Chereads / FREE READ - Saingan Sang Playboy [SLOW UPDATE―Misteri & Romansa Gelap] / Chapter 89 - Dia Hanyalah Seorang NEET dengan Wajah Rupawan

Chapter 89 - Dia Hanyalah Seorang NEET dengan Wajah Rupawan

"Tidak usah. Aku tak ingin berurusan dengan NEET macam itu (lihat bab 63 penjelasan tentang NEET). Sangat memalukan jika sampai hal ini masuk berita dan disandingkan dengan lelaki tak berguna sepertinya. Jelas sekali NEET itu sedang melamun memikirkan uang saat menyebrang jalan sebelumnya. Dilihat dari sudut mana pun, ia hanya bisa bermodalkan tampangnya saja. Miskin. Tidak berkelas. Rendahan pula. Kerjaannya pasti hanya menggoda perempuan kaya lalu mengeruk uangnya untuk berfoya-foya," penumpang ini kemudian menunjukkan cover majalah yang dipegangnya setinggi mata pada sang butler, menyandarkan punggungnya dengan kaki dilipat lalu berkata dengan nada arogan menusuk penuh rasa jijik, "beda, dong, dengan diriku ini. Tampan, kaya, dan berbakat dalam bisnis."

Alfred, sang butler tersenyum ringan dan mengangguk patuh, "tentu saja, waka-sama."

"Berikan saja uang sebagai kompensasi. Pasti langsung tutup mulut. Hah! Dasar rakyat jelata, baru lihat mobil limusin saja tingkahnya sudah norak begitu," ia membuka lemari kecil cokelat mengkilap di depannya. Sebelum meraih 3 ikat uang nominal 10.000 yen (sekitar kurang lebih 379 juta rupiah), Mamoru menyentuh sebuah gelang berlian dengan sangat hati-hati dan penuh perasaan, tersenyum lembut dengan mata berbinar.

"Bagaimana jika ia menolaknya?"

Mamoru tergelak saat menyerahkan uang melalui jendela kecil limusin, "tak ada yang menolak uang sebanyak ini. Kalau pun mengaku tak mau, itu hanya bahasa lain dari: aku ingin lebih banyak. Berikan saja uangnya, Alfred-san."

"Oh, begitu? Baiklah, waka-sama!"

Alfred meraih uang itu, keluar dari mobil dan menatap tingkah Wataru dengan gelengan kepala. Lelaki itu masih saja terus menginjak-nginjak atap mobil, dan sopir mereka masih saja terus gagal meraih kaki lelaki itu.

"Turunlah! Kami akan memberikan kompensasi atas kerugianmu! Sangat tidak pantas anda bertingkah demikian di tempat umum seperti ini. Ada banyak pasang mata memperhatikan kita," bujuk Alfred.

Wataru menghentikan aktivitasnya itu sejenak, ia memandang kesal pada butler tua itu. "Wuah! Setelah sopir, kini butlernya yang turun tangan. Apa tuan kalian itu sama sekali tak punya tangan dan kaki? Atau ia buta dan bisu?" ledek Wataru dengan senyum sinisnya. Ia berkacak pinggang dengan satu tangan, dagu terangkat dengan angkuhnya. Kini, ia benar-benar terlihat seperti preman sesuai tuduhan para penumpang limusin tersebut.

"Turun kau anak muda brengs*ek! Benar-benar preman kau, ya!" sang sopir berusaha meraih kaki kanan Wataru, tapi ia lengah dan malah kini tangannya diinjak kuat oleh Wataru.

"Berisik! Bukannya kalian yang preman? Aku hanya ingin kalian minta maaf, tapi malah ingin memberiku uang tutup mulut?" bola matanya berkobar menatap 3 ikat uang di tangan sang butler.

Itu sungguh mencoreng harga dirinya sebagai dewa bisnis! Tanpa sadar, ia menjejak kuat tangan sang sopir hingga lelaki malang itu berteriak kesakitan.

"Argghh! Sakit! Lepaskan tanganku!" rontanya dengan wajah memucat.

"Takano-san!" teriak Alfred dengan perasaan khawatir.

"MANA TUAN KALIAN YANG TAK TAHU TATA KRAMA ITU? SURUH KELUAR SEKARANG JUGA! BERLUTUT PADAKU DAN MINTA MAAF!" Wataru menjejakkan kakinya yang satu sehingga memberikan tekanan tambahan pada kakinya yang sedang menginjak tangan sang sopir. Gerakan cepat dan tiba-tiba itu membuat sopir keluarga Sato menjerit kesakitan.

Alfred menghela napas kasar, mengerutkan kening dan berkata dengan nada dalam dan tegas.

"Saya mohon anda mau bersikap baik juga! Saya adalah perwakilan waka-sama! Berbicara dengan saya itu sudah cukup!"

Wataru menendang tangan sang sopir, ia mendengus kasar dengan gaya angkuhnya, "rupanya pemilik limusin ini adalah seorang tuan muda yang manja dan pengecut! Anak mami!"

"Tolong jaga ucapan Anda!" tegur Alfred galak.

Pandangan mata Wataru menjadi dingin dan berkilat tajam berbahaya, ia berdecak sekali lalu berkata dengan nada mengancam, "suruh tuan manja kalian keluar atau ia akan menyesal telah dilahirkan di dunia ini!"

Tubuh Alfred menegang. Aura yang dipancarkan Wataru saat ini mampu membuat bulu kuduk siapa pun berdiri. Ucapan sang sopir pun terngiang-ngiang di kepalanya. Jika ia benar seorang preman, lelaki itu bisa memanggil rekannya yang lain. Tentunya akan merepotkan dengan segala kehebohan itu!

"Cukup, Alfred-san! Biar aku yang tangani."

Pintu limusin tiba-tiba terbuka. Mamoru muncul dengan senyuman di bibir dan matanya.

"Ah... jadi ini tuan muda manja kalian itu?" seru Wataru dengan nada lambat-lambat, sorot matanya terihat merendahkan pada Mamoru di bawah.

"Tolong turun dari mobil dan mari bicara tentang bisnis, NEET-san!" ajak Mamoru dengan nada suara membujuk namun penuh sindiran tajam.

"Apa..? Bisnis...? NEET-san...?" keningnya bertaut, sudut-sudut bibirnya berkedut.

"Mari kita cepat selesaikan salah paham ini. Saya punya jadwal penerbangan yang perlu dikejar sore ini."

"Tsk! Kau pikir siapa dirimu main perintah padaku?"

"Ahahaha! NEET-san, ini jalanan umum. Tidak baik bertingkah seperti monyet begitu dengan tampang rupawan."

"Apa?"

Dan dengan sindiran tajam itu sukses membuat Wataru melompat dari mobil dan dengan segera mencengkeram kerah kemeja Mamoru. Tuan muda kaya itu hanya tertawa-tawa girang.

"Tolong lepaskan, beliau!"

Alfred, yang meski terlihat sudah tua, rupanya memiliki ilmu bela diri yang lumayan hebat. Ia segera meraih tangan Wataru secepat kilat dan tanpa peringatan, memitingnya di punggung dengan dada menghantam pintu limusin.

"SIAL!" umpat Wataru, setengah kesakitan.

Mamoru masih tertawa-tawa girang, detik berikutnya sebuah senyum puas dan licik membingkai wajahnya yang manis, "lepaskan dia, Alfred-san. Lelaki itu hanya rakyat jelata yang lemah. Bukan lawanmu sama sekali."

"Baik, waka-sama!"

Butler itu pun melepas pitingannya dan membungkuk meminta maaf pada Wataru.