Chapter 101 - Di Depan Apartemen Wataru

Berselang tiga puluh menit setelah kepergian Wataru, di balik pagar apartemen itu, seorang perempuan bertubuh mungil dengan wajah terhalang topi baseball hitam mengintip dengan perasaan cemas ke arah bangunan apartemen.

Ia memakai baju kasual orange dengan celana panjang biru tua.

"Kau sedang apa, orang mencurigakan?!"

Tegur sebuah suara perempuan dari belakang.

Si pengintip yang memakai topi baseball ini terkejut bukan main, kedua bahunya naik dan matanya membesar di wajah gelapnya yang tertutupi oleh visor topi baseball.

"Balikkan badanmu!"

Perintah suara perempuan itu dengan tegas dan galak, tapi si pengintip tak ada niat untuk berbalik.

Malahan kedua kakinya perlahan menjauh dari pemilik suara di belakangnya.

Grep!

Tangan kanan pemilik suara itu menangkap kerah belakang bajunya.

"Kau mau ke mana? Mau kulaporkan ke kantor polisi, ya? Dasar penguntit!"

"Aku bukan penguntit!" protes si pengguna topi baseball itu yang ternyata adalah Yuka, si rekan kerja Misaki.

"Kalau bukan penguntit lalu apa namanya?"

Dan si pemilik suara satunya itu adalah Mika, perempuan yang bersama Wataru beberapa saat lalu ketika Misaki mengantarkan pesanan.

Perempuan berwajah manis itu memakai riasan natural dengan bibir tersapu lipglos merah muda, rambut bergelombang pirang cokelat sebahunya sebagian diikat ke belakang—layer tipis dari kedua sisi kepalanya disatukan dengan ikatan karet gelang bermotif strawberry dan sisa volum rambutnya dibiarkan jatuh ke bahunya yang tertahan oleh kedua layer tersebut. Membingkai indah wajahnya.

Pakaiannya sangat modis dan gaul berupa rok tipis jingga gelap selutut dan baju sifon putih

berlengan panjang berhias renda-renda cantik.

Tubuh Mika hampir setinggi Yuka, tapi karena memakai sendal wedge tumit tinggi, ia terlihat lebih tinggi dan mendominasi. Di lengan kirinya tergantung tas jinjing hitam yang imut.

"Lepaskan aku!" Yuka memberontak, dan melepaskan diri dengan menyentakkan tangan Mika.

"Apa yang kau lakukan di sini?"

"Bukan urusanmu! Wek!" Yuka menjulurkan lidahnya seraya menarik satu bagian bawah matanya.

Mika tersulut oleh kelakuan kekanak-kanakan itu.

"Eh?! Kurang ajar! Dasar bocah!"

Mika berusaha menggapai kerah Yuka kembali, tapi si tubuh mungil itu bergerak lincah menghindari uluran tangannya. Wajah Mika memerah bak gunung api.

"Dasar tante-tante genit!" Yuka memberikan gerakan mengejek yang sama lalu mengambil langkah seribu, namun belum cukup jauh kakinya pergi dari tempat itu, ia menubruk seseorang.

"Kau ngapain, sih, dengan bocah ginian?" tanya si pemilik tubuh kepada Mika yang juga ternyata seorang perempuan yang terlihat modis dan gaul.

"Bocah ini tadi bertingkah aneh dan mencurigakan di depan apartemen Wataru!" tunjuknya dengan raut wajah sebal pada Yuka yang kini kedua bahunya ditahan oleh si pendatang baru.

"Oi! Jangan bilang kau bergaul dengan playboy pengangguran itu! Kau ini masih di bawah umur!" tegur si pendatang baru dengan nada bijak, membalik tubuh Yuka yang agak lebih pendek darinya.

Matanya melotot tajam seolah memarahi anak kecil yang nakal. "Lagi pula playboy itu sudah ditandai olehnya!" ia melempar lirikan mata pada Mika.

"Ehem! E-Erika!" Mika berdeham malu-malu dengan kepalan tangan di depan wajah, kedua matanya dipejamkan sok bijak, rona merah menghiasi kedua pipinya.

Erika, teman Mika ini memiliki penampilan dewasa yang elegan dan manis: ia mengenakan dres hitam lengan panjang menjuntai lebar melewati pergelangan dan rok di atas lutut. Ikat pinggang merah kecil melilit di tubuhnya yang semampai dan sedikit kurus. kedua paha indahnya dibalut oleh stocking hitam menyentuh lutut dan dipadukan sepatu wegde berwarna senada.

Di lehernya tergantung syal bulu halus bercorak kuning dan abu-abu yang memberikan kesan mewah. Sementara rambut pirang gelapnya bermodel kriting gantung sebatas dada.

Perempuan satu ini terlihat sangat garang tapi keren gila!

"Lepaskan aku! Siapa juga yang ingin main dengan dia!" Yuka melepas kasar kedua tangan

perempuan itu.

"Eh, galak sekali bocah ini!" komentar Erika singkat, kedua tangannya terangkat setinggi bahu, telapak tangan menghadap ke langit.

"Ya, kan? Dasar bocah!" Mika melempar tatapan penuh permusuhan pada Yuka yang membalas tatapan itu tak kalah sengit.

"Hentikan kalian berdua!" tegur Erika seraya melipat tangan di dada dengan suara keras dan tegas, ia memberi tatapan galak nan anggun guna mencegah pertengkaran yang tak ada manfaatnya.

"Ba-baik..." sahut mereka bersamaan, nyali ciut dengan kedua bahu terangkat. Wajah mereka berdua memelas pucat.

"Bagus!" Erika menghembuskan napas lega, "hei, bocah! Kau ke sini ada urusan apa?"

"Jangan panggil aku bocah! Begini-begini aku jago mencari uang melebihi orang dewasa!" protes Yuka.

"Ok! Kalau begitu siapa namamu?"

"Hanada Yuka!" jawabnya galak seraya membuang muka, tangan dilipat di dada.

"Ikh! Tuh, kan, dia nyebelin, Eri!" geram Mika, kedua tangannya mengepal kuat di depan dada.

Erika melempar tatapan tajam untuk menyuruhnya diam, maka perempuan berwajah manis itu hanya bisa cemberut dan menggerutu dalam hati.

"Baiklah, Hanada-chan. Sedang apa bocah sepertimu di tempat seperti ini, apalagi ini sarang sang playboy kakap," Erika menyampirkan tangannya yang menggenggam clutch bag hitam di bahu kanan, tangan satunya bertolak pinggang.

"Kalian kenalan pria itu?" ada nada penuh minat dalam suara Yuka.

Sebelah kening Erika terangkat, penasaran.

"Lalu, kau ada hubungan apa? Wataru tak suka dengan bocah. Apa kau adiknya?"

Yuka menggeleng keras.

"Oh, begitu. Aku kira kalian kakak-adik yang terpisah. Ternyata bukan, pantas mukanya nggak ada mirip-miripnya"

"Yaiyalah!" seru Yuka gemas, nyaris memekik kesal.

"Heh! Kamu ada urusan apa dengan Wataru?" Mika kembali memanas.

"Oi, Mika! Kau bisa tenang sedikit, tidak, sih?"

Ditegur keras oleh Erika, Mika menggerundel tanpa suara. Matanya menyipit tajam pada sosok Yuka yang masih berdiri defensif di depan perempuan serba hitam itu.

"Aku hanya ingin bertanya sesuatu padanya!"

"Ngomong yang sopan! Dasar bocah!" Mika berusaha mengerem nada bicaranya, lalu terkesiap,

"apa? aku, kan, tidak membentaknya!" keluhnya pada Erika yang memberikan tatapan malas.

"Baiklah. Itu artinya kau kenal Wataru, kan? Ada urusan apa?" Erika kembali bercakap pada Yuka.

"Kalian siapanya dia? Cewek mainannya?" sindir Yuka dengan sudut bibir berkedut jijik.