"Pokoknya mami gak mau tahu ya, kalau mami ke Jakarta lagi kamu harus udah punya calon suami!" kata Mami. Wanita paruh baya itu memasang mimik wajah yang sangat serius. Dia menenteng koper, bersiap untuk masuk ke dalam bandara. Di hadapannya, Lenny melengos. Entah sudah kali keberapa ibu nya itu memaksanya untuk menikah, atau dia terancam akan 'dipulangkan' ke kampung halaman di Jambi untuk dinikahkan secara paksa.
"Yaelah mi, ini udah zaman milenial masih aja maksa nikah?! Demokratis sedikit kenapa?"
"Ck, aduh sayang!" Mami berdecak kesal. Ia melirik arloji di pergelangan tangannya. Kalau saja waktu untuk check in tidak mepet, sudah pasti akan diceramahi habis habisan putri bungsunya ini. Benar-benar membuat orang tua gusar.
"Ayah kamu udah sakit-sakitan, mami juga udah mulai tua. Lagian umur kamu itu udah berapa coba? 25 tahun.. kalau di kampung udah dikatain perawan tua, digosipin tetangga pula. Duhhh..." Mami jadi semakin kesal, "Pokoknya harus gesit cari calon! Udah cium tangan dulu, keburu ketinggalan pesawat nih!"
Dengan wajah muram, Lenny mencium tangan Mami. Obrolan soal pasangan adalah obrolan yang paling dia benci. Dia merasa belum siap menikah, jadi kenapa harus dipaksakan? Lagian status sebagai seorang jomblowati sejati sudah disandang bertahun-tahun dan dia bahagia. Merasa bebas, lepas, jauh dari penyakit galau pokoknya.
"Oke sayang, mami jalan dulu. Kamu jaga diri baik-baik di Jakarta. See you, bye!" Mami mengecup kening Lenny. Mereka berpelukan sebentar, kemudian mami berlalu, masuk ke ruang check in untuk menunggu pesawat tujuan Jambi berangkat.
"Bye Mam, kalau udah landing kabarin!" teriaknya.
Lenny segera berbalik badan menuju ke taxi online yang sedari tadi sudah menunggu. Ia bergegas menuju ke kantor tempatnya bekerja sebelum terlambat.
***
Setibanya di kantor, Lenny bergegas absen pagi. Dia lari terbirit-birit agar tidak ketinggalan absen, hingga mencopot sepatu kerjanya agar leluasa berlari.
"Pagi mbak". Sapa satpam di lobby kantor dengan tatapan heran. Lenny yang terkenal ramah itu menjawab sambil berlari.
"Pagi pak, maap buru buru".
Sampai di ruangan absen, gadis itu segera menempelkan ibu jarinya. Ini adalah absen sidik jari yang amat menyebalkan. Coba aja absensi seperti jaman kuliah dulu, tinggal palsuin tanda tangan dan beres! Pasti hidup bakalan lebih mudah, pikirnya dalam hati.
Setelah selesai absen, dia memasang kembali sepatunya. Tapi begitu balik badan keluar ruangan, dia menabrak seseorang hingga berkas di tangannya terjatuh.
"Aduh.." dia mengaduh. Bersiap hendak mengomel namun kalimatnya tergantung saat mengetahui siapa yang dia tabrak.
Di hadapannya berdiri sosok lelaki tinggi besar. Kulitnya putih kayak bihun rebus dan halus seperti molto ultra sekali bilas, sorot matanya setajam gillete. Lelaki itu sekarang menatap serius ke arahnya. Seolah ingin menelan hidup-hidup.
"APA?!" Suara nya menggelegar. Suara khas yang langsung bisa dikenali walaupun tanpa memandang langsung. Suara yang berat dan tegas yang sudah terkenal seantero kantor tetangga bahkan.
Lenny menggeleng sambil menyengir. Sialan banget! rutuknya dalam hati. Bergegas gadis itu memunguti berkasnya yang berhamburan.
"Jangan harap saya bantu ambilin berkas kamu, ya! Ini bukan FTV!" Kata lelaki itu lagi.
"Yee siapa juga yang minta dibantuin!" gerutu Lenny pelan.
"Apa kamu bilang?!"
"Enggak pak!" Lenny segera berdiri. "Maaf ya pak saya gak sengaja nabrak, suer!" Dia mengacungkan dua jari tanda peace.
Pria dihadapannya segera berlalu. Dia mengabaikan permintaan maaf Lenny begitu saja.
"Sombong!" desis Lenny. Dia segera masuk ke lift untuk menuju meja kerjanya di lantai atas.
***
"APA??? LO NABRAK DIAA? BAHLUL BANGET LUUU!!" Eriska memukul mukul meja pantry saking gemasnya.
"Ya gimana, gue kan gak sengaja." sahut Lenny dengan wajah sok polos. Dia mengaduk teh dihadapannya dengan pelan.
"Astaga Lenny, lo kenapa sih selalu cari masalah sama dia? Lo tau dia kan?"
"Tau."
Bahkan lebih dari sekedar tahu, tempe sekalian biar komplet! Sejak tahap seleksi penerimaan karyawan pun, dia tau soal cowok yang pagi tadi ditabraknya itu.
Adalah Reyhan Deandra. Putra pemilik perusahaan besar Deandra group. Perusahaan ini sudah berskala internasional yang punya banyak anak perusahaan serta cabang di beberapa negara. Itulah sebabnya, Lenny tertarik bergabung di perusahaan ini. Selain punya jenjang karir yang bagus, dia juga bisa punya relasi yang luas plus benefit yang lumayan. Asik banget kan?
Lingkungan kerja yang asik, atasan yang baik, dan rekan kerja yang sangat membantu, membuat Lenny betah bekerja disini. Jauh meninggalkan keluarga di kampung tidak masalah untuknya, toh dia menjemput rejeki halal.
Tapi masalahnya cuma satu : dia memang gak suka sama sosok Reyhan dari awal. Selain agak songong, menurutnya Reyhan ini suka seenak jidat dan ngebossy! Dan dia sudah ilfeel sama cowok itu sejak seleksi kerja tahap wawancara akhir bersama jajaran petinggi Danendra Group. Waktu itu Reyhan mencecar nya dengan berbagai pertanyaan yang gak penting seperti "Berapa kali kamu ngupil dalam sehari?" "Menurut kamu saya lebih cocok gaya rambut kayak boyband korea atau aktor hollywood?" "Ayam atau telur duluan yang tercipta di bumi?" dan lain-lain deh. Gaya nyeleneh Reyhan dan sosok ngebossy nya itu makin ngebuat Lenny muales. Reyhan tak segan membentak karyawannya di depan orang banyak. Dia juga gak malu ke kantor pakai sendal jepit dan kaos oblong doang. Pokoknya Reyhan sering bertindak suka-suka.
Dan selama dua taun bergabung di perusahaan ini, Lenny sering dapat masalah karena Reyhan. Padahal ruangan kerja keduanya berbeda. Lenny di gedung ini, dan Reyhan di gedung sebelah yang notabene nya merupakan gedung utama. Tapi tetap saja dia sering nongol disini, atau Lenny yang harus muncul di sana. Sebuah kebetulan yang sangat tidak disukai.
"Ya terus kalau lo tau, kenapa sih selalu bermasalah sama dia?" Eriska jadi heboh sendiri.
"Gue udah minta maaf, tenang aja".
"Gue jadi mikir deh, jangan-jangan.." Erika menggantungkan kalimatnya.
"Kenapa?" Lenny menyeruput teh hangatnya.
"Jangan jangan elo itu jodohnya pak Reyhan!"
Hukkk!
Seketika Lenny tersedak air. Ngawur aja nih Eriska kalau ngomong. Bahkan dalam mimpi sekalipun dia gak pernah mau berjodoh sama Reyhan. Apes bangey hidupnya. Mendingan dia dijodohin sama juragan empang di kampung atau sama sugar daddy sekalian biar ngehigs.
"Sori Len.. soalnya dulu tetangga gue begitu! Benci sama cinta itu beda tipis. Pak Reyhan kan jomblo, elo jomblo.. gak masalah kan?"
"Kayaknya otak lo ketinggalan di rumah ya tadi?" Lenny mengetuk ngetuk dahi Eriska. "Gak mungkinlah gue sama pak Reyhan. Level dia tinggi kalik! Lo tau kan dia itu pewaris Danendra grup? Mana level sama sobat missqueen kayak gue? Hehhh... sampo abis aja gue isi aer buat keramas!"
"Lo jangan begitu, kalau Yang di Atas udah berkehendak gak ada yang gak mungkin!" Eriska mengangguk yakin. Dia memang selalu yakin dan pede dengan isi kepalanya.
"Serah lo deh. Yuk ah balik kerja!"
Lenny yang sedang malas berdebat mengakhiri obrolan garing mereka di ruang pantry, kembali ke meja kerja untuk menyelesaikan pekerjaan hari ini.
***