Chereads / ENOLA / Chapter 3 - Teman Lama

Chapter 3 - Teman Lama

Aku terdiam. Aku ingin menangis karena aku bertemu dengan Kak Egy lagi. Tapi aku harus menahannya. Aku harus menjadi Violet.

Akupun berbicara kepadanya seperti orang yang baru bertemu. Ternyata dia tau dengan penampilanku yang seperti ini.

Aku lega berkat kak Egy aku bisa menyalin buku tua yang menjadi refrensi novelku. Setelah meninggalkan perpustakaan kami pergi ke cafe yang tak jauh dari perpustakaan. Kami masih bersikap seperti orang yang baru kenal. Dan aku juga heran mengapa ia ada di kota kelahiranku. Saatku tanya ia hanya mengatakan sedang mencari sesuatu. Aku mengerti dia tahu aku kembali.

Perbincangan kami pun berlanjut. Dia menanyakan hal hal umum layaknya orang yang baru kenal. Lalu ia bertanya apa tujuanku kemari dan berapa lama aku akan tinggal.

Aku hanya menjelaskan singkat bahwa aku hanya mencari ide untuk menulus dan aku ingin pergi secepatnya. Lalu ia mentertawaiku.

"Jika anda terburu buru maka anda tidak dapat mencari ide yang anda cari." ujarnya terkekeh.

Aku tersenyum yah dia benar tapi aku tak ingin lama lama di sini. Aku tak ingin bertemu dengan mereka. Bahkan aku memesan hotel di kota sebelah karna takut bertemu mereka jika aku tinggal di kota kelahiranku ini.

"Saya akan mengajak anda berkeliling besok ke kota sebelah jika anda berkenan." ujarnya menatapku lekat.

"Baiklah." jawabku singkat.

Sepertinya kak Egy hanya basa basi karena aku tahu maksud sebenarnya.

Kami pun berpamitan. Ia hendak mengantarkanku tapi aku menolak. Rasanya aneh saja jika satu mobil dengan orang yang baru kamu kenal meski sebenarnya aku sudag mengenalnya.

Keesokan harinya kak Egy menjemputku. Kupikir pikir kak Egy banyak berubah. Dia jauh lebih rapi dan lebih elit. Aku menduga dia pasti memeliki pekerjaan yang hebat. Tidak seperti duly yang sedikit ilegal.

"Apakah anda menunggu lama?" tanyaku.

"Tidak." jawabnya lalu tersenyum.

Kamipun berjalan menujuh mobil. Dan saat masuk ke dalam mobil ia berkata,

"Kami merindukanmu."

"Sekarang di dalam mobil ini kau boleh bertanya semaumu. tidak kah kau ingin bertanya sesuatu?" lanjutnya.

Aku menghembuskan nafas panjang.

"Kakak sudah mendapatkan pekerjaan yang layak?" tanyaku.

"Yah, bukankah sudah ku jelaskan kemarin."

"Ku kira kakak berbohong."

"Tidak aku mengatakan sejujurnya kemarin."

"Tapi tampaknya kau tidak bahagia dengan pekerjaanmu."

"Ya, karena pekerjaanku sangat membosankan."

Aku tertawa. Seorang hacker topi hitam kini menjadi boneka di suatu perusahaan legal.

"Tapi kakak bagaimana bisa tau jika aku kembali?"

"Itu hobiku. Meski aku tidak lagi membuat maslah tapi aku masih menggunakan kemampuanku untuk kepntingan pribadi tanpa merugikan orang lain."

"Lalu bagaiman dengan teman teman kakak. apakah kalian masih bersama?"

"Masih meski kami bekerja di tempat yang berbeda."

Aku mengangguk. Aku seperti ini berkat mereka.

"Apakah kau tidak kesepian disana?"

"Aku selalu sendiri dan aku nyaman dengan itu. Sejujurnya aku orang introvert. Aku senang menjadi diriku sendiri."

Egy terdiam dia fokus mengendari kendaraan dan terkesan dingin. Dia juga sama denganku, tak seperti yang dulu.

"Tapi aku tidak begitu suka kau merubah bayak hal di dirimu."

Aku terdiam sepertinya dia mengira aku melakukan operasi plastik.

"Tidak aku tidak berubah banyak. Aku mencat rambutku, menggunakan lensa dan kacamata. Hal yg berubah mungkin gigiku. Aku sempat mengalamu kecelakaan dan kehilang beberapa gigiku." terangku.

Egy tiba tiba mengerem mendadak membuatku terkejut. untung jalanan sepi.

"Apa kau kecelakaan? Kenapa kau tidak menghubungiku." ujarnya setengah berteriak.

"Itu masalahku kak. dan Lukanya tidak terlalu parah. Hanya saja..."

"Hanya saja apa?"

"Hanya saja aku membenci orang yang menabrakku. Rasanya ingin ku sumpal mulutnya dengan kaos kaki lalu ku lilit dengan tali dan kemudian aku buang ke laut."

"Apa dia tidak bertanggung jawab?"

"Bagaimana yah dia mengataiku lemah karena tertabrak begitu saja sudah kehilangan gigi."

"Dia berkata seperti itu setelah menabrkamu? Siapa dia? katakan akan ku balas dia." ujar kaka Egy geram.

"Tidak usah nanti malah panjang dia tidak menabrakku dengan kendaraanya tapi dengan tubuh besarnya. Ia berlari tanpa melihat sekitar dan menabrkku saat di tikungan lalu aku terpental dan mengenai benda keras yang tak aku ingat. aku ingin melupakan kejadian itu. Menyakitkan sekaligus memalukan."

Egy tertawa.

"Hei jangan tertawa aku terluka."

Dia tidak menghiraukanku. Ia melanjutkan perjalanan.

Kami banyak bercerita. Dan kadang kami berhenti di titik titik tertentu lalu lanjut berkendara. Yah ini jalan jalan tapi tidak benar benar melihat ke dalam. Kak Egy takut aku bertemu dengan masa laluku. Padahal dia sendiri adalah masa laluku.

Setelah puas berkeliling kami memutuskan untuk makan siang. Kak Egy menawarkan makan di restoran milik temannya yang baru buka. Aku terima terima saja apalagi jika di bayari.

Saat tiba di restoran aku terkejut. Tampilan luarnya biasa biasa saja dan cendrung tidak menarik tapi ketika sudah memasuki dalam aku terkejut. Sangat berbeda. Seperti berada di tempat lain.

Restoran ini merupakan restoran Itali. Dan ku melihat ada beberapa orang asing yang makan di sini. Jika orang luar negri saja makan di sini berarti masakan di tempat ini seenak aslinya.

Kami duduk di dekat jendela menghadap ke taman. Saat membuka menu aku terkejut. Harganya lebih murah daripada di negaraku.

Kami memasan dan sambil menunggu kami pun mengobrol.

"Biasanya restoran seperti ini butuh reservasi dan harganya sangat mahal."

Egy tersenyum.

"Jangan samakan di sini dengan negara anda."

Aku menganguk.

"Restoran ini ditujukan untuk kalangan menengah ke atas. Untuk jam makan siang tidak ada reservasi tapi jika malam, full boked."

"Mengapa begitu?"

"Orang orang banyak yang memiliki waktu untuk makan di tempat seperti ini saat malam. Mereka tidak ada waktu untuk makan siang di tempat ini karena terbatasnya jam istirahat."

Aku mengangguk. Aku tidak pernah bekerja terikat waktu. lebih tepatnya aku bukan karyawan perusahaan yang memiliki jadwal pasti.

Kami bercmbincang kembali hingga pesanan kami tiba. Dan di saat bersamaan aku melihat penampakan. Bukan hantu melainkan sesuatu yang tidak ingin ku lihat. Aku menciut. Aku ingin pergi dari tempat ini tapi aku tidak bisa mengatakannya kepada kak Egy.

Ia menyadari aku tampak aneh. Saat melihat sekeliling ia menyadari apa yang membuatku tidak nyaman.

Ia bertanya apa aku sakit. Dengan ragu aku mengatakan sedikit kurang enak badan.

Nafsu makanku hilang. Makanan yang ku makan tak lagi enak. Aku ingin pulang. Bukan ke hotel tapi ke negaraku.