Chereads / Mafia's Man / Chapter 3 - Sang Pengantar

Chapter 3 - Sang Pengantar

Kemeja ini terlihat lebih santai jika aku kenakan dengan celana ini untuk menjadi seorang pengirim paket. Lagipula ini adalah baju terbaikku yang bisa kugunakan untuk mengunjungi rumah bangsawan. Sejujurnya aku sangat penasaran isi paket yang akan aku kirim ke salah satu yang berada di pinggir kota. Bos hanya berkata bahwa aku harus menyerahkan paket kepada laki-laki bernama Go Yoon. Dan aku hanya boleh memberikan kepadanya saja. Selain dari laki-laki yang sesuai dengan foto, aku harus menyembunyikannya. Namun lupakan, tiada yang lebih menarik dari bayaran yang akan aku dapatkan. Setidaknya setelah ini aku bisa membayar separuh hutangku.

Aku mematut diri di cermin. Memperbaiki rambut dan menyapukan sedikit bedak di wajahku. Beruntung, aku memiliki kulit yang putih dan mulus yang didapat dari ibu. Tidak salah jika ibu menjadi primadona dahulu karena kecantikannya yang ternyata menurun kepadaku. Sayangnya aku tidak menggunakannya untuk cara yang sama.

Nah sekarang waktunya aku berangkat!

Langkahku berhenti ketika pintu dibuka. Ada satu benda setinggi betis yang tergelak di dekat pintu, menghalangi jalanku. Dahiku mengernyit. Siapa yang telah salah mengirim paket sebagus ini ke rumahku?

Aku berjongkok, mengangkat paket yang tidak terlalu berat itu. Bungkusannya rapi dan terlihat mewah. Pastilah benda berwarna kuning emas ini dari orang-orang kaya.

"Pasti salah kirim," ujarku sambil mencari nama sang pengirim.

Tidak!

Mataku melebar begitu melihat kartu kecil yang tersemat di bawah kotak. Benda itu bertuliskan namaku secara lengkap, tanpa ada nama sang pengirim.

[Kim Min Ah]

Tanpa pikir panjang aku langsung merobek kertas pembungkus kotak itu dan membukanya. Di dalamnya terdapat sebuah gaun berwarna merah darah dan beberapa perhiasan yang seolah diciptakan hanya untuk gaun mahal itu. Aku juga menemukan sepucuk surat yang dilipat berwarna hitam.

[Mawar kecilku,

gaun ini terlihat sangat cocok untukmu,

sebagai hadiah malam itu,

lain waktu mari menghabiskan malam yang indah bersama,]

Aku terhenyak. Pun dengan isi hadiah yang kulempar asal bersama kotaknya. Laki-laki berengsek itu mengirimkan ini padaku? Ia berkata hadiah malam itu? Sialan! Beraninya dia mengajakku lagi melakukan hal menjijikkan itu?

Tanganku mengepal. Aku sangat kesal, marah, dan terhina. Ingin rasanya aku menampar wajahnya yang licik itu. Ingin rasanya aku menendang juniornya yang seenaknya masuk ke dalam tubuhku. Dan membuat tidak bisa melakukan hal itu lagi selamanya. Apa dia pikir aku adalah gadis panggilan yang seenaknya dinikmati dengan bayaran uang?

Napasku terengah-engah. Ada hal yang lebih menggangguku dari pada isi suratnya.

Dia telah mengetahui rumahku!

Jantungku berdebar. Tubuhku menggigil. Keringat dingin mengucur deras membasahi pakaian yang sedang kukenakan. Aku takut! Aku sangat takut! Jauh dalam lubuk hatiku aku gemetar untuk melawannya. Dia terlalu kuat bagai penguasa yang tak terkalahkan. Ia tipikal pemangsa yang tidak segan-segan dengan mangsanya.

Aku mendekap tubuhku erat. Mungkin lebih baik aku melarikan diri dari sini. Ia pasti akan sulit untuk mencari keberadaanku setelah ini. Mungkin lebih baik aku berhenti bekerja di mini market untuk mengurangi keberadaanku di luar sana. Dan mungkin aku hanya melakukan pekerjaan bos secara diam-diam.

Tiba-tiba ponselku berdering. Sepertinya bos sudah menunggu di kantor. Aku harus bergegas pegi.

Hadiah dari laki-laki itu kelempar sembarangan ke dalam rumah sebelum menguncinya. Setelah menyelesaikan pekerjaan, akan kubuang hadiah itu. Atau sekalian membakarnya agar benar-benar lenyap. Tidak! Mungkin lebih baik aku menjualnya. Lumayan, aku bisa mendapatkan uang pelarian dari sana.

*** MAFIA ***

"Kamu akan pergi dengan pakaian seperti itu?" tanya Bos sambil memperhatikanku dari ujung kepala hingga ujung kaki.

"Ya, kenapa dengan pakaianku, Bos? Bukankah hanya pergi ke rumah seseorang?" tanyaku ikut memandang diriku sendiri.

"Kamu tahu? Aku akan memintamu untuk pergi ke pesta! Bagaimana mungkin kamu datang ke pesta dengan pakaian seperti gelandangan?" Bos menggaruk kepalanya. Ia berdiri dan keluar dari ruangan. Beberapa menit kemudian ia keluar membawa beberapa gaun berwarna dan menyerahkannya kepadaku.

"Ini! Pakailah! Tapi aku menyarankan kau menggunakan warna merah itu." Bos duduk dan memperhatikan layar ponselnya.

Aku mengangkat baju itu satu persatu. Modelnya terlihat seperti baju-baju yang pernah dipakai ibuku dahulu. Baju terbuka yang menampakkan beberapa bagian yang akan menggoda naluri laki-laki. Lalu aku melirik gaun merah yang dimaksud oleh Bos. "Bos, kamu memintaku untuk menjadi pelayan nafsu laki-laki kaya, huh?" tanyaku kesal.

"Tidak! Ini hanyalah penyamaranmu. Kamu tidak harus menggoda laki-laki di sana, atau melakukan sesuatu bersama mereka di dalam kamar hotel. Itu hanya sebagai kartu masukmu." Bos tidak mengalihkan pandangannya dari komputer.

"Tapi, Bos! Kamu menyarankanku menggunakan gaun ini?" Aku mengangkat gaun merah ini dan memperlihatkannya kepada Bos. Sungguh baju ini yang paling menjijikkan dari semua baju yang ada. Memang lengan dan bawahannya cukup panjang. Tapi lihatlah, belahan bawahannya sangat tinggi hingga hampir menyentuh pinggang. Ditambah dengan atasan yang tipis dan terawang. Hanya ada sedikit kain normal di bagian dadanya. Dan itu hanya untuk dada saja!

"Aku tidak akan menggunakannya!" Aku melempar gaun tersebut dan mengambil gaun berwarna hitam yang lebih baik dari gaun-gaun lainnya. Meski sebenarnya semua sama parahnya.

Bos mengangguk saja. Ia tidak peduli dengan gaun-gaun ini. "Oh ya, sebelum kamu pergi membawa ini," Bos meletakkan kotak kecil di atas meja, "ingat pesanku baik-baik. Selesaikan pekerjaanmu sebelum berbaring di bawah laki-laki di sana. Mengerti!"

"Aku tidak akan melakukannya!" histerisku. Aku melangkah cepat mengambil kotak kecil itu dan keluar dari ruangan.

Ah, sebelumnya aku sudah pernah berkata bukan? Aku melakukan semua pekerjaan kotor bahkan berbahaya, kecuali memuaskan nafsu laki-laki serigala.

Nah, kotak kecil ini membuatku penasaran. Mengapa hanya untuk benda yang sebesar telapak tanganku harus dikirim secara rahasia dan hati-hati? Um, mungkin isinya adalah obat terlarang? Sejenis benda yang dilindungi oleh pemerintah dunia? Atau benda-benda berbahaya lainnya.

Setelah menaiki taksi selama lima belas menit, aku sampai di sebuah hotel yang kutahu adalah satu di antara hotel mewah di kota ini. Di pintunya berdiri beberapa penjaga berpakaian hitam dan menggunakan earphone. Um, pesta ini benar-benar untuk orang-orang kalangan atas.

Aku melangkah mendekati mereka lalu menyerahkan undangan agar diiizinkan masuk. Perjalananku berlanjut ke ruang pesta yang berada di lantai dua hotel.

Menakjubkan!

Pesta ini hanya dihadiri oleh orang-orang bangsawan, alias orang-orang yang hidup bergelimangan harta. Lihatlah pakaian mereka. Aku sangat yakin harganya mampu membeli satu rumah yang dapat kuhuni.

Aku menggeleng. Tidak saatnya untuk menikmati pesta. Aku harus secepatnya mencari laki-laki bernama Go Yoon dan menyerahkan paket kecil ini. Sekarang, mari kita mencari satu dari sekian banyak manusia di sini.

Aku berkeliling secara perlahan sambil membawa minuman dan meniru bahasa tubuh mereka-mereka. Aku tidak ingin terlihat seperti manusia kalangan rendah yang tersesat di sini. Dan aku juga harus menyelesaikan pekerjaan ini dengan cepat agar aku bisa keluar dan berhenti menggunakan baju ini.

Seseorang berdiri di belakangku. Ketika aku hendak menoleh, sebuah tangan meremas pinggulku. Hampir saja aku berteriak memaki. Namun aku cukup sadar ini bukanlah tempat yang tepat. "Kamu?" desisku menyadari siapa orang itu.

"Um, bukankah aku sudah memberi gaun? Kenapa kamu menggunakan baju yang tidak bagus ini?" tanyanya memperhatikanku.

"Bukan urusanmu!" Aku berbalik. Secepat mungkin aku harus menghindarinya. Saat ini ia setara dengan malaikat maut yang bisa kapan saja mengambil nyawaku.

Tiba-tiba tanganku ditahan. Tubuhku ditarik ke belakang dan menubruk dadanya.

"Harusnya bagian sini lebih dirobek lagi! Lalu bagian sini ... hanya boleh untukku!" Dia menyentuh pahaku. Lalu meremas dadaku. Gerakan tangannya sangat cepat. Bahkan aku belum sempat menepisnya. Ia sudah terlebih dahulu menjauh, meninggalkanku dengan emosi yang ingin meledak.