Chereads / Terpaksa Kawin / Chapter 4 - BIMBANG

Chapter 4 - BIMBANG

Hancur total.

Sekarang nama Lenny sudah hancur total di kantor. Bukan saja karena kejadian makan siang beberapa waktu lalu, tapi juga karena peristiwa diantarnya dia ke kantor oleh Bambang, ajudan pribadi Reyhan, dan semua itu diperjelas dengan tersebarnya foto-foto dirinya bersama Lita Deandra dan Sarah Deandra, Mama dan adik Reyhan. Semua orang jadi yakin bahwa itu bukan gosip belaka melainkan sebuah fakta yang tertunda!

Seluruh orang di kantor ramai-ramai membicarakan Lenny. Karyawati-karyawati tak segan lagi menunjukkan wajah sinisnya ketika tak sengaja berpapasan, bahkan wajah sinis itu akan ditambahi dengan sindiran pedas. Sekarang identitasnya sebagai seorang selebgram semakin terbongkar. Tuduhan macam-macam mulai berdatangan. Ada yang menuduhnya panjat sosial agar namanya makin naik, ada yang menuduh aji mumpung mendekati Reyhan agar bisa kaya, ada yang menuduh dia pakai guna-guna untuk mendekati Reyhan sekeluarga, dan yang lebih parah dia dituduh sebagai cewek simpanan Reyhan, yang cuma dipakai untuk 'happy-happy' setelah itu dihempaskan.

Benar-benar berita yang kurang ajar!

Lenny sangat marah. Dia tidak terima reputasi yang dibangun selama dua tahun terakhir hancur hanya dalam kurun waktu kurang dari satu minggu! Seluruh prestasi dan kontribusinya terasa tidak berati apa-apa. Bahkan saat ini, dia juga terancam batal dipromosikan untuk naik jabatan karena 'skandal fitnah' yang terlanjur tersebar. Tentunya, dia merasa sangat dirugikan dengan adanya pemberitaan buruk seperti ini.

"Gue pengen ajuin resign aja deh..." kata Lenny akhirnya. Emosi gadis itu mulai tidak stabil membaca komentar para netijen di laman Ig pribadinya. Sudah seharian kena sindir di kantor, sekarang masih juga kena semprot netijen.

"Jangan dong! Rugi tau.." Eriska meraih handphone nya. Sengaja weekend ini dia memutuskan nginap di kosan Lenny, dia tau betul perasaan sohibnya yang terus menerus diserang cibiran, "Pokoknya gue akan bantu lo bales-balesin komen netijen, lo tenang aja!"

"Muka gue ini Ris, malu.." Lenny membenamkan wajahnya dibantal. Terngiang semua perjuangannya agar bisa sampai dititik ini.

"Heh, lo malu sama siapa? Kucing?" Tanya Eriska asal, "Mental selebgram harus kebal, gak boleh melempem kayak kerupuk kena angin!"

"Lo kan tau, gue ini bukannya sengaja jadi selebgram!"

Memang benar.

Lenny bukannya tipikal cewek yang niat banget untuk mencari popularitas di zaman sekarang. Justru semua ini terjadi secara tidak sengaja, dia malah terkenal sebelum dia siap.

Tiba-tiba ingatan cewek itu kembali pada tiga tahun lalu, di mana saat itu dia baru saja lulus kuliah. Sebagai seorang gadis desa, dia belum tau akan melangkah kemana untuk melanjutkan hidup. Dia masih mencari jati diri, bingung menentukan arah. Berbagai lamaran pekerjaan sudah dia layangkan ke beberapa perusahaan lokal di Jambi, namun belum ada yang membuahkan hasil. Lenny hampir berputus asa, namun Tuhan memang Maha Baik dan selalu memberikan jalan bagi siapa saja yang mau berusaha.

Di tengah keputusasaannya, Lenny mencoba menenangkan diri dengan bernyanyi dan bermain musik. Gadis ini memang punya bakat di bidang itu, bahkan ketika sekolah Ia sering memenangkan berbagai lomba dan tampil di berbagai event. Suaranya memang merdu, dan semakin merdu ketika terus diasah dan dilatih. Berkat bakat nya itulah, kakak nya yang iseng mencoba membuatkan video singkat di Instagram. Dan perlahan, dirinya mulai dikenal orang banyak dengan nama Ig Addara satu dua tiga empat.

Tak butuh waktu lama, pengikutnya di Instagram melesat jauh. Berbagai komentar positif di dapatkan oleh Lenny, yang membuatnya jadi semangat berkarya. Ia sering mengcover lagu dari penyanyi top luar negeri dan juga Indonesia. Dan karena Ia sudah banyak memiliki penggemar, banyak dari mereka yang menginginkan Lenny juga membuka akun Youtube, agar durasi video yang di upload bisa lebih lama dibandingkan Instagram. Lenny pun akhirnya memiliki akun Youtube juga, dan aktif mengunggah video musiknya. Sesekali dia juga akan memberikan tutorial bermain musik.

Dari musik itulah, Ia juga menerima berbagai tawaran endorse untuk berbagai produk. Komisi yang diterima dari endorse dikumpulkan sedikit demi sedikit. Setelah itu, uang tersebut digunakan untuk hijrah ke Jakarta, mencari pekerjaan dengan penghasilan yang layak. Setidaknya dia bisa memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa merepotkan orang tua nya di Kampung. Lenny bertekad untuk merubah nasib, dia bercita-cita sukses saat pulang kampung nanti!

Tapi semuanya berubah saat dia bergabung dengan Deandra grup. Cewek itu tidak ingin orang-orang disini mengenalinya sebagai seorang selebgram dan akhirnya akan diperlakukan berbeda. Ia ingin semua orang mengenalnya sebagai sosok Lenny sendiri, bukan yang di Instagram atau Youtube. Itulah mengapa sejak bergabung di Deandra group, dia sengaja memprivat akun Instagramnya. Hanya orang-orang tertentu yang sekarang boleh menjadi pengikutnya. Lenny tidak ingin karyawan Deandra group menjadi pengikut Instagramnya. Terlebih anak dari pemilik Deandra group, yaitu Reyhan Deandra, terkenal anti dengan sosial media. Bagaimana mungkin dia akan menunjukkan diri sebagai seorang selebgram di depan orang yang anti sosmed?

Dan untuk mengurangi kecurigaan orang-orang disini, Lenny sengaja membuat akun Instagram cadangan. Nah, akun Ig kedua nya inilah yang digunakan sebagai topeng untuk menutupi akun pertama. Para pengikutnya juga mayoritas karyawan Deandra group, jadi mereka akan menandai foto, atau Lenny juga akan mengunggah kegiatan 'baik-baik' nya di akun kedua ini.

Tetapi sepertinya istilah 'sepandai pandainya tupai melompat pasti akan terjatuh juga' memang benar adanya. Buktinya serapat-rapatnya dia menyembunyikan identitas sebagai selebgram musik, ketahuan juga oleh David, sahabat Reyhan. Dan lebih parahnya, mama dan adik Reyhan juga menjadi pengikutnya di Ig. Bisa jadi mereka sudah jadi pengikut Ig nya sejak masih di Jambi, atau bahkan mereka semua sengaja punya akun bodong juga untuk bebas memfollow siapa saja?

Entahlah. Yang pasti sekarang Lenny merasa sedih dengan semua pemberitaan ini. Dia bingung harus bagaimana bersikap saat masuk kerja hari senin nanti. Apapun yang dilakukan pasti akan dicibir oleh netijen di kantor.

"Memang foto yang kesebar, kayak apa sih?" tanya Lenny akhirnya, setelah sekian lama hanyut dalam fikirannya sendiri.

"Lah, elo belom liat?" Eriska balik bertanya, "Fotonya sih biasa aja, captionnya yang luar biasa!"

Eriska memberikan handphonenya. Sengaja, sudah dia screenshot foto-foto yang tersebar.

Mata Lenny langsung terbelalak! Mulutnya menganga! Ini sih pantes aja bikin berita makin hot!

Pada slide pertama, ada fotonya bersama mama Reyhan yang sengaja diunggah secara nyata di akun mama Reyhan dengan caption :

Super happy pagi ini ketemu ett Addara satu dua tiga empat (emoji hati), anak cantik calon menantu tersayang (emoji peluk, emoji tertawa, emoji tersenyum lebar, emoji guling-guling, emoji kejebur sumur)

Slide kedua adalah video saat Lenny menyanyikan lagu You're the Reason menggunakan piano, mama Reyhan mengunggahnya dengan caption :

Memang calon menantu punya suara yang luar biasa merdu! Ayo satu komplek gorong-gorong tangan diatas, mari goyangkan badan, semua teriak yo yo yo! (Emoji nyanyi se erte)

Di slide ketiga, giliran Sarah, adik Reyhan yang mengunggah foto mereka berdua tengah berpose duck face lengkap dengan caption bahasa alay:

H3Y G43S G1M4N4 QT4 M1R1P KH4N?? 1Y44L4HH, N4M4NY4 JUG4 C4L0N 1P4R!

Gubrak!

Kalau begini wajar aja beritanya semakin menjadi-jadi.

Selain itu Lenny teringat, kemarin sebelum berangkat diantar Bambang dia kan juga sempat bertemu dengan Fio. Dan ketika melihat dirinya, wajah cewek itu berubah jadi masam, menunjukan rasa tidak suka. Lenny menduga, pasti cewek itu juga ngasih kontribusi untuk kemajuan gosip.

Awas aja tuh Fio, bakalan dia buat perhitungan nanti!

***

Kegalauan rupanya bukan hanya di rasakan oleh Lenny, tapi juga Reyhan. Tapi cowok itu bukan gusar karena pemberitaan yang ada. Dia bahkan sama sekali belum tau soal gosip itu, tidak mau tau, dan tidak peduli. Yang sebenarnya dia pikirkan beberapa hari ini adalah surat wasiat dari mendiang kakeknya. Surat itu dibuat beberapa saat sebelum sang kakek menghembuskan nafas terakhir enam bulan lalu di Turki. Dan masalahnya, surat itu sendiri baru sampai ke tangannya.

Tapi yang jadi masalah bukan waktu sampai surat, melainkan isi surat itu sendiri. Reyhan sampai pusing dibuatnya. Sejujurnya dia ingin saja egois, bersikap acuh terhadap surat itu. Tapi disisi lain, banyak hal yang memberatkannya untuk mengabaikan kemauan mendiang kakeknya. Walaupun dia terkenal super tega dengan karyawan, tapi bila dengan keluarga sendiri dia gak akan begitu. Hatinya akan mudah mencair, seperti ice cream yang kelamaan keluar dari kulkas.

Kesedihannya semakin menjadi melihat sebuah undangan tergeletak diatas meja kerjanya. Undangan berwarna silver itu sangat cantik dan elegan. Undangan tiga dimensi masa kini yang kalau dibuka, akan nongol foto si pengundang. Tapi walaupun dibungkus cantik, isinya terlalu menyakitkan bagi Reyhan.

Ah, seandainya saja dulu dia tidak membiarkan gadis itu pergi dan merelakan ada jarak diantara mereka. Tentu semua akan terasa mudah. Tentu dia tidak akan merasa galau seperti sekarang ini untuk mengiyakan kemauan sang kakek dalam surat wasiat.

Reyhan menghela nafas panjang. Dia sungguh menyesali keputusannya beberapa tahun lalu. Dia benar-benar menyesal. Andai saja waktu bisa di putar, di jilat, dan dicelupin, Reyhan sudah pasti akan menahan gadis itu pergi dari pelukannya bahkan untuk alasan apapun.

Tapi, nasi sudah menjadi bubur. Semua impiannya musnah. Semuanya hilang dengan kata perpisahan. Diikuti dengan kalimat yang menjadi andalan para cewek saat sudah bosan dengan hubungannya "Maaf kita udahan aja ya, kamu terlalu baik buat aku."

HAH, BASI!

Tangan Reyhan mengepal, menahan amarah yang selama ini dia pendam habis-habisan. Semua cinta nya hilang begitu saja, kisah cinta yang amat manis itu, semua kandas!

"Persetan dengan cinta!" Desisnya. Wajah cowok itu kini ikut memerah, menahan segala luapan emosi yang sudah sampai di ubun-ubun, bersiap meledak.

Tapi ternyata emosi itu tidak jadi meledak ketika mendadak papa dan mama masuk ke kamarnya. Sontak, Reyhan mengatur kembali emosinya. Dia tidak ingin nampak galau apalagi karena cinta. Laki-laki itu pantang cengeng!

"Eh Pa, Ma, kenapa belum tidur?" Reyhan bergeser posisi duduk, menjadi ke pinggir tempat tidur.

"Papa sama Mama memang mau sidak. Kenapa kamu sendiri belum tidur?" Mama nya bertanya balik.

"Emm.. belum ngantuk ma".

"Belum ngantuk atau banyak fikiran?" Sekarang giliran papa bertanya dengan tatapan menyelidik, "Kenapa? Kamu masih mikirin undangan dari mantanmu.. siapa itu namanya? Koreya?"

"Amora, papa!" Mama nya membenahi. "Yaampun Rey, kamu ini ganteng loh. Kamu bisa dapet seribu yang model kayak si Amora itu!"

"Betul kata mama kamu Rey! Jangan jomblo terus dong, ganteng-ganteng mubazir..." papa mencibir.

"Nah, iya!" Mama menimpali. Kedua orang tua nya ini emang paling top untuk urusan begini.

"Ah enggaklah, ngapain Rey mikirin Amora.. buang-buang waktu!" Reyhan berdalih. Pokoknya demi apapun dia bertekad gak boleh nampak kalau sedang lemah. Harus strong!

"Ya baguslah.." Desis Papa. "Oh iya, gimana soal surat wasiat dari kakekmu? Kamu udah ambil keputusan?"

Kali ini mimik wajah sang papa serius. Ia benar-benar ingin tau apa rencana dari putra semata wayangnya itu selanjutnya.

"Masih belum, Pa. Aku masih mikirin semuanya karena ini menyangkut hidupku juga, masa depanku."

Papa dan mama Reyhan saling pandang, mencoba mengerti.

"Nak, tapi kamu harus tau juga kalau nasib 1200-an orang lain saat ini bergantung di kamu!" Mamanya mengusap-usap pundak Reyhan. Cowok itu tersenyum.

"Aku tau ma, tapi mama juga harus tau kalo kebahagiaanku juga penting. Aku gak mau salah langkah."

"Reyhan bener ma, dia selama ini udah cukup menderita." Papa nya menurunkan nada, menjadi sedih. Tiba-tiba lelaki paruh baya itu bangkit dari duduknya, menepuk-nepuk bahu putranya.

"Papa dan mama akan mendukung apapun keputusan kamu. Mama kamu disana juga akan selalu dukung kamu!"

***

Dan hari berikutnya, rasa gelisah itu masih saja menyelimuti perasaan Reyhan. Cowok itu sudah berusaha menghilangkannya dengan olahraga fitness, tapi rupanya olahraga favorit itu tidak cukup ampuh meredakan perasaannya. Isi surat wasiat dan undangan pernikahan mantan selalu menari-nari diotak cowok itu, memenuhi segala ruang kosong di fikirannya. Rasanya sekarang dia kesal sendiri.

Begitulah, seusai mandi dia memutuskan untuk keluar mencari udara segar. Mungkin saja setelah keluar dia akan dapatkan pencerahan hidup, atau setidaknya perasaan akan menjadi lebih rileks. Maklum, selama ini sebagian waktunya habis untuk bekerja saja. Bahkan weekend seperti sekarang pun sering di habiskan untuk bekerja. Reyhan hampir tidak punya waktu untuk memikirkan diri sendiri.

"Ayo pergi Bams!" Ajaknya pada sang ajudan. Bambang yang memang sangat setia langsung mengekor tanpa banyak bertanya.

Kali ini Reyhan ingin menyetir sendiri. Dia nemilih membawa mobil jeep klasik kebanggannya yang penuh dengan modifikasi warna army. Full loreng-loreng seperti tentara. Memang dulu dia sempat bercita-cita jadi tentara, tapi gak kesampean karena harus mengikuti keinginan Papa untuk ambil kuliah bisnis.

Reyhan segera memutar kunci mobil dan menginjak gas. Cowok itu mulai keluar dari jalan gorong-gorong menuju jalan raya dengan kecepatan tinggi. Sudah lama dia gak ngebut seperti ini.

Dan untuk memecahkan kesunyian, cowok itu memutar musik dengan volume yang distel gila-gilaan juga. Berbagai lagu galau pun melantun keras dari bibir cowok itu, seperti karaoke gratis di dalam mobil.

"Kau tlah pergiii.. tinggalkan maaf yang tak terucaaaapp... dan tak kan kembaliiiiiiiii hoooooo uwooooo"

Bambang yang seperti memahami perasaan sang majikan hanya bisa terdiam mendengarkan. Dia tidak ingin berkomentar apapun. Dia tidak akan buka suara jika Reyhan tidak ingin mendengar pendapatnya. Bertahun-tahun bekerja untuk Reyhan, dia sudah hafal sekali sifat boss nya itu.

Reyhan masih saja terus bernyanyi, nyaris satu album sampai suara beratnya makin serak. Mereka juga gak punya tujuan yang jelas, cuma mutar-mutar ngukur jalan dan buang-buang bahan bakar. Sebenarnya dia malu juga punya badan besar tapi hati cengeng. Tapi siapapun itu jika sudah menyangkut perasaan, pasti akan lemah juga.

Mendadak ketika di lampu merah, mata cowok itu melihat seorang anak laki-laki kecil berusia kira-kira 10 tahun menggendong adik perempuannya yang masih berusia sekitar 4 tahun. Anak itu tengah mengacung-acungkan koran di tengah lampu merah. Sontak saja Reyhan menghentikan kegiatan bernyanyinya dan mematikan musik di mobilnya. Cowok itu langsung menurunkan kaca disebelahnya, memberi kode ke anak tadi untuk mendekat.

"Berapa harga korannya?" tanya Reyhan

"Empat rebu om!"

"Om?!" Reyhan tercekat. Emang setua itu tampang gue? "Jangan panggil om dong! Itu adek lo kenapa di gendong?"

"Adek saya lagi sakit om.. eh, bang!"

"Kalo gitu naik ke mobil gue, gue anterin berobat"

Wajah anak laki-laki itu berubah cemas.

"Gue gak akan ngapa-ngapain. Ayo buruan naik keburu lampu ijo nih!" Reyhan menjelaskan.

"Tapi korannya masih banyak.."

"Gue beli semua korannya, ayo buruan!"

Anak itu akhirnya menurut. Di bantu Bambang, akhirnya dia dan adiknya masuk ke dalam mobil. Sekarang mereka jadi memiliki tujuan yaitu ke rumah sakit.

***

"Ini demam biasa pak, saya buatkan resepnya dan nanti bisa ditebus di bagian apotek. Adik harus banyak istirahat dan minum air putih ya".

"Terimakasih, dokter"

"Sama-sama. Kalau gitu saya permisi dulu pak!"

Dokter segera meninggalkan ruang periksa. Dengan sigap Bambang ikut keluar, pergi ke bagian apotek untuk mengambil obat. Kini di dalam ruang itu hanya tinggal mereka bertiga.

"Siapa nama kalian?" Tanya Reyhan. Dia mencoba mendekatkan diri dengan anak-anak itu.

"Saya Imron, adek saya namanya Tia".

"Udah lama jualan koran?" Cowok itu bertanya lagi. Kini dia melipat tangannya di depan dada.

"Udah setahun bang kita jualan koran, sejak bapak sama ibu saya cerai".

DEG!

Mendadak hati Reyhan terasa sesak. Lagi-lagi anak menjadi korban keegoisan orang tuanya!

"Terus kamu sekolah gak?"

Anak lelaki bernama Imron itu menggeleng.

"Dulu saya sekolah, sejak ibu sama bapak pisah saya jadi putus sekolah dan ngurusin adek."

"Kenapa? Kenapa bukan Ibu kamu aja yang ngurusin adek?"

"Ibu saya pergi ninggalin bapak bang.." mata Imron mulai berkaca-kaca, mengenang kepahitan hidup yang dialaminya, "Perusahaan tempat bapak kerja bangkrut. Kami hidup susah... Ibu milih pergi ninggalin kami. Dan sekarang, bapak merantau ke luar kota."

Sekarang bukan hanya dadanya yang terasa sesak, tapi badan Reyhan ikut lemas mendengar semua cerita itu. Betapa anak sekecil ini harus merasa dipermainkan oleh takdir!

"Bapak udah lama nggak pulang.. cuma kirim uang aja kadang-kadang. Saya akhirnya jualan koran untuk nambah penghasilan. Saya pengen nabung biar nanti adek saya bisa sekolah, biar saya aja yang kerja."

Bergetar hati Reyhan mendengar jawaban anak 10 tahun itu. Walaupun masih kecil tapi pemikirannya sangat dewasa. Benar-benar tulus ikhlas menyayangi adiknya. Rela mengorbankan dirinya demi sang adik.

Tiba-tiba Bambang kembali lagi dengan membawa satu kantong kresek obat.

"Ya udah kalo gitu..." Reyhan bangkit dari duduknya. "Ayo sekarang kita makan dulu, Tia kan harus makan sebelum minum obat. Abang mau ajak kalian makan di restaurant sepuasnya!"

Imron menggeleng, "Gak usah bang, tolong antarkan kami pulang aja. Kami nanti makan sama temen-temen kami di rumah".

Reyhan dan Bambang saling pandang. Anak ini betul-betul menjunjung tinggi solidaritas pertemanan. Salut!

"Oke kalo gitu.." ucap Reyhan kemudian "Makanannya kita bungkus aja, kita makan bareng semua temen-temen kamu nanti!"

"Beneran bang?" Mata Imron berbinar.

"Iya, ayo, Tia biar abang yang gendong!"

Mereka semua pergi meninggalkan rumah sakit itu.

***

Ternyata 'Rumah' yang dimaksud Imron bukanlah rumah dalam makna yang Reyhan pikirkan, karena anak itu membawa dirinya dan Bambang menulusuri jauh jalanan, terus menuju pada suatu tempat : Kolong Jembatan!

Ya, ini adalah 'rumah' mereka. Tempat mereka berlindung dari sengatan matahari dan guyuran hujan. Tempat yang jauh dari kata layak, jauh dari kemewahan Ibu kota. Semua bercampur jadi satu, hampir tak ada privasi. Semua berjuang, bekerja keras agar bisa menyambung nyawa. Semua memupuk harapan, impian, dan doa agar esok ada kehidupan yang lebih baik.

Di tempat ini juga, ada banyak anak-anak yang senasib seperti Imron dan adiknya. Mereka semua hidup serba kekurangan, namun saling mengasihi satu sama lain. Mereka masih bisa tertawa bersama, bercanda, dan bermain ditengah kepahitan hidup yang dialami. Pemandangan ini membuat mata dan pikiran Reyhan terbuka. Ia ingat waktu kecil dulu masih sering mengeluh, menyalahkan tentang keadilan hidup. Padahal Yang Maha Kuasa sendiri sangat menyayanginya. Sekarang dia jadi merasa malu sendiri karena kurang bersyukur sudah hidup berkecukupan dari lahir. Ini adalah pelajaran luar biasa yang akan mengubah hidupnya.

Begitu tiba, mereka berempat disambut oleh kerumunan anak-anak jalanan yang lain. Raut wajah mereka amat bahagia begitu Reyhan dan Bambang membagikan makanan-makanan lezat, yang hampir tidak pernah mereka makan karena tak mampu membelinya.

"Terimakasih bang!" kata mereka bersama-sama.

Reyhan tersenyum. Baru kali ini dia merasa amat bahagia. Mungkin benar, selama ini hidupnya terasa kurang lengkap karena ia terlalu sibuk mengejar langit tanpa memandang bumi.

Mereka kemudian makan bersama, bercanda, dan tertawa bersama. Reyhan juga sempat meminjam ukulele yang dimiliki anak-anak itu. Mereka bernyanyi dan berjoget bersama.

Diam-diam Bambang tersenyum melihat boss nya bisa tertawa lepas. Akhirnya, setelah berhari-hari sejak kedatangan surat wasiat dan undangan itu, keceriaan Reyhan kembali lagi. Dalam hati Bambang mengucapkan terimakasih karena mereka telah dipertemukan dengan Imron dan adiknya.

Tak terasa, waktu begitu cepat berlalu. Reyhan melirik arloji ditangannya, sudah menunjukkan pukul 5 sore. Reyhan mohon pamit kepada anak-anak jalanan itu. Dalam hati dia berjanji akan kembali lagi kesini dan membawa kabar baik untuk mereka.

Dan yang lebih terpenting, sekarang cowok itu sudah tau keputusan apa yang akan diambil terkait dengan surat wasiat mendiang kakeknya.

***