Haruskah semuanya pergi, haruskah semuanya meninggalkan.
Apa aku pernah terlalu jahat di masa lalu hingga di masa ini aku selalu yang menangis dan bertahan.
Kenapa semuanya rumit dan kenapa pula semuanya seolah sedang mempermainkan aku.
Dimana letak kesalahan ku dan dimana letak kurang ku.
Apakah aku terlalu berdosa untuk bahagia.
*Shella Bramasta*
*********************************************
Tidak semua sayap harus terbang dan tidak semua bunga harus mekar. Tidak semua hujan berakhir pelangi dan tidak semua cinta berujung bahagia. Sesal ku adalah karena terlalu larut di dalamnya. Aku terlalu berharap bahwa akan ada orang yang menjaga agar hati ini tetap utuh. Munafik bukan, tapi itulah aku. Yang selalu mengatakan aku tidak butuh siapa-siapa namun setelah di tinggalkan aku merasakan kekosongan yang teramat dalam. Namun jika ini yang terbaik menurut takdir yang sudah di tuliskan maka aku hanya tinggal menunggu kesempatan. Kesempatan untukku bahagia bersama orang tersayang.
Namaku Shella Bramasta dan nama itu adalah nama yang sudah di pilihkan oleh kedua orang tua ku. Aku harus tetap kuat dan karena memang di yakini punya perasaan yang sangat dalam maka aku akan sering tersakiti tanpa alasan.
Setelah menangis berjam-jam lamanya Tia memutuskan mengantar Shella kembali ke kediamannya. Dan membiarkan Shella beristirahat di kamarnya.
Apartemen Lia.
Franklin, Lia, dan Cecilia baru saja sampai di area parkir dan dengan segera baby sitter Cecilia datang dan mengambil Cecilia dari gendongan Lia. Kala itu Lia terlihat berjalan tertatih karena kakinya yang melepuh saat terkena air panas. Franklin berjalan keluar dan langsung menghampiri Lia yang sibuk mengeluarkan barang-barang yang ada di mobilnya.
"Biar aku bantu." Kata Franklin.
"Oh... Thanks..." Jawab Lia yang sedikit menggeser tubuhnya.
Namun saat itu tiba-tiba saja Franklin mengangkat tubuh Lia membuat Lia dengan terkejut langsung mengalungkan tangannya di leher Franklin. Lia berfikir bahwa Franklin ingin menolongnya mengemas barang. Tapi ternyata Franklin malah menggendong Lia. Membuat pipi Lia memerah dan saat itu Lia berusaha turun.
"Ah... emmm... Aku bisa jalan kok. Kata Lia.
"Stttt.... Aku akan mengantarmu dulu baru nanti aku kembali membawakan barang-barang itu. Kata Franklin.
"T-tidak perlu, aku bisa berjalan sendiri. Ini sangat berlebihan. Kata Lia malu namun Franklin tetap bersikeras dan membawa Lia masuk ke dalam Lift yang terhubung dengan parkiran. Sebelumnya Cecilia dan Babysitter sudah naik terlebih dahulu.
Di dalam Lift.
Suasana sunyi kala itu. Lia menatap wajah Franklin walau yang terlihat kala itu hanya dagu yang memiliki belahan di tengahnya.
"Sebaiknya pikirkan lagi soal Shella dan Cecilia. Aku tidak ingin kau menyesal seumur hidup. Aku tau kau sangat mencintai Shella. Kata Lia.
Franklin menoleh dan menatap dalam mata Lia.
"Aku rasa tetap percuma mempertahankan pernikahan ini. Kau sebagai sahabatnya sudah pasti tau siapa pria yang ia cintai. Kata Franklin dengan wajah serius.
"Lagi pula kau belum menjawab pertanyaan ku kemarin. Aku masih tidak tau apakah Mama Cecilia bersedia menjadi pendamping ku atau tidak. Kau masih belum menjawabnya. Kata Franklin dan saat itu sedikit menaikkan pegangannya.
Lia terdiam dan sedikit mengalihkan pandangannya ke arah samping.
"Apa kau benar-benar tidak bersedia ?
Lia menatap mata Franklin dan saat itu segera menjawab
"Aku ingin pria yang tidak hanya terbaik untukku namun juga aku menginginkan pria yang bisa menerima dan menyayangi Cecilia. Aku baru saja mengenal mu dan kita belum mengenal karakter masing-masing. Aku masih tidak bisa memutuskan semuanya sekarang. Ini terlalu cepat. Bahkan hati ku belum siap, aku tidak tau apakah kau akan bisa mencintai ku atau hanya karena merasa bertanggung jawab terhadap masa lalu.
"Aku belum mencintai mu tapi aku cukup mengenal mu. Dan semenjak aku mencari tahu semua hal tentang mu entah mengapa aku merasa bahwa kau adalah orang yang tepat untuk mendampingi ku. Meskipun aku mencintai Shella tapi belum tentu dia adalah wanita yang tepat untuk ku. Kata Franklin.
"Alasan itu tidak bi...
Kata-kata Lia terhenti karena saat itu tubuhnya sudah terangkat mendekati Franklin. Franklin mencium bibir lembut Lia. Lia memejamkan matanya. Ini kali pertama Lia di cium secara sadar seumur hidupnya. Dan saat sadar maupun sadar ciuman itu tetap dari pria yang sama. Pria yang pernah menjadi kenangan masa lalu yang tidak terduga bagi Lia.
Keduanya menikmati ciuman bahkan tidak teringat akan kamera CCTV yang ada di dalam lift tersebut. Bahkan mereka yang sedang melihat CCTV sedang mengumpat di ruangannya karena di sajikan penampakan yang tidak biasa di Indonesia.
Tak lama lift terbuka. Franklin menarik kepalanya dan tersenyum saat melihat Lia memejamkan matanya dengan tangan yang terkepal kuat di dada. Pipinya memerah dan saat itu bibirnya juga merah dan lembab.
"Kenapa ekspresi mu seperti itu ? Apa ini kali pertama ? Apa aku orang pertama ? Apa kau memang tidak pernah berciuman sebelumnya ? Tanya Franklin membuat Lia membuka matanya lebar-lebar dan memaksa turun dari gendongan Franklin. Lia berjalan meninggalkan Franklin namun saat ia menoleh kembali Franklin tidak ikut turun dan lift malah tertutup. Lia berdecak kesal dan jarinya menyentuh bibirnya yang basah.
"Hahhh ... jantungku hampir meledak. Dia benar-benar keterlaluan. Lia menepuk-nepuk dadanya.
Di dalam lift Franklin menarik nafas dalam-dalam dan tersenyum sebenarnya dari tadi jantungnya berdegup lebih kencang dari Lia. Franklin tertawa namun sesaat terlintas Shella di pikirannya.
Bahkan perasaan ku saat mencium Shella berbeda dengan saat mencium Lia. Aku lebih nyaman dan merasa tenang saat mencium Lia namun tidak dengan Shella.
"La... Kau pasti sangat membenciku bukan. Batin Franklin.