"Baguslah kalau kau setuju. Ngomong-ngomong..." Neo mengeluarkan secarik kertas dari saku lalu memberikannya kepada Aswa.
"Oh... logo squad?" tanya Aswa.
"Betul!" jawab Neo, singkat.
Gambar logo yang dibuat Neo sedikit ambigu. Bentuknya seperti trisula namun tanpa ganggang. Melihat Aswa mencermati logo itu, Ketua Ansep tertarik untuk ikut melihat.
Aswa kembali bertanya kepada Neo, "Kau ini ingin menggambar apa?"
"Itu gambar trisula yang ku dapat di internet. Melambangkan kekuatan! Hehehe... ternyata gambar itu artinya Niu. Neo dan Niu, kerenkan?" jawab Neo mengada-ada sesuai isi otaknya.
"Dalam fisika, niu itu bukan seperti ini simbolnya," kata Aswa mengklarifikasi. Neo lalu mengernyitkan dahi tanda bingung. Ketua Ansep masih mencermati logo tersebut karena ada sesuatu yang tersembunyi dibaliknya.
Aswa menatap Ketua Ansep lalu berkata, "Ini simbol omega..."
Ketua Ansep turut menatap Aswa dengan wajah sedikit kebingungan.
"Simbol ini... ya, aku pernah melihatnya pada pelajaran Fisika. Tapi aku dulu sungguh tidak tertarik pelajaran seperti ini," ujar Ketua Ansep.
"Kalau seperti itu, Ketua pasti pernah belajar materi tentang Gerak Melingkar Beraturan pada pelajaran Fisika. Sebuah sudut yang terbentuk oleh titik yang bergerak dalam satuan waktu tertentu. Gerakan ini disebut kecepatan sudut yang dalam ilmu fisika disimbolkan dengan omega," kata Aswa menerangkan.
"Jangan kau mengungkit pelajaran itu. Aku tidak kompeten. Hahaha." Ketua Ansep tertawa setelah membuka kelemahannya
"Hingga saat ini saya tidak tahu dari mana simbol ini berasal," ujar Aswa.
"Ternyata ada hal-hal yang kau tidak ketahui. Ku pikir kau serba tau. Hehehe," Ketua Ansep sedikit menggoda Aswa yang saat ini sedang serius. Dalam pandangannya, Aswa masih tetap anak yang diberkahi dengan otak encer dari Tuhan.
"Bukan masalah itu. Saat ku cermati, simbol ini seolah memberikan informasi dan membuat ranah spiritualku bergejolak. Sejuk, tenang, damai..." sambil menerangkan Aswa lalu memejamkan mata. "Kekuatan, keadilan, kerusakan, ..." Aswa larut dalam alam pikiran yang rumit. Mendengar kata-kata Aswa, Ketua Ansep turut larut dalam alam pikirannya sendiri. Kecuali Neo yang tiba-tiba tertidur pulas.
"...maka sesungguhnya di dalam kesukaran ada kemudahan... sungguh di dalam kesukaran ada kemudahan..." Aswa melantunkan sepenggal bait pengembangan spiritual yang ia dapat dari Mimpi Takdir. Simbol omega seolah tidak terpisah dengan bait-bait yang ia sering lantunkan dalam [Domain1] hingga [Domain4].
......
#Depan Kelas10-1#
"Jangan-jangan ada masalah lagi yang ditimbulkan Aswa," ujar Jeon kepada Yanda. Aswa tidak ada keluar kelas. Panggilan Jeon melalui Gadget tidak diterima oleh Aswa. Hal ini menimbulkan kekhawatiran di benak Jeon.
"Ini hari pertamanya sekolah setelah hari pertama sebelumnya. Kalau dapat masalah lagi, aku tidak tau harus berbuat apa lagi. Ini orang sial banget, ya!" Yanda mendengus kesal.
*beep... beep...*
"Nah, Aswa menelpon!" seru Jeon.
Yanda segera merebut Gadeget milik Jeon. "Hei bang sate! Kamu di mana sekarang? Jangan bikin masalah lagi!"
"Aku sudah di rumah. Ayo ke rumah, ada yang mau ku bicarakan dengan kalian!" kata Aswa.
"Baiklah..." ujar Yanda kalem.
"Di mana Aswa?" tanya Jeon.
"Di rumahnya lagi mandi. Yuk, ke sana!" kata Yanda.
............
#Ruang Bimbingan Konseling#
Godel duduk menghadap empat orang Guru. Salah satunya ada Ketua Ansep. Godel tidak begitu mengerti kenapa Ketua Ansep repot-repot datang.
"Upaya pembunuhan tidak bisa kami tolerir. Jika bukti-bukti dan pengakuan para saksi memberatkanmu, maka sanksi berat akan menunggumu," ujar Ketua Ansep kepada Godel.
Seorang Guru wanita ikut berkata, "Aku tau perangaimu selama ini sangat buruk. Di depan gerbang kau memalak siswa-siswa lain. Hal itu kami anggap sebagai bahan pengembangan siswa lain yang kau hajar. Itu kami anggap wajar. Terlebih... di luar sekolah memang bukan yuridis kami. Tapi beda jika di dalam sekolah. Ibu pribadi tidak ingin menghukummu dengan hukuman yang berat. Selama kau mau berubah, masih ada tempat untukmu di sini."
"Kalau demikian, sambil menunggu sidang etik sekolah. Kau boleh tidak masuk sekolah," ujar seorang guru wanita yang lain.
"Skorsing?" kata Godel spontan.
"Bukan skorsing. Melainkan memberimu waktu untuk menenangkan pikiran," kata Ketua Ansep.
Godel lalu bersandar di kursi dengan santai, "Apapun itu aku akan menerimanya."
"Baguslah... aku yang akan menghubungimu," kata Ketua Ansep.
Seorang guru pria yang sedari tadi diam ikut berkomentar, "Oh, iya... aku telah mengkonfirmasi kalau kau membentuk sebuah squad. Ini, ini bagus untuk pengembanganmu. Aku akan mendukungmu. Sebaiknya kau fokus dengan itu. Setidaknya kau akan berguna untuk bangsa kita."
"Membuat squad?" Godel membatin. Ia tidak pernah merasa membuat squad. "Ini pasti kerjaan Aswa," pikirnya.
"Oh, kau membentuk squad, Godel? Aku juga turut mendukungmu, dong." Ujar seorang guru wanita.
Bagi Godel yang beridilologi iblis, dukungan ini tidak lebih dari sekedar keinginan mereka untuk membangun kekuatan penguasa. Selama ini para guru ini acuh dengan pelatihan Godel menjadi seorang pendekar. Dapat dikatakan selama Godel masih beridiologi iblis mereka tidak ingin Godel berkembang. Tekanan kepada Godel sangat halus. Jika siswa lain mendapat arahan ekstra untuk pengembangan, Godel hanya diberi pengetahuan dangkal tentang teknik pengembangan spiritual.
Melihat ekspresi dingin Godel, Ketua Ansep membatin, "Bergabung dalam squad dari dulu sudah dihindari Godel karena membuatnya sulit berkembang. Squad diakui oleh negara dan memang membuat para pendekar langsung berada di bawah pengawasan penguasa. Tekanan untuk pengembangan menjadi jauh lebih berat. Mereka yang idiologinya tidak mau berubah bisa saja sengaja diberi beban dan bahkan dibunuh saat melakukan misi yang direkayasa. Oleh karena itu ia bergabung dengan Guild Cahaya untuk manghindari bergabung dengan squad. Tapi pada akhirnya ia berkhianat. Kenapa?"
....................
Penguasa negara sering melakukan praktik kotor untuk mencapai tujuan tertentu. Di samping menjalankan titah Kaki Tangan Tuhan untuk membereskan para penganut ideologi iblis yang merusak dunia.
Siapakah mereka yang beridiologi iblis itu? Berdasarkan versi penguasa negara, mereka yang beridiologi iblis adalah orang-orang yang melakukan aksi kekacauan. Merugikan orang lain. Mulai dari penjahat kelas kakap, hingga penjahat kelas keroco.
Menjadi penjahat jelasnya adalah suatu pilihan hidup. Tentu banyak alasan orang melakukan hal tersebut. Seperti kebanyakan orang yang ingin mengambil haknya untuk bebas melakukan apapun. Hingga kebebasan itu mengganggu hak orang lain.
Sebagian penjahat yang lain melakukan kejahatan untuk bertahan hidup. Tidak mencuri maka tidak makan. Jika tidak membunuh maka penjahat akan terbunuh. Itulah yang terjadi pada Godel kecil.
Lebih dari belasan tahun yang lalu, Godel lahir dan dibesarkan ibunya yang kala itu mengabdi di Guild Cahaya sebagai kepala juru masak. Walau demikian, ibu Godel memiliki peran besar dalam membesarkan nama Guild Cahaya sebagai seorang pendekar yang ditakuti. Seluruh misi dari penguasa yang ibu Godel emban selalu berhasil. Hal ini tidak dapat dipungkiri. Dari segi kekuatan ibu Godel setara dengan Ketua Guild.
Namun pada akhirnya anggota Guild harus membunuh ibu Godel karena kedoknya sebagai pendukung idiologi iblis terbongkar. Godel kecil harus menerima kenyataan ditinggal mati oleh ibunya tercinta. Tanpa peninggalan apapun Godel harus bertahan hidup dengan berbagai cara. Mencuri, merampok dan membunuh menjadi pilihan Godel saat ia beranjak remaja. Tanpa dikenali anggota Guild Cahaya, Godel berhasil masuk sebagai anggota baru dan berujung pada keberhasilannya mendapatkan satu-satunya harta peninggalan ibunya. Walhasil, Godel dicap pengkhianat dan menjadi incaran Guild Cahaya.
..........
#Hutan Kota Samareand#
Godel sedang berjalan di tengah hutan sekitar satu kilo meter dari sekolah. Ini jalan yang biasa dilewati Godel untuk menghindari orang-orang yang ingin berurusan dengannya.
Tiba-tiba Godel berhenti melangkah. "Ngapain mereka di sini?"
Dari kejauhan Godel melihat Yanda dan Jeon sedang dikejar enam orang remaja.
"Astaga naga... Fireflies Squad!" seru Godel. Godel mengenal orang-orang yang mengejar Yanda dan Jeon. Mereka adalah squad anggota Guild Cahaya.
"Jangkrik!" Godel mengutuk dalam hati. Ia ragu, apakah meninggalkan mereka berdua atau menyelamatkannya.
......
Yanda dan Jeon berlari secepat mungkin menghindari para pengejar. Sampai saat itu mereka belum mengerti alasan mereka dikejar.
"Mereka ini gila ya?! Salah kita apa?!" bentak Yanda.
"Apapun itu... yang jelas mereka bahkan berani mengejar kita di tengah keramaian!" kata Jeon.
Salah seorang pengejar berhasil mendekati Jeon. "Berhenti kalian!"
"Kalian bodoh atau apa? Salah kami dimana?" teriak Yanda.
*Sliiingg...*
Seorang pengejar menebaskan pedang ke arah Jeon. Dengan gesit Jeon masih bisa menghindar.
Jeon terus berlari dengan terpogoh-pogoh. "Cepat! Lari ke sekolah!"
*Seeettt...* *Seeettt...* *Seeettt...* *Seeettt...* *Seeettt...* *Seeettt...*
Delapan pisau terbang ke arah Fireflies Squad. Mereka dengan sigap menghindari serangan tiba-tiba tersebut. Kelompok ini berhenti mengejar Yanda dan Jeon. "Ada yang membantu mereka melarikan diri," ungkap salah satu anggota Fireflies Squad. "Kemungkinan besar itu Godel. Cari dia sampai dapat!" seru pemimpin Squad.
..........
Merasa tidak lagi dikejar oleh Fireflies Squad, Yanda dan Jeon berhenti berlari. Yanda sangat ngos-ngosan setelah terus berlari tidak karuan. Padahal ia memiliki darah Neofelis, bangsa yang memiliki fisik dan stamina melebihi manusia pada umumnya.
"Godel mengirimkan pesan!" seru Jeon.
"Apa katanya?" tanya Yanda.
Jeon segera menyimpan Gadget miliknya lalu berlari memutar. "Kenapa lari lagi?" keluh Yanda.
"Ikuti aku, cepat!" tanpa banyak komentar Jeon berlari dengan cepat. Yanda mengikutinya di belakang.
..................
#Rumah Pohon Aswa#
Setelah mendapat pesan singkat dari Godel, Aswa, Neo, Pukus dan Ningtyas saat ini berkumpul di rumah pohon milik Aswa.
"Bagus bukan gambar logo Squad kita?" Neo terus membanggakan gambar yang ia buat karena masih menjadi perhatian Aswa. Bahkan sekarang jadi bahan perbincangan Pukus.
"setauku ini alfabet dari bangsa Yunani Kuno. Dari alfa, beta, gamma, sampai omega. Aku pernah melihatnya pada markas rahasia sebuah sekte besar. Aku mencoba memahami tapi hanya bisa pada tahap nama huruf," terang Pukus dengan nada sombong.
"Yunani Kuno?" mata Aswa menunjukkan ketertarikannya terhadap cerita Pukus. Dalam pandangan Aswa, Roh Pedang seperti Pukus bisa saja berasal dari masa-masa awal peradaban di bumi. Sayangnya tidak banyak yang bisa Pukus ingat.
Pukus lebih dalam memandang simbol omega yang digambar Neo. "dibanding omega, gambar ini lebih mirip tanda harakat." Pukus lalu menatap wajah Aswa yang terlihat kebingungan. "Harakat?" Aswa bergumam.
Pukus memejamkan matanya untuk berupaya mengingat simbol omega hasil gambaran Neo yang menurutnya lebih mirip harakat. "Aku lupa namanya. Tapi aku mengingat dengan jelas saat Tuanku terdahulu membuat tulisan untuk menyegel salah seorang Raja Iblis dalam sebuah bukit. Di antara tulisan itu ku lihat Tuanku banyak sekali menggunakan simbol ini. Saat itu aku sedang mendampinginya dalam pedang. Hanya ini yang bisa ku ingat. Selebihnya aku betul-betul lupa," terang Pukus.
"Harakat..." Aswa sedikit bergumam. "Ini adalah rahasiamu Tuhan..." kata Aswa dalam hati yang dengan setengah kesadaran jari telunjuknya bergerak menuliskan simbol omega.
*Bling...*
Tulisan kosong yang Aswa buat meninggalkan seberkas cahaya berbentuk simbol omega.
"Wow!" Neo dan Pukus berseru.
"Oalah!!!" Aswa pun ikut terkejut hingga cahaya itu memudar dengan cepat. "Kok bisa?" Aswa kebingungan saat ini.
Aswa mencoba membentuk pola lain. Namun tidak berhasil. Ia lalu mencoba membuat simbol omega dengan niat yang sama.
*Bling...* seberkas cahaya dengan pola simbol omega kembali terbentuk.
Neo dan Pukus juga ikut mencoba apa yang dilakukan Aswa. Akan tetapi tidak ada yang berhasil.
Aswa melihat apa yang dilakukan dua orang temannya itu. "Ini seperti, simbol ini seperti rahasia Tuhan. Aku mengakui itu. Bagaimana dengan kalian?"
Neo dan Pukus kembali mencoba dengan mengakui rahasia dari Tuhan. Sayangnya tidak ada yang berhasil.
*Buk..!* seseorang membanting pintu rumah pohon.
Pelakunya tidak lain Godel yang datang bersama Jeon dan Yanda.
Melihat Neo, mata Godel langsung memerah. Dengan amarah ia mencengkram leher Neo yang tidak dalam posisi waspada dan melemparnya ke luar rumah pohon.
"Del..!" teriak Jeon.
Aswa bergegas memegang tangan Jeon. "Biarkan saja! Kita lihat bagaimana Neo menyelesaikannya."
Di pepohonan Godel dan Neo saling bertukar pukulan. Untuk set yang pertama ini Neo terlihat kewalahan menghadapi pukulan Godel yang cepat dan keras.
"Tidak akan ada yang mati. Ayo kita ngobrol di dalam," dengan santai Aswa duduk menghadap meja. Jeon, Yanda dan Pukus ikut bersama Aswa. Hanya Ningtyas yang masih terus melamun di sudut ruangan.
"Wa..." Yanda mencoba membuka pembicaraan sebelum akhirnya didului oleh Jeon yang mengatakan, "Tadi saat menuju ke rumahmu kami dikejar oleh sekelompok pemuda. Sepertinya mereka ingin membunuh kami. Apakah ini ada hubungannya dengan Ningtyas?"
"Ya... ada hubungannya dengan Ningtyas. Juga Godel," jawab Aswa.
Yanda dan Jeon akhirnya mengerti situasinya.
"Kalian terlanjur ikut campur masalah ini. Jika kalian ingin keluar, aku bisa mambantu membersihkan nama kalian," lanjut Aswa.
"Aku sih tidak masalah... tapi itu sebenarnya sebuah masalah. Ah, intinya aku tidak ada masalah dengan kalian. Walaupun aku takut terkena masalah..." ujar Yanda dengan suara bergetar. Yanda sebenarnya secara fisik terlihat garang. Namun saat ia berkata terbata-bata malah membuatnya seperti seorang pengecut yang sok berani.
"Kalau Aku mah ikut apa yang menurutku benar. Kalian adalah temanku. Aku wajib membantu teman yang sedang dalam kesusahan. Aku memang tidak tau resikonya bakal seperti ini. Tapi aku tidak akan mundur satu langkahpun!" ungkap Jeon.
"Kalau begitu, sekarang masalahnya tinggal apakah kalian bersedia satu Squad bersama kami?" tanya Aswa.
"Squad? Itu keren mamen!" Yanda sangat kegirangan.
"Husz!" Jeon mendorong kepala Yanda. "Membuat Squad tidak semudah yang kita pikirkan," ujar Jeon. Ia lalu memandang Aswa lebih dalam. "Bergabung dalam Squad akan membuat kalian dengan mudah diawasi penguasa. Kalian tidak mau seperti itu bukan?"
"Kalau kau tidak mau bergabung ya tidak masalah..." kata Aswa.
Jeon sedikit gelapan. "Bukan seperti itu! Aku merasa itu terlalu tergesa-gesa dan aku belum siap."
"Masalahnya kau sudah didaftarkan Neo. Si Pandai itu melakukannya secara sepihak!" Aswa berkata dengan nada kesal.
"Bagaimana bisa? Neo harus pakai identitasku! jangan-jangan..."
"Ya, dia mencurinya," ujar Aswa. Dia dan Jeon langsung tertunduk lesu.
***