur secepat kilat. Satu dari mereka langsung bangun dan mengejar, sementara yang lainnya berlari ke arah berlawanan. Sepertinya pria itu akan memberitahu prajurit yang lain. Kalau sudah seperti ini mungkin akan lebih sulit dari pelarian sebelumnya.

"Hei, berhenti sekarang juga!" teriak prajurit yang mengejar.

"Apa kau bodoh!?"

Mana mungkin aku mau? Memang dia pikir setiap pencuri atau penyusup akan berhenti setiap kali diteriaki seperti itu? Aku 'kan bukan anjing peliharaan yang patuh begitu saja.

Selama pelarian, ada yang aneh dari prajurit ini. Aku mengerti saat dikejar pasukan Elvian di ruangan bertingkat, mereka tidak menggunakan Esze karena khawatir dengan barang-barang dan perabotan lainnya. Bukankah setiap Elvian dapat menggunakan Esze? Tapi kenapa pria ini tidak menggunakannya? Padahal saat ini kita berada di tempat terbuka.

Kurang dari satu menit sejak meninggalkan gudang, prajurit Elvian yang mengejarku semakin banyak. Sekitar sepuluh orang muncul dari jalan besar di antara rumah warga. Sontak aku mengambil jalur ke gang kecil guna menghambat laju mereka. Gang ini hanya selebar satu meter, sehingga membuat pasukan Elvian harus melewatinya bergantian satu per satu. Sempat kulihat beberapa orang yang mengambil jalan memutar.

Hal itu membuatku panik. Hari ini aku baru saja tiba di kota ini, mustahil aku mengenal seluk-beluk jalanannya. Aku takut mengambil jalan yang salah atau buntu. Belum lagi dengan kemungkinan bertambahnya prajurit yang mengejar, atau jebakan rahasia yang mereka siapkan. Saat ini aku hanya berlari kemana pun ada ruang untuk melarikan diri.

"Dia di sana!"

"Tangkap dia hidup-hidup! Jangan sampai lolos!"

Begitu. Akhirnya aku mengerti. Kalau kuingat kembali perintah Elvian Berkuncir yang kutemui pagi hari adalah untuk menangkapku hidup-hidup. Pantas saja tak ada satu pun yang menyerang. Ironis memang, aku harus bersyukur atas perintah penangkapan diriku sendiri.

Suasana semakin gawat ketika ada tiga puluh orang lainnya di depan jalan. Bagai tikus yang terpojok, aku mengambil jalan atau apa pun itu yang bisa dilewati. Bahkan harus sampai menerobos rumah orang untuk kabur ke jalan di belakangnya. Kejahatanku sepertinya semakin serius. Aku tersentak ketika mendapati blokade jalan dari deretan prajurit di persimpangan depan. Kemudian aku lari ke jalan kecil dan naik ke atap rumah warga. Melompati atap-atap dan melompati pagar bagai ninja yang tengah beraksi di malam hari.

Harus berlari kencang terus-menerus selama beberapa menit membuatku keletihan. Melihat tak ada lagi yang mengejar di belakangku. Sepertinya tipuanku berhasil membodohi mereka. Namun hal itu tidak membuat semuanya menjadi baik. Fakta bila aku masih terkurung di kota ini tetap tak berubah. Prajurit Elvian sudah mulai memblokade jalanan. Aku tidak menyangka bila situasinya akan separah ini.

"Sebenarnya dosa penyusup itu sebesar apa, sih? Kenapa mereka harus serius seperti ini?" kataku dalam hati.

Saat ini aku tengah bersandar pada pagar sebuah rumah di gang sempit. Melepas lelah sejenak untuk menenangkan detak jantung sebisa mungkin. Tanganku melap keringat yang ada di dahi dan leher. Pandanganku mengedar ke kanan-kiri. Cukup sepi dan hening. Prajurit Elvian barangkali mencari di tempat lain.

Lalu kejadian selanjutnya terjadi begitu cepat. Di saat tengah beristirahat, sekumpulan orang berpakaian serba hitam datang dari pohon-pohon raksasa. Mereka menggunakan seutas tali untuk turun dengan kencang. Mataku tidak sanggup mengikuti kecepatannya. Tahu-tahu, mereka sudah tiba di atap-atap rumah sekitar, atau di atas pagar.

Kelompok yang terdiri dari tujuh orang itu serempak mengacungkan sebilah pedang ke arahku. Pedang itu sedikit berbeda dengan para prajurit Elvian pada umumnya. Senjata ini lebih tipis dan ringan. Cocok untuk memberi serangan kritikal atau membunuh target dalam sekali kedipan mata.

"Menyerahlah, penyusup! Kami akan memperlakukanmu dengan baik kalau kau mau membuang senjatamu!" ujar salah seorang dari mereka.

"Memperlakukanku dengan baik? Kalau begitu, bisakah kau membiarkanku pergi dari sini?" ujarku dengan setengah bercanda, sembari menyiagakan posisiku dengan bermodalkan sebilah belati. Namun mereka bergeming sama sekali. Tidak bereaksi apa pun pada leluconku.

Rasa takut menjalar di tubuh. Aura kelompok ini terlihat sangat berbeda dari prajurit biasa. Ekspresi mereka sangat garang, tatapan mata juga tampak tajam. Mereka seperti pasukan khusus dari militer.

"Aku memberimu tiga detik untuk menyerah. Komandan menyuruh kami membawamu dalam keadaan utuh dan tidak terluka. Tapi aku bukan orang yang patuh dengan perintah, apa lagi bila berhadapan dengan lawan yang menyusahkan."

"Apa yang akan kau lakukan padaku bila aku menyerah?"

"Kau tidak perlu tahu," jawabnya singkat.

Setelah dituduh dengan penyusupan dan membuat kota dalam keributan, aku tak yakin mereka akan menepati janji. Ini sebuah undangan yang buruk. Aku ingin menolaknya. Tapi bagaimana caranya agar bisa lolos dari sini? Mungkin aku bisa mengelabui prajurit biasa, tapi tampaknya tidak berlaku dengan kelompok ini. Mereka pasti akan menebasku bila ada sedikit gerakan yang mencurigakan.

Pedang-pedang itu terlihat sangat tajam. Mengilap bagai hendak memberi intimidasi ke setiap korbannya.

"Satu!" Dia sudah mulai menghitung. Aku panik dan ketakutan setengah mati. Terdiam mematung seperti seonggok batu. Lalu ia melanjutkan dengan cepat, "dua!!"

Suasana memburuk ketika puluhan prajurit Elvian datang dan langsung mengepung dari dua arah gang. Aku mendecakkan lidah. Jalan kecil ini sudah dipenuhi oleh prajurit, sementara atap dijaga oleh pasukan khusus. Tidak ada jalan kabur. Situasi semakin di ujung tanduk ketika ia berujar, "ti—."

*TRANG!

Suara denting logam tercipta tatkala belatiku terjatuh ke atas jalan berbatu. Sebelum pria itu menyelesaikan hitungannya, aku dengan sengaja membuang senjata. Aku menyerah. Kemudian terduduk di atas jalanan dan pasrah ketika para prajurit berjalan mendekat. Beberapa orang membantuku kembali berdiri dan mengikat kedua tanganku.

"Lempar wanita ini ke dalam penjara! Lalu interogasi dia! Buat dia bicara tentang tujuannya kemari!"