Chereads / ENOLA / Chapter 6 - Kontrak

Chapter 6 - Kontrak

Aku terbangun. Aku masih mencerna apa yang aku lihat. Aku ada di mana.

Aku mencoba bangun. Kepala ku sangat pusing. Jika ku ingat aku kemarin hanya minum teh sebagai sarapan. Makan siang pun hanya ku makan sedikit. Aku juga makan coklat tapi hanya dua butir. Dan aku tidak makan malam. Hal yang ku ingat aku pergi meninggalkan tempat pesta sembari menangis. Lalu apa yang terjadi.

Aku bangkit dari tempat tidurku yang berukuran King Size. Aku melihat sekitar mencoba mencerna dan mengingat. Yah aku mengingat Michael mengejarku dan mengajakku pulang. Sepertinya aku tertidur saat dalam perjalanan.

Ini bukan hotel tempatku menginap. Tempat ini lebih mewah. Aku pun berjalan mengarah ke pintu kaca yang mengarah ke balkon. Aku takjub dan terkejut. Aku tahu ini di mana. Tempat ini jauh dari kota tempat aku menginap. Butuh waktu tiga hingga empat jam perjalanan untuk menujuh kemari. Mengapa dia membawaku kemari. Kenapa dia tidak membangunkanku dan mengantarkanku ke hotel tempatku menginap.

"Kamu tidak mandi." celetuk seseorang mengagetkanku.

Aku membalikan badanku dan mendapati Michael hanya berbalutan kain handuk, rambutnya basah. Begitu juga dada bidangnya. Aku tidak menyangka badanya sangat sempurna seperti itu. Astaga apakah aku masih bermimpi.

Aku membalikan badanku lagi menghadap ke pemamdangan mencoba meyakinkan diri bahwa aku hanya bermimpi.

Tapi sentuhan tangan Michael di pundakku meyakinkanku bahwa ini bukan mimpi.

"Apakah kamu baik baik saja?" tanya menatapku lekat.

Aku menyentuh dahiku dan sesekali memijatnya. Aku butuh obatku. Sepertinya aku membawanya di tasku. Yah aku selalu membawanya.

Aku kembali masuk dan mencari tasku.

"Apa yang kamu cari?"

"Di mama tasku?" tanyaku masih mencari.

"Di dalam lemari."

Akupin langsung membuka lemari besar yang terletak tak jauh dari tempat tidur. Aku menemukan tasku. Aku membongkarnya dan tak menemukan obatku.

"Kamu mencari obat terlarangmu huh." celetuk Michael.

Aku menoleh ke arahnya.

"Itu obatku aku mendapatnya dari dokter."

"Aku tidak yakin."

"Jika kamu tidak percaya coba saja hubungi orang ini." ujarku menyodorkan kartu nama dokterku.

Aku selalu membawa kartu namanya untuk berjaga jaga jika terjadi sesuatu kepadaku.

"Baik aku akan menghibunginya. Tapi kau harus mandi terlebih dahulu. Setelah ini kita akan pergi. Aku tidak akan memberikan obatku jika kamu tidak membenahi dirimu."

Aku mendecakkan lidah. Aku baru menyadari bahwa aku hanya berbalut jubah tidur. Astaga apa dia menanggalkan pakaianku. Tidak terjadi apa apa diantara kami kan semalam.

"Tidak ada yang terjadi. Aku menyuruh seorang untuk mengganti pakaianmu. Tak usah khawatir dia wanita." terangnya seakan bisa membaca pikiranku.

Akupun melangkah menujuh ke kamar mandi.

Dua hari ini menjadi hari terburukku sepanjang hidupku. Sepanjang hidupku sebagai Violet. Insiden gigiku raiv karena tertabrak Michael jauh lebih baik dari ini.

Selesai mandi aku mendapati kamar kosong dan aku tak menemukan Michael sama sekali. Lalu aku menemukan obatku di meja teh beserta catatan yang mengatakan ia pergi ke restoran hotel dan akan menungguku di sana. Dia juga menulis aku harus menggenakan baju yang ada di atas tempat tidur.

Aku menoleh ke arah tempat tidur. Ada kotak hadiah di sana. Astaga jangan senang dulu. Orang ini pasti memanfaatkan ku lagi. Meski aku merasa seperti berada di film romantis tapi ini tidak seperti itu. Kami sama sama saling membenci.

Aku pun membuka kotak itu dan mendapatkan sebuah pakaian yang cantik. Bisa dibilang ini pakaian santai hanya saja bermerk terkenal. Di dalamnya juga ada sepatu flat beserta tas selempang kecil. Warnanya senada, Peach. Bagaimana ia bisa tau warna favoritku. Apa ini hanya kebetulan saja.

Aku sudah berada di dalam restoran hotel. Aku mencari Michael. Dan aku menemukannya ia duduk di outdoor dan sibuk dengan tabnya. Aku berjalan mendekatinya dan duduk di depannya. Dia masih sibuk dengan tabnya. Aku bisa berharap apa. Dia bukan kekasihku.

Akupun menikmati pemandangan indah dari meja kami. Langit cerah dan gunung gunung yang hijau. Aku kembali mengingat masa laluku. Dulu aku mengajak Bayu untuk pergi ke kawasan ini tapi dia selalu menolak dan menunda nunda. Pada akhirnya kamu tidak ke kawasan ini. Dan aku di sini untuk pertama kali bersama dengan orang yang ku benci.

Seharusnya dulu aku memberanikan diri kemari sendiri. Tempat ini begitu indah. Dan semakin lama aku menatap semakin ku merasa sepi. Aku sendirian di dunia ini tak ada yang dapat ku percaya. Bukan tidak ada yang bisa ku percayai. Akankah aku akan seperti tanteku. Hingga akhir hidupnya ia sendiri.

"CKREK"

Aku terkejut.

"Apa yang kamu lakukan."

"Memotret pemandangan." jawab Michael santai.

"Tidak kamu baru saja memotretku bukan."

"Aku tidak merasa memotretmu. Aku hanya memotret pemandang di tempat ini."

"Ya tersera kamu saja."

Karena aku kesal aku tak menggubris apa yang ia tanyakan. Aku sibuk dengan duniaku. Tau tau makanan sudah di hidangkan di meja.

Sepertinya dia sudah menelpon dokterku. Ia tau makanan apa yang ku butuhkan saat ini.

Aku diam dan menyantab makanananku. Kemudian aku berhenti dan menyadari perbedaan waktu. Di sana pasti masih dini hari. Apa benar dia menelpon dokterku. Apa hanya kebetulan saja. Kenapa akhir akhir ini banyak sekali kebetulan.

"Aku tadi menelpon doktermu." ucapnya memecah keheningan.

Apa dia bisa membaca pikiranku.

"Dia sedikit kesal karena aku menelpon saat ia tidur. Tapi ia memaklumi karena ini berkaitan dengan pasiennya. Yah kamu benar kamu memang mengidap gangguan jiwa."

Aku sangat kesal dengan ucapannya seakan akan dia mengatai ku bahwa aku gila. Aku beranjak dari mejaku dan pergi meninggalkannya. Aku memutuskan kembali ke kamar. Rasanya aku tak sanggup lagi.

Aku mengunci diriku di kamar mandi dan menangis. Menangis memang membuatku tenang. Aku sering kali menahan emosiku. Menangis merupakan jalan terbaik untuk melepaskan segala emosi di dalam diriku agar aku tak tertekan.

Lalu seseorang membuka pintu. Tanpa melihat aku tahu siapa dia. Aku masih menangis. Ku rasa mataku bengkak saat ini. Ku pejamkan mataku menahan rasa sakit ini.

Dia mendekat lalu memelukku. Dia hanya diam kemudian menggendong ku. Aku terdiam. Aku terkejut.

Ia meletakkankku di sofa. Ia mengangkat wajahku dan menatapku lekat. Lalu ia mengusapmataku dengan jemarinya. Ia menyentuh wajahku. Hangat. Sentuhannya hangat.

"Kita akan menandatangani kontrak. Aku tahu rahasia mu. Aku tahu Egy salah satu yang membuat identitas baru mu." ucapnya pelan seraya berbisik.

Aku terkejut. Mataku terbelalak.

"Aku mengetahuinya setelah pertama kali kita bertemu. Aku selalu mengorek orang yang mengusikku. Seperti dirimu."