"Bener kan!" Desis Reyhan pelan. Dia masih mengintip segerombolan Abege labil yang ternyata di dalamnya ada sang adik. Reyhan pastinya sudah hafal betul suara khas si Sarah, tapi dia takut sedang berhalusinasi saja. Lagi pula ngapain adiknya itu main sampai sini, ini kan jauh dari rumah mereka.
Tapi gak apa-apalah, toh adiknya sudah besar. Sudah kuliah semester 4. Reyhan yakin adiknya tau mana yang baik dan mana yang buruk. Lagipula setelah di cermati dengan saksama, itu hanya acara ulang tahun yang sederhana dan biasa. Rame-rame pula bawa orang yang jumlahnya hampir se erte. Dia dulu juga pernah muda, pernah ada di masa-masa ingin senang dengan teman-teman. Malahan kalau mau dibandingin, dulu dia lebih parah ketika ngerayakan pesta ulang tahun. Maklumlah, namanya juga di luar negeri. Budaya semacam minum-minum sudah sangat biasa di barat sana.
Reyhan tetap berada dalam posisi jongkok. Sekarang dia menutup paksa dua buah koper didepannya. Cowok itu harus segera kabur dari sini agar tidak ketahuan oleh Sarah. Bisa panjang nanti urusannya kalau ketahuan gak pulang ke rumah. Soalnya semua orang taunya kan Reyhan sekarang masih ada di Bali. Kalau terciduk, semua orang akan kepo dengan urusannya, terutama sang mama. Dan dia lagi gak mau dikepoin.
Reyhan jadi kepikiran sama Bambang. Ajudannya itu mana tau kalau ada Sarah disini. Kalo dia tidak keburu keluar caffe, bisa-bisa Bambang nanti nyelonong masuk gitu aja dan ketahuan juga oleh Sarah. Duh, kepala nya jadi berdenyut sekarang. Ia berpikir keras bagaimana caranya keluar sedangkan posisi Sarah dan teman-temannya berada di dekat pintu.
"Mas! Psst! Psst!" Cowok itu memberi kode kepada pelayan yang sedang mengantarkan pesanan ke meja di depannya.
Pelayan laki-laki itu ternganga, melihat Reyhan udah kayak paus terdampar.
"Lah ngapain duduk disitu pak?" tanyanya dengan wajah polos. Reyhan melengos. Kesel banget, dia udah bisik-bisik tuh pelayan malah ngomong kencang. Langsung saja Reyhan memberi isyarat untuk diam. Tak lupa dia juga memberi isyarat agar pelayan itu mendekat ke arahnya.
Akhirnya mas mas pelayan itu ikutan jongkok. Dia bahkan berjalan jongkok mendekat ke arah Reyhan. Sekarang keduanya dalam posisi berdekatan.
"Mas, saya mau keluar dari sini.. tapi gimana caranya biar gak ketahuan sama orang-orang itu?" Cowok itu nunjuk ke arah Sarah and the gank.
"Kenapa mas? Ada istrinya ya disitu?" pelayan itu menduga-duga. Reyhan berdecak kesal.
"Bukan urusan lu! Bantuin gue keluar sekarang biar gak ketauan... lewat mana kek, belakang, jalan pintas atau apalah..."
Pelayan itu tersenyum meledek, "Ogah!" bisiknya, tepat ditelinga Reyhan.
Reyhan yang lagi dalam kondisi terdesak sebenernya pengen marah, tapi ditahannya. Kalau dia ribut sama mas-mas ini tentu saja itu sama dengan menyerahkan diri untuk terciduk Sarah.
Tapi cowok itu tentu tidak akan menyerah gitu aja dong, dia teringat solusi dari segala masalah yang paling cepat, tepat, dan menyenangkan : uang. Atau yang biasa kita kenal dengan kata lain money, duit, piti, fulus!
Buru-buru Reyhan merogoh saku celananya. Ngambil beberapa lembar uang 'receh' berwarna merah, lembaran ratusan ribu.
"Nih!" dia menjejalkan beberapa lembar uang itu ke tangan mas pelayan. "Lo bantuin gue sekarang juga!"
"Nah, kalo gini kan enak..." mas pelayan nyengir kuda, langsung saja uang itu masuk di kantongnya, "Oke, bapak ikuti saya. Muka bapak tutup aja pake nih nampan!"
"Lah terus koper gue?"
"Biar saya yang bawain!"
"Oke deal!"
Jijay banget sebenernya Reyhan harus nutupi wajah gantengnya pake nampan, nampan bekas nganter makanan pula! Kalau orang-orang tau siapa dirinya, bisa langsung terjun bebas itu dia punya kasta. Tapi sudahlah, yang terpenting sekarang dia bisa keluar dari sini sebelum planningnya akan hancur.
Cowok itu mulai berjalan di belakang mas pelayan. Parahnya, baru berjalan beberapa langkah, mendadak dia menabrak pengunjung lain. Lagian Reyhan aneh sih, nampannya dia pake dari arah depan, nutupin seluruh mata. Jadi gelap kan.
"Sori.. sori.." cowok itu langsung mengambil nampan yang terjatuh, buru-buru ditutupi lagi mukanya.
"HEH MATA LU SOAK YA? GILA KALI NAMPAN LU PAKE DIMUKA!" Bentak orang itu. Sontak saja seluruh caffe menatap ke arah mereka. Reyhan menarik nafas, masih dicobanya sabar. Kalau saja dia tidak sedang menghindari Sarah, sudah diberi pelajaran pasti orang ini.
"Gue gak sengaja, sekali lagi gue minta maaf!" Reyhan melanjutkan langkahnya untuk keluar, namun sepertinya orang yang ditabrak masih gak terima, dia mencekal tangan kiri Reyhan.
"Mau kemana lu? Lu pikir minta maaf aja cukup, Ha?!"
"Tolong lepasin tangan gue, gue lagi buru-buru." masi dicobanya untuk sabar, padahal darahnya serasa mendidih sekarang.
"Bilang aja lo gak berani ngelawan gue, pecundang!
Secepat kilat cowok itu melepaskan tangan kirinya dan memutar tangan orang itu hingga berteriak kesakitan.
"AAAAA!!"
"Nama gue Reyhan Deandra. Lo cari gue, kita fight kapan pun lo mau!" Bisiknya pelan. Dia segera melepaskan tangan orang itu dan berjalan terburu-buru.
***
Perjalanan Reyhan dan Bambang dilanjutkan ke Jambi, sebuah provinsi yang terletak di pulau sumatera. Ini pertama kalinya Reyhan menginjakkan kaki di sini. Tapi beruntungnya dia punya kenalan zaman sekolah dulu yang sekarang bekerja di Jambi, namanya Toni. Toni inilah yang akan memandunya selama disini termasuk menjemput dari bandara, rekomendasi penginapan, restaurant, dan petunjuk jalan. Tentunya dilakukan ketika Toni sedang senggang.
"Thanks banget, Ton. Gue gak tau kalau gak ada elo nih..." Kata Reyhan. Baru saja mobil Toni melaju dari arah bandara menuju ke penginapan.
"Santai aja Rey, suatu kehormatan bisa jemput calon pimpinan Deandra group!" Goda Toni sambil terus menyetir. Pandangannya tetap fokus ke depan, "Ngomong-ngomong, lo ada urusan bisnis atau pindahan nih? Soalnya bawaan lo banyak banget!"
Reyhan tertawa keras, bener juga sih.
"Itu isinya cucian kotor, gue dari Bali langsung ke sini, belom sempet balik" Kilahnya. "Lo besok bisa jadi penunjuk jalan gue ke suatu tempat gak?"
"Waduh, kalo siang gue kan kerja bro.. tapi dimana tuh alamatnya?"
Reyhan segera memberikan secarik kertas berisi alamat pada Toni.
"Oh gue tau nih, tapi ini agak jauh Rey... sekitar satu jam dari hotel lo nanti"
"ke gak masalah, gue minta tolong carikan tempat sewa mobil tiga hari."
"Lo bawa aja mobil ini.." Toni langsung menawari, "Gue bisa pake mobil satu lagi besok. Nah, ntar gue pandu dari kantor kalo lo udah mau jalan.. kabari aja!"
"Seriusan nih?" Reyhan jadi gak enak.
"Dua rius! Lo gak usah khawatir soal itu, pokoknya selama lo lagi di kota gue, gue akan melayani dengan baik!"
***
Dua hari.
Ya, sudah dua hari sejak surat pengunduran diri itu melayang ke meja bagian divisi personalia, tapi belum juga ada respon sampai sekarang. Lenny jadi khawatir sendiri, jangan-jangan mereka sengaja tidak memproses pengunduran dirinya. Biasanya setiap karyawan yang mengajukan resign, pasti akan dipanggil oleh bagian personalia untuk ditanya apa alasannya keluar dari perusahaan. Jika masih bisa dinegoisasi, tentu pihak perusahaan akan tetap mempertahankan karyawannya. Namun bila memang sudah tidak bisa, akan ditentukan berapa jangka waktu sampai karyawan benar-benar berhenti bekerja. Apakah sebulan, dua bulan, atau maksimal tiga bulan.
Tapi yang sedang dialami Lenny sekarang sih, boro-boro negoisasi. Ada tanda-tanda diproses juga belum. Kemarin waktu dia ketemu salah satu staff personalia, malahan staff itu belum tau kalau Lenny mengajukan resign. Berati surat itu belum bergerak sedikitpun karena biasanya ketika ada yang mengajukan resign pasti seluruh staff personalia akan tau. Lenny jadi curiga sekarang, apa jangan-jangan suratnya malah belum dibuka?
Sedang asik-asiknya memikirkan surat resign, mendadak telepon dimeja Lenny berbunyi. Cewek itu kaget sendiri dan buru buru mengangkatnya.
"Halo dengan Lenny Addara divisi keuangan, ada yang bisa dibantu?"
"Mbak ada kiriman di lobby, mohon segera diambil ya!" jelas suara resepsionis diseberang. Lenny mengerutkan dahi. Perasaan dia lagi gak order apa-apa deh.
"Tapi saya gak pesen apa-apa tuh.. gak salah kirim?"
"Disini atas nama Lenny Addara, mbak. Coba cek aja dulu soalnya ada suratnya juga."
"Oh oke deh, saya turun."
Klik. Telepon ditutup.
Cewek itu bergegas turun ke lobby. Baru aja dia memikirkan surat yang dikirim, sekarang dia malah dapat surat baru? Apa jangan-jangan divisi personalia ngerespon suratnya pake surat lagi? Please deh, ini jaman canggih masih aja surat-suratan!
"Ini mbak kirimannya!" si resepsionis menyerahkan sebuah bucket bunga mawar merah yang masih segar. Aromanya harum banget, bikin hati jadi adem.
"Yang ngirim kurir?" cewek itu menerima dengan bingung. Secara dia kan jomblo, gebetan juga gak punya. Lagi pula ini kan bukan ulang tahun atau valentine, ngapain dikirim bunga?
"Iya dari kurir, ciee, pacar mbak Lenny so sweet banget ya! Jadi iri!" Goda si resepsionis. Lenny tersenyum kikuk. Siapa sih?
Langsung saja dia menarik sebuah amplop berwarna pink yang terselip diantara bunga itu. Cewek itu langsung membuka, dan membacanya dalam hati.
Don't work too hard. Keep smiling.
David.
Lenny ternganga. Dia sangat terkejut melihat siapa yang mengirim buket itu. Bagaimana mungkin David bisa melakukan ini? Bahkan mereka saja baru kenal dan baru menjalin persahabatan abal-abal. Ini sangat romantis.
Masih speechless begitu, mendadak yang mengirim bunga menelpon. Buru-buru dia mengangkatnya.
"Good morning beautiful, gimana suka gak sama bunganya?" sapa suara diseberang sana, begitu lembut dan bersahabat.
"Suka banget.." Jawab Lenny malu-malu, "Makasih ya! Btw, ngapain repot-repot begini?
"Gak kok, gue gak ngerasa direpotin sama sekali... Ya udah kalo gitu gue lanjut kerja, lo juga semangat kerjanya!"
"Siap boss, bye!"
"Bye!"
Lenny jadi senyum-senyum sendiri. Dimana-mana, cewek memang suka dengan hal-hal romantis juga dengan kejutan. Dan sekarang, dia mendapatkan keduanya. Bahagia banget kan.
***
Sementara itu pagi hari di kota yang berbeda.
Reyhan sengaja sudah tampil sekece mungkin. Kali ini dia perhatikan betul penampilannya, bahkan untuk sehelai rambutpun tidak luput dari pandangan cowok itu. Semuanya harus dalam keadaan bersih, rapi, dan wangi. Ini adalah hari eksekusi misinya. Misi paling gila, konyol, dan tidak pernah terbayangkan dalam hidupnya dia akan bertindak sejauh ini. Persetan dengan semuanya. Dia sudah terjebur, sekalian aja basah jangan nanggung.
Untuk misi yang nekat ini, tentu dia tidak ingin ada kecacatan sedikitpun. Semuanya harus berjalan sesuai rencana, tidak boleh meleset. Meleset sedikit saja, apa yang dia inginkan bisa tersingkir jauh. Reyhan tidak menginginkan hal itu terjadi tentunya.
Dan karena dia akan menciptakan kesan pertama yang bagus, otomatis cowok itu berpenampilan seperti orang baik-baik. Dia tidak mungkin pakai celana jeans sobek-sobek atau kaus tanpa lengan yang menampakkan bulu keteknya. Sekarang dia mengenakan kemeja panjang polos dan celana yang agak longgar. Reyhan tersenyum di depan cermin, senyum penuh arti. Akan dia menangkan hati semua orang dengan caranya! Ya, dia mengangguk-angguk yakin
Setelah memastikan semuanya siap, cowok itu segera masuk ke dalam mobil yang dipinjamkan Toni semalam. Tapi baru saja akan jalan, Bambang mendadak mengetuk-ngetuk pintu disebelahnya.
"Boss, saya kan belum masuk!" Ucap bambang begitu kaca diturunkan.
"Ngapain? Kamu tunggu aja disini. Jalan-jalan kek, koprol, jungkir balik, atau apalah... Tiga hari lagi saya balik!"
"Tapi nanti kalau ada apa-apa, gimana?"
"Tenang aja! Jangan lupa kalo boss mu ini jago karate! Selamat berlibur!"
Reyhan segera menutup kaca mobilnya dan tancap gas, meninggalkan Bambang yang masih berdiri mematung diparkiran.
***
Di rumahnya, Mami Lenny sedang sibuk berkipas-kipas dengan kipas sate besar. Cuaca pagi menjelang siang ini memang sangat panas. Sepertinya global warming sudah semakin parah. Buktinya dilingkungannya yang masih banyak pohon aja juga kerasa menyengat. Dia gak kebayang gimana panasnya tempat lain yang sama sekali gak ada pohon? Pasti gersang.
Dan emak-emak berdaster itu juga sibuk merapikan roll dirambutnya. Sore nanti dia ada acara arisan erte, jadi mau tampil cetar membahana badai ulala. Oleh karena itu dia udah niat banget ngeroll rambutnya dari sekarang.
Tidak lupa juga sambil ngeroll rambut, Mami menonton acara televisi. Acara gosip adalah favoritnya. Terlebih, gosip artis papan atas. Lumayan kan, bisa jadi bahan omongan sama ibu-ibu nanti.
"Oma nonton apa sih?" tanya Seno. Seno ini adalah keponakan Lenny yang pertama, kelas lima esde. Kebetulan lagi libur sekolah karena ada tryout kakak tingkat di sekolahnya. Jadi nginep di rumah Mami.
"Ini loh gosip artis.. aduh ada-ada aja artis jaman now! Hidupnya enak banget ya.. bisa jalan-jalan terus.. Coba aja kita juga artis!"
"Oma kebanyakan menghayal..." cibir Seno. Dia ikutan duduk lesehan sambil nonton tivi.
"Semua itu berawal dari hayalan.." Mami membela diri, "Makanya Seno kalo udah besar, kamu jadi artis aja. Uangnya banyak loh!"
"Enggak ah, Seno pengen jadi pengusaha aja.."
Anak itu meraih remot tivi yang tergeletak disebelah omanya, dan langsung saja mengganti channel tivi.
"Loh.. loh.. kok diganti sih?!" Mami menjerit hendak merebut remot ditangan Seno. Tapi telat, karena Seno lebih dulu berkelit.
"Kata bu guru, kita harus nonton acara yang informatif oma, kayak berita ini!"
"Halah ngapain nonton berita, tindak kriminal terus yang ada..bikin pusing kepala Oma aja!"
"Yang ini berita bisnis loh Oma, Papa kadang nonton juga.."
Langsung saja mata keduanya menuju ke layar televisi lagi. Mendengarkan presenter itu membawakan berita dengan saksama
"Pemirsa, saat ini Deandra group tengah memperluas usaha nya dibidang properti. Perusahaan berskala Internasional itu tengah membangun sebuah hotel mewah di pulau dewata, Bali. Dalam pembangunannya, Deandra group bekerja sama dengan Pilar Corp. Baru saja kemarin calon penerus Deandra group, Reyhan Deandra, terjun ke lapangan untuk meninjau proyek secara langsung..."
"Wah, ini perusahaan tempat Aunty kamu kerja nih!" komentar Mami dengan sangat antusias. Seno ikut-ikut antusias.
"Serius Oma? Wah perusahaan Aunty masuk tivi! Aunty hebat!"
"Psst!" Mami memberi isyarat diam. Mata keduanya kembali menatap layar tivi dengan serius.
Sekarang reporter lapangan tengah melakukan wawancara dengan Reyhan Deandra
"Bagaimana harapan anda kedepannya pak?"
"Saya berharap bisnis ini akan lancar, berjalan baik dan nantinya akan disukai seluruh kalangan. Kami berjanji akan memberikan fasilitas terbaik di hotel ini nantinya!"
"WAHH SEN, GANTENG BANGET BOSS NYA!" Mami berteriak saking senang dan bangga. Bangga karena ternyata putrinya punya boss seganteng itu.
"Muka nya kayak blasteran ya Oma! Cocok kalo jadi aktor!" Seno menimpali. Memang Oma dan cucu ini sama-sama kompak.
"Iya bener banget! Wah, Oma jadi ngefans.."
"Nanti Oma telpon Aunty aja suruh nitip salam sama bossnya.."
"Oh iya bener juga!" Wanita paruh baya itu menjentikkan jari "Ternyata kamu cerdas ya Sen, memang gak salah kamu jadi cucu Oma!"
Keduanya lalu tertawa terbahak-bahak.
Sedang asik-asik nonton begitu, mendadak ada suara ketukan pintu. Ketukan pertama diabaikan karena masih fokus nonton. Ketukan kedua masih juga tidak digubris. Barulah ketukan ketiga, mereka mulai risih.
"Duh siapa sih ganggu aja!" Mami mulai ngedumel, "Buka sana Sen! Kalo tukang kredit panci, bilang aja Oma lagi gak di rumah ya!"
"Terus bilang lagi dimana Oma?"
"Ya kamu bilang aja lagi merantau ke luar negeri, pulangnya masih taun depan!"
"Ya deh Oma"
Bener-bener nih kelakuan Oma, ngajarin cucunya berbohong sejak dini.
Seno segera bangkit, dengan malas dia menuju ke depan, membuka pintu.
"Maaf cari siap..."
Kalimat itu tergantung diudara. Pupil mata Seno langaung membesar. Mulutnya menganga. Badannya gemeteran!
Anak itu buru-buru mengucek matanya, setelah itu menepuk pipinya, memastikan bahwa apa yang dilihatnya bukanlah mimpi!
Sekali lagi, dia memperhatikan orang yang kini berdiri dihadapannya dari atas hingga bawah, begitu terus berulang sampai tiga kali. Sekarang bocah itu yakin, ini real manusia bukan penampakan apalagi halusinasi.
"Oma...."
****