Minggu ini Katerina sibuk memeriksa hasil ujian anak-anak didiknya dan memperhitungkan nilai untuk raport sehingga meliburkan proyek penyelesain kostum dan setting dramanya.
"Selamat siang, Bu Katerina..." kata Bu Amelia pada suatu hari. Katerina yang sedang membereskan kertas-kertas laporannya terkejut melihat kemunculan beliau yang tiba-tiba. "Bisakah Anda pergi ke kantor saya sekarang?"
Gawat! Katerina menduga pemanggilan ini berhubungan dengan nilai akhir anak-anak kelas 2C.
"Ada apa, Bu?" tanyanya berusaha tabah.
"Saya mau memberitahu hasil pembicaraan kita yang dulu tentang kelas 2C dan drama Anda..."
"Ya?"
Bu Amelia tersenyum, "Selamat! Kerja keras Anda dalam membimbing mereka telah membuahkan hasil yang baik. Nilai-nilai mereka meningkat tajam dan semuanya naik ke kelas 3 dengan hasil yang memuaskan."
Katerina tak berani mempercayai telinganya.
"Benar, Bu?" Ia terlonjak gembira dan memeluk Bu Amelia. "Saya tahu Ibu akan bersikap adil!"
Bu Amelia tersenyum lebih lebar. "Saya sangat menghargai usahamu, Katerina. Memang sangat sulit merubah kelas 2C yang nakal itu tetapi kamu berhasil. Mungkin memang hanya murid nakal sepertimu yang bisa merubah murid nakal lainnya."
Katerina tersentak kaget. "Mak...sudnya...apakah Ibu...?"
"Saya memang tidak terlalu mengenal kamu waktu SMP dulu, tetapi saya kenal baik dengan Bu Indri dan dari beliaulah saya mendengar banyak tentang kamu..."
"Jadi...ibu tahu..." Katerina tertunduk. "Apakah...yang lainnya juga...?"
"Tidak, mereka tidak mengenalimu." Bu Amelia menepuk-nepuk bahu Katerina dengan hangat. "Biar ini jadi rahasia kita saja..."
"Terima-kasih, Bu..."
Katerina begitu senang hari ini hingga ia tak bisa menahan dirinya untuk bernyanyi-nyanyi sepanjang jalan. Tak perduli walaupun orang-orang melewatinya dengan pandangan keheranan. Setibanya di rumah ia membereskan kostum-kostum yang sudah selesai. Besok gladi resik pagi dan mereka akan latihan terakhir kalinya dengan mengenakan kostum, jadi segala sesuatu harus disiapkan.
KRING....KRING....!
Katerina mengangkat gagang telepon setelah mencabut kabel setrika. "Hallo...!"
"Mam...ini, Michael...!"
"Hi, Mikey...ada apa?" tumben, pikir Katerina.
"Aku ada masalah..."
"Haah!? Apa? Apakah kamu nggak bisa tampil dalam drama besok? Apa kamu ketularan cacar juga? Tapi... bagaimana mungkin, Andy kan ujian di rumah, tidak datang ke sekolah... Dia nggak mungkin yang menulari kamu cacar... Jadi kenapa?"
"It's not it." Suara Michael terdengar putus asa. "My dad's coming and he wants to take me back to The States..."
"Hah? Bagaimana dengan mamamu? Apa beliau mengijinkan?" tanya Katerina cemas.
"Tentu saja. Dia bilang itu lebih baik daripada bila aku tinggal sendirian."
"Kamu tinggal sendirian?" Katerina terkejut sekali. "Jadi...selama ini nggak tinggal dengan mama?"
"Mamaku kan di Jakarta. Anda ini sok tahu, ya? Aku cuma tinggal sama pembantu di sini, suami mama nggak mau aku tinggal bersama mereka." Michael mendesah pendek. "So...I'm leaving and now I'm calling you just to let you find another prince before it's too late."
"But, Mike...how am I gonna get your replacement this last minute? Apa kamu nggak bisa tetap tinggal di Bandung?"
"Aku bukan sedang menawarkan pilihan, Miss... Aku memberitahukan suatu keputusan—'hope you'd know the difference— So...good bye, then..."
"Kapan berangkatnya?"
"Besok," jawab Michael pendek dan segera menutup telepon.
Katerina terhenyak dengan tubuh lemas.
Gagal sudah semuanya...
Hancurlah sudah semuanya...
Ia duduk dan menangis tersedu-sedu.
***