Di rumah sakit.
"Kelelahan dan kurang nutrisi," mata tajam sang dokter wanita terpaut pada Misaki, ia duduk di tepian ranjang pasien kosong di sebelahnya, papan pemeriksaan diletakkan di sampingnya. "biarkan dia istirahat beberapa hari. Perhatikan makanannya. Nanti juga akan pulih kembali. Hmmm... Reiko, apa bisa bicara sebentar?" telunjuknya menggaruk-garuk rambut di sekitar headband* orange polos yang melingkar di kepalanya, ujung-ujung rambut hitam lurus sebatas pundaknya melekuk ke dalam.
Dokter wanita ini bernama Shiori, anak kedua dari keluarga Miyamoto. Pembawaannya tenang dengan aura wajah yang begitu fresh, dewasa, dan tegas. Yang ketika seseorang bertatapan mata dengannya akan membuat orang itu seketika segan padanya dalam sedetik.
"Kalian mau bicara apa? Kalau mengenai perempuan itu, bahas di sini saja." koar Wataru galak dari kursi besi tanpa sandaran di dekat jendela.
"Ya, ampun... Wataru-kun masih galak seperti biasanya." Dokter itu terkekeh.
"Ah, Shiori! Dia adalah perempuan yang Wataru sukai, loh!"
"Reiko! Jangan bicara sembarangan! Dia hanya budak!" lelaki itu menyilangkan kaki dan tangan, memandang kesal ke arah Misaki yang terbaring lemas tak sadarkan diri di depannya.
"Heeee..... adik kecilku yang playboy ini akhirnya suka seseorang?" ujar Shiori, setengah meledek, setengah terkesan.
"Terserah kalian saja." sang playboy bangkit, berjalan gusar menuju pintu.
"Mau ke mana?" Tangan Reiko mencegatnya.
"Sarapan. Aku belum makan apapun." Ucapnya dengan amarah tertahan.
"Kalau begitu kita makan bertiga saja! Reuni kecil keluarga! Sungguh menyenangkan!" sang dokter meraih leher Wataru, menguncinya dengan lengan kirinya.
"Shiori!" pekiknya kaget.
"Berisik! Biarkan kekasihmu istirahat. Ayo, Reiko! Aku traktir kalian! Jarang-jarang kalian berdua datang ke tempat kerjaku bersamaan seperti ini."
"Oi! Dia bukan kekasihku!" Wataru menundukkan badan, kesusahan menyusul Shiori yang tanpa belas kasihan menyeretnya keluar ruangan.
***
Di kantin rumah sakit.
"A... Shiori, apa yang ingin kau bahas sebelumnya?" mata Wataru mengikuti gerakan sumpit sang dokter.
"Hmmm... Bagaimana, ya, mengatakannya?" ia berpikir sejenak, tampak ragu.
"Misaki tidak apa-apa, kan?" Reiko terlihat khawatir.
"Kalian berdua sepertinya sangat perhatian, ya, pada perempuan itu?"
Wataru mendengus geli, melempar tatapan mengejek pada Reiko di sampingnya. "Aku heran, kenapa Shiori lebih dewasa dibandingkan dirimu sebagai kakak tertua? Jangan-jangan, pas mau lahir, kau serobot Shiori di daftar tunggu kelahirannya, ya? Mungkin bakat alamimu memang sebagai pembuat onar!"
"Cerewet! Kenapa bahas itu?!" Reiko menyentil pelipis sang adik, mata disipitkan.
"Sakit!"
Shiori terbahak keras melihat mereka yang duduk di depannya, pemandangan itu layaknya sebuah acara komedi tv.
"Sudah lama tak melihat kalian bertengkar seperti ini," dokter itu bertopang dagu kemudian berkata dengan nada santai, "dia benar-benar istimewa, ya? Sebenarnya, ini bukan wewenangku meski sudah dipercaya menangani Fujihara-san lebih lanjut. Tapi, jika perempuan itu benar-benar penting, maka kalian perlu mengetahui suatu hal tentangnya."
Wataru mengernyitkan kening. "Jangan sok misterius! Cepat katakan!"
"Wuah. Penasaran sekali!" sindir Reiko, matanya tertawa.
"Yah... Kurasa ini lebih baik jika meminta penjelasan langsung pada yang bersangkutan setelah sadar nanti."
"Jangan bertele-tele! Cepat katakan!" desak sang playboy.
"Wataru-kun," katanya lambat-lambat, "kau itu, kan playboy, tapi apa kau belum pernah ehem... begitu dengan Misaki?" Shiori merona, matanya melirik malu-malu ke samping, menghindari tatapan mereka berdua.
"Gengsinya tinggi, mana mau dia mengakui kalau jatuh cinta pada perempuan yang bukan seleranya?" Reiko melirik kesal pada adik laki-lakinya.
"Berisik! Cepat katakan!" Ia memukul meja begitu keras sampai pengunjung kantin di sekitar meja mereka terkejut.
"Galak sekali. Fu fu fu... Sungguh menggemaskan." Shiori mengibas-ngibaskan tangan di depan wajah, menahan tawa geli.
"Tapi, Wataru benar. Cepat katakan!" Reiko berubah serius.
Shiori menyunggingkan senyum kecil, lalu menghela napas panjang yang berat.
"Aku punya dugaan gila terkait perempuan itu, sepertinya dia pernah mengalami kejadian luar biasa di masa lalu." Shiori memajukan badannya, menahan tubuhnya di meja dengan lengan kiri, jempol tangan kanan menunjuk ke arah punggungnya. "Ada bekas luka menarik di punggungnya. Menurutku dan para dokter yang memeriksanya, itu adalah bekas luka tembak."
Wataru dan Reiko membeku.
"Bekas luka tembak? Kau tidak salah?" sudut bibir Reiko berkedut, sebelah kening naik.
Saat mendandani Misaki, ia tak membantunya berganti pakaian karena perempuan culun itu terlihat begitu panik dan kikuk. Misaki begitu menolak keras untuk dibantu. Apakah itu penyebabnya? Bukan karena malu-malu?
"Mana mungkin dia terlibat sesuatu yang serius seperti itu! perempuan itu nyaris jadi hikikomori* sejati, hanya tahu kerja dan rumah saja. Dia itu Sadako! SADAKO!" terangnya setengah berteriak, lalu setelah mendengus pelan ia melanjutkan, "imajinasimu itu cukup liar, ya? Kenapa kau tidak nulis novel saja, sih?" ia segera meraih minuman kotaknya, menyeruputnya dengan perasaan jengkel.
"Maka dari itu, aku berkata sebaiknya minta penjelasan langsung dari yang bersangkutan biar jelas. Tim dokter yang memeriksanya sampai bisik-bisik heboh, loh!"
Suasana di meja itu hening sesaat.
"Kau yakin itu bekas luka tembak?" selidik sang adik, entah kenapa hal itu mulai mengusiknya.
"Dilihat dari bekas lukanya, aku yakin seratus persen. Setiap bekas luka itu unik, apalagi bekas luka tembak. Aku tak mungkin salah, toh selama ini aku memang tak pernah salah, dan dokter yang memeriksanya juga cukup yakin." Shiori bersandar santai, kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku jas dokternya. "Yah, tapi mungkin ia tak mau membicarakan hal itu. Tak ada orang yang mau membahas masa lalu yang menakutkan. Bukan begitu, Wataru-kun?" ia tersenyum memberi isyarat.
"Apa-apaan itu?" dahinya berkerut tak senang mendengar sindiran itu.
"Hey, Wataru! Kau seenaknya saja berkata seolah tahu Misaki luar-dalam, tidur dengannya saja kau belum pernah. Memang kau tahu apa soal Misaki, sih?" Reiko melempar pandangan mengejek padanya.
Lelaki itu tertegun hebat.