"What...!!??" Mata Olivia melotot horor mendengar apa yang dikatakan Alesha. Sementar itu Alesha hanya menggigit bibir dan menatap sepupunya itu dengan tatapan khawatir, dia berharap Olivia tidak menyampaikan hal itu keorang tuanya.
" Lesha, lo jangan main-main dengan ini. Kita semua tau kalau dia itu calon penguasa dan lo sedikitpun tidak akan ada dalam pikiran keluarga mereka. Dengar, pangeran itu hanya ingin mempermainkanmu.Dia sudah bertunangan dan lo sangat tau konsekwensinya kan?" Olivia kemudian mengingatkan sepupunya panjang lebar, dia sangat khawatir.
Betapa tidak, Alesha yang begitu polos dan belum tau apa-apa tentang cinta sudah mulai menyukai seseorang tapi sayangnya orang itu sangat tidak mungkin untuk dia miliki. Dia menjadi kasihan terhadap sepupunya itu, dia takut Alesha akan patah hati dan kembali terpuruk.
" Memangnya kenapa kalau dia seorang pangeran dan sudah bertunangan, toh mereka belum menikah kan?" jawab Alesha keras kepala. Perasaanya kepada George sangat mempengaruhinya sehingga dia tidak peduli peringatan apapun.
Mendengar itu Olivia terkejut dan semakin khawatir.
" Ada apa dengan otak cerdas lo sih!!? kenapa lo ga bisa berfikir realistis lagi. lo boleh suka dengan cowok siapapun tapi jangan dengan George karena lo pasti akan terluka."
Alesha terdiam, dia sebenarnya sadar dengan situasinya sekarang. Tapi jauh dilubuk hatinya percaya kalau George juga punya perasaan yang sama dengannya dan dia akan membuktikan itu. Tapi sepupunya itu tidak perlu tau karena dia akan semakin khawatir sehingga tidak menutup kemungkinan hal ini akan sampai keorang tuanya. Kemudian dia menatapnya dan tersenyum.
" Lo ga usa khawatir, gue ga senaif itu kok"
Olivia tersenyum lega mendengarnya, kemudian dia pamit pulang.
Tak lama kemudian handphone Alesha berdering.
" Hi Bella, ada apa?"
"Oh my... jangan bilang kalo kamu belum bersiap ya?
Alesha mengerutkan keningnya, sesaat kemudian matanya membulat.
" Oups, aku lupa. Ok aku segera bersiap ya. bye".
Dia lalu mematikan handphonenya kemudian masuk kekamar mandi. Tak lama kemudian dia keluar dan segera berpakaian.
Sesaat kemudian dia sudah terlihat sangat cantik dengan pakaian kasual dan sepatu kets lalu melaju dengan minicoopernya.
" kamu tuh ya, kita kan janjiannya sejam yang lalu. Bisa-bisanya kamu terlambat gini, siapa kemarin yang wanti-wanti harus tepat waktu. Tau gini aku ga cancel dateku dengan jonathan" Bella ngomel-ngomel kesal sambil menyeruput minumannya.
Alesha tersenyum lalu duduk didepan Bella.
" Maaf ya, tadi tuh aku sibuk ngurusin sesuatu dengan sepupuku di apartement jadi lupa waktu." ucapnya dengan pandangan minta maaf.
Sementara Bella masih cemberut kesal tapi kemudian diapun tersenyum. Setelah berbincang beberapa saat, mereka kemudian melanjutkan berkeliling. Mereka berada di sebuah mall dan berencana menonton film bersama tapi karena Alesha datang terlambat sehingga mereka harus menunggu jam tayang selanjutnya. Mereka kemudian memasuki sebuah butik dan melihat-lihat.
Alesha terlihat sangat bahagia, wajahnya tampak berseri dan semakin manis. Senyum indah dibibirnya sekarang selalu tersungging menambah kemolekan wajahnya. Semenjak insiden ciuman itu moodnya selalu baik. Mata bulatnya berbinar indah bagai bintang kejora, tapi tiba-tiba keningnya berkerut dan mata indah itu berubah kelam, senyumnya pun hilang seketika setelah melihat seseorang yang sangat familiar menggandeng seorang wanita cantik.
Wanita itu terlihat sangat manja bergelayut mesra dilengan pria yang menggandengnya. Hati Alesha seketika itu serasa bagai tertusuk-tusuk, sakit sekali sampai-sampai dia memegang dadanya. Dia seakan susah bernapas, sehingga penglihatannya kabur karena air mata. Dia sama sekali tidak mengerti perasaan apa itu, baru kali ini dia merasakannya. Bella yang melihat kondisinya sangat terkejut.
" Alesha..! kamu kenapa?" tanyanya khawatir sambil menuntunnya duduk.
Sementara itu Alesha berusaha menguasai kembali perasaannya, dia kemudian menghapus air matanya dan berusaha tersenyum paksa.
" Tidak apa-apa kok, aku tadi hanya tiba-tiba pusing saja dan sekarang sudah baikan. Ayo kita ke nonton aja nih sudah waktunya." ucapnya berusaha mengalihkan seraya manarik tangan Bella dan meninggalkan tempat itu.
Di dalam bioskop suara jerit ketakutan orang-orang sudah ramai terdengar, Bella pun sudah sejak tadi menutup mata dan berteriak histeris ketika hantu di film itu muncul tiba-tiba. Tapi berbeda dengan Alesha yang sejak tadi hanya diam tanpa ekspresi sama sekali, mata menatap layar bioskop tapi tatapannya kosong dan sama sekali tidak ada rasa takut.
Padahal dia sangat penakut dan biasanya kalau diajak nonoton film horor seperti ini dia hanya memejamkan mata sepanjang film dan tidak ingin sendiri di apartemen sehingga Bella terpaksa ikut menginap menemaninya. Kali ini hanya karena moodnya saja yang sedang baik sehingga dia setuju untuk menonton film horor lagi.
Bella yang tanpa sengaja melihatnya merasa heran kenapa si ratu penakut itu bertingkah aneh sekarang atau jangan-jangan dia sudah dirasuki hantu film itu, pikirnya. Memikirkan itu Bella jadi merinding sendiri dan kembali fokus melihat layar bioskop dengan tegang.
Sementara itu, Alesha masih mematung tanpa ekspresi. Pikirannya masih terganngu dengan apa yang dilihatnya tadi, siapa wanita itu? kenapa mereka terlihat sangat mesra. Tiba-tiba dia teringat perkataan Olivia kalau George sudah bertunangan, matanyapun kembali berkaca-kaca. Tapi hatinya masih percaya bahwa George juga menyukainya.
Setelah film selesai, mereka kemudian keluar dan kembali berkeliling lalu akhirnya masuk ke salah satu restoran.
" Kamu tadi kenapa tiba- tiba jadi pemberani gitu, sampai-sampai aku mengira kamu sudah kerasukan hantu film." Bella memulai pembicaraan. Matanya melotot pada Alesha.
Alesha mengangkat alisnya dan tersenyum kecil. " Aku hebatkan?" jawabnya singkat sambil meneguk minumannya.
" Tapi apa benar kamu ga apa-apa? semenjak di butik tadi sikapmu jadi aneh." tanya Bella lagi, kali ini dia terlihat khawatir.
Alesha hanya mengangguk. Dia tampak memikirkan sesuatu dan Bella menyadari itu. Tapi dia tidak ingin menanyakannya lebih jauh karena Alesha terlihat tidak ingin membicarakan masalahnya denganya. Setelah puas menyantap makanan, mereka lalu melanjutkan tour.
Mereka kembali memasuki salah satu toko lukisan, tak lama Bella meninggalkan Alesha sendiri dan menuju toilet. Mata bulat Alesha tampak berbinar menatap lukusan-lukisan itu dan sejenak melupakan hal yang mengganggu pikirannya. Tapi kemudian dia menabrak seseorang dan hampir saja tubuhnya terhuyung kebelakang untung saja dirasakan tangan kekar menahannya. Dia lalu menatap tangan itu dan berpindak kewajah pemiliknya.
" Pa..pangeran.." Jantungnya kembali bergemuruh. Beberapa saat mereka saling memandang tanpa berucap kata. Sampai akhirnya terdengar suara pekikan.
" George...!!"
Mereka kemudian tersentak mendengar suara itu dan refleks melepaskan pegangan masing-masing. Terlihat seorang wanita cantik bargaun off shoulder, gaun pendek sepaha itu terlihat sangat melekat ditubuhnya. Dengan kakinya yang jenjang dan hills yang tingginya mencapai 15 cm memperkuat posturnya yang nemang sudah sudah tinggi. Dia berjalan dengan angkuh menuju mereka, dengan tatapan curiga dia kemudian menatap Alesha tajam.
" Who is she?" Tanyanya sambil tetap menatap Alesha dengan sinis.
Sementara itu Alesha hanya berdiri mematung dan memperhatikan wanita yang ada didepannya itu. Dia juga sangat berharap jawaban yang nantinya keluar dari mulut George akan membuatnya semakin percaya perasaannya.
" She is nothing, let's go" jawab George datar sambil menarik tangan wanita itu dan pergi.
Alesha hanya bisa tetap mematung, badannya terasa kaku. Hatinya bahkan terasa lebih sakit dari sebelumnya, tanpa terasa air matanya sudah berjatuhan membasahi wajahnya yang mulai pucat. Dia sangat kecewa mendengar kata-kata George, ternyata Olivia benar dia hanya mempermainkannya dan perasaannya selama ini salah.
Dia kemudian sadar betapa bodohnya dia bisa berhalusinasi mendapatkan cinta pangeran itu, yang sebenarnya dia sendiri menyadari kalau itu tidak mungkin. Hatinya sangat hancur menyadari itu semua. Kemudian sebuah sentuhan lembut dibahunya menyadarkan pikirannya.
" Hey, kamu tidak apa-apa?, kenapa menangis?"
Dia lalu menatap sumber suara itu dan tangisnyapun semakin menjadi seraya menghambur kepelukannya. Dia menangis seakan menumpahkan semua kesedihan dalam dekapan itu. Pria itu hanya mengelus lembut punggung Alesha dan berusaha menenangkannya.
Sementara itu, sepasang mata tajam menatap mereka. Wajahnya menggelap dan tangannyapun mengepal menahan emosi.