Saat di rumah sakit, akhirnya pria tersebut mulai sadarkan diri. Sementara Charice terbangun saat pria tanpa identitas tersebut menggerakan tangannya.
"a.. AIR..."
Charice dengan sigap mengambil air untuk pria tersebut.
Pria tersebut langsung meminum segelas air putih yang diambilkan Charice. Charice diam-diam memandangi pria tersebut, daam hatinya. Dia cukup tampan, walau sedang sakit tapi tetap terlihat sangat tampan. Dia punya masalah apa dengan Pak Raymond sampai habis dipukuli oleh dengan Pak Raymond ya...
"Kau siapa?" tanya pria tersebut.
"Saya menemukan bapak terkapar di bangunan tua dalam keadaan pingsan."
Pria tersebut memegangi kepalanya masih terasa sakit. Tubuhnya penuh memar dan terplester perban dan kain kasa di tangan maupun kaki, kepalanya tak luput dari plester.
"Bapak siapa? Saya tidak bisa menemukan identitas bapak jadi saya belum melaporkan bapak ke keluarga bapak."
Pria tersebut diam saja. Tidak menjawab pertanyaan Charice.
"Maaf Pak, boleh saya tahu dimana keluarga Bapak tinggal? Apa mungkin ada yang bisa saya hubungi? Istri Bapak mungkin?" tanya Charice hati-hati.
"Berikan saya pulpen dan kertas, akan saya tulis nomor yang kamu hubungi."
"Baik Pak." Charice mengambil pulpen dan kertas dari tasnya.
Pria tersebut menuliskan sebuah nomor dan pemilik nomor tersebut bernama Jessica. Ia mencatat namanya di kertas tersebut "David Park".
Charice segera menelpon nomor tersebut.
"Halo!"
"Halo selamat malam!"
"Malam.."
"Ini benar dengan Ibu Jessica?"
"Iya saya Jessica, dengan siapa saya bicara?"
Dalam hati Charice merasa mengenal suara wanita di telpon, namun ia berpikir jika itu hanya kebetulan semata.
"Apa beanr Ibu Jessica adalah kerabat dari Pak David Park?"
"Apa?" Sontak terdengar nada kaget dari wanita yang ditelpon Charice.
"Bu, apa Ibu bisa datang ke Rumah sakit Gangnamjung sekarang? Bapak David hanya memberikan nomor anada sebagai orang yang bisa dihubungi."
"Ini dengan siapa? Kenapa David bisa masuk rumah sakit?"
"Eh... Sa.. saya, suster Rumah sakit." Charice tak bisa menjelaskan alasan David masuk rumah sakit dan ia tak memberikan identitas aslinya. "Dia terkena musibah Bu, sepertinya ada orang yang memukulinya."
"Baik saya segera kesana."
***
Begitu Jessica sampai ke rumah sakit, ia bergegas mencari tempat David dirawat. Sementara Charice memastikan jika benar atau tidak Jessica yang dimaksud adalah bear pacar dari Raymond.
Charice lekas pergi agar tak terlihat oleh Jessica jika ia yang membawa David ke Rumah sakit. Ia melihat kedatangan Jessica dari jauh dan akhirnya dia pun langsung pergi dari rumah sakit.
Sementara itu, David yang terbaring lemah didatangi Jessica yang sangat khawatir dengan keadaan David.
"Dave-ssi!"
"Kau datang juga rupanya? Peduli dengan saya?!" Dave memalingkan wajahnya ke arah berlawanan dengan Jessica.
"Dave! Kau yang ngasih nomor saya ke suster rumah sakit buat nelpon saya dan kau jyga ridak memberikan nomor orang lain ya jelas mau nggak mau saya harus dateng!" Jessica mulai murka.
"Yang menelponmu bukan suster, melainkan orang yang nolongin saya."
"Yang menolongmu? Sekarang mana orangnya?"
"Ta.. tadi..."
David baru sadar jika wanita yang menolongnya telah pergi dan tidak meninggalkan barangnya sama sekali.
"Mana Dave orang yang menolongmu?"
"Tadi dia masih ada disini, barang-barangnya juga masih ada tadi. Kau tidak bertemu dengannya di luar?"
"Enggak Dave."
"Pokoknya seorang cewek berpostur pendek, pake sweater ijo tua, rambutnya dikuncir ke atas dan pake ransel kecil."
Jessica menggeleng.
Dalam hati David. Aneh, kemana perginya gadis itu.
"Yaudahlah Dave, biarin aja dia pergi. Kau mengapa bisa masuk rumah sakit Dave?"
David masih berpikir dimana gadis yang menolongnya berada. "Apa jangan-jangan cewek itu komplotannya pacar kamu?"
"Maksud kamu apa Dave?"
"Saya begini gara-gara pacar kamu. Si bangsat Raymond!"
Jessica tercengang. "Maksud kamu apa Dave?"
"Dia udah mukulin saya, dia sama anak buahnya yang buat saya babak belur."
Jessica kaget. "Kamu kenapa pake ngeladenin Raymond sih? Kamu harus tahu jika Raymond itu bukan orang biasa, dia bukan lawan kamu. Kamu nggak ada apa-apanya dibanding Raymond. Dengerin saya Dave, please sayangi diri kamu sendiri, jangan ngambil resiko yang udah jelas-jelas bisa membahayakan hidup kamu!"
"Jes, saya begini juga demi kamu!"
"Please, lupain saya Dave..."
"Jes... " Mata David telah berkaca-kaca.
"Dave, kamu sekarang udah punya semuanya, uang, kekuasaan, juga... kamu bisa dapet wanita kaya apa yang kamu mau dengan semuanya. Belum lagi kamu ganteng, siapa coba yang bakal nolak kamu?!"
"Tapi kamu nolak saya! Dengan semua masa lalu yang kita lalui bersama, semudah itu kamu ninggalin saya?!"
"Dave, saya nggak mau nginget-nginget itu, semuanya adalah masa kelam."
"Jadi, saya adalah masa kelam buat kamu?"
Mata Jessica berkaca-kaca. "Bu... Bukan begitu, tapi..."
Dalam hati Jessica, sebenarnya ia tak bisa mengelak jika masa itu juga menjadi salah satu masa yang paling bahagia dalam hidupnya namun sebagian juga adalah masa kelamnya.
"Terus..."
"Dave, mari kita kubur masa lalu itu, saya dan kamu punya kehidupan masing-masing sekarang. Aku harap kamu juga sudah puas untuk balas dendam."
"Kamu tahu dari mana jika saya sudah puas balas dendam?"
"Kamu udah ngancurin perusahaan tempat suami ibu kamu kerja kan? Kamu yang menjadi pemegang saham terbesar Samkyung sekarang, benar kan?"
"Ternyata kamu masih kepo sama urusan saya?!"
"Iya, jujur saya masih ngikutin semuanya. Dave, kamu tahu nggak kalo kamu nggak seharusnya nyimpan dendam kayak gitu! Buat apa hidup berlandaskan dendam?"
"Kamu pikir saya mau hidup seperti ini?"
"Kalo gitu kamu ngaku aja kalo kamu itu Seo..."
"STOP!" David menyela Jessica. "Nama saya David, Seojoon udah mati selamanya. Nggak ada lagi Seojoon di dunia ini."
Jessica menangis dalam hatinya, ia masih ada sedikit perasaan terhadap David. Namun ia merasa sudah tidak mungkin kembali kepada David.
"Dave, kamu harus istirahat. Jangan banyak bergerak, tolong sayangi diri kamu. Kamu pasti bisa tegar sendiri. Saya nggak bisa lama-lama disini karena nanti bahaya kalo ada orang yang kenal saya dan melihatku disini." Jessica dengan tegas meminta David untuk tegar.
"Kamu tenang aja Jes, saya juga bakal sembuh sendiri kok. Dan asal kamu tahu, saya bakal mengingat terus pukulan demi pukulan yang udah Raymond hantam ke tubuhku."
"Terserah kamu Dave, toh kamu sendiri yang bakal sakit jika di dalam hati kamu hanya bisa mendendam."
Jessica pun tak lama pergi meninggalkan David.
***