Pagi yang indah.
Tapi siapa yang peduli? Tak akan ada waktu untuk mengagumi hari jika aku bahkan punya waktu seharian. Kedua tanganku yang terikat mau tak mau memaksa otakku untuk berputar keras, mencoba menolak godaan untuk menyelinap di bawah selimut hangat sambil menikmati cahaya matahari yang menyusup samar di antara tirai.
Aku hanya punya waktu beberapa menit sebelum bajingan itu bangun dan menemukanku masih berkutat dengan tali yang diikatnya semalam. Tapi keberuntungan tampaknya nyaris tak memihakku. Kulihat Noah bangun dari tidurnya yang nyenyak dan wajahnya menyunggingkan senyum mengejek saat menyadari aku masih tergantung di tengah ruangan.
"Lihat, siapa yang menikmati menjadi kepompong?" Tawanya berderai ketika menyaksikan wajahku yang merah padam.
"Kalau saja suamiku bukan seorang psikopat, aku bisa menjadi kupu-kupu." Ujarku tak mau kalah.
Melihat wajahku yang terbakar malu, Noah bangkit dan berjalan mendekatiku. Ditunjukkannya wajahnya yang puas luar biasa sementara bibirku nyaris setipis garis.
"Kalau kau begitu bahagia menjadi kepompong, kenapa aku harus merusaknya?" Alisnya yang hitam terangkat tinggi.
"Lepaskan aku." Kataku muram. Aku tahu ia menunggu kalimat ini dan aku tidak begitu bodoh untuk mengucapkannya dengan penuh permohonan. Tapi tak ada yang bisa kulakukan dengan kepala yang hampir pecah setelah tergantung nyaris lima jam.
Aku menunggu reaksi Noah, tetapi ekspresinya begitu sulit ditebak. Ia mengamatiku sejenak debelum beranjak mengambil pisau di bawah kolong tempat tidur lalu memotong tali yang mengikatku hingga lepas. Seketika itu tubuhku terjerembab ke lantai, jatuh dengan bunyi berdebam meras dan rasanya menyakitkan.
"Kau bisa saja melakukannya dari semalam!" Keluhku tak terima. Aku mengusap lenganku yang berdenyut dan menatapnya marah.
Noah membungkuk mendekatkan wajahnya padaku. Ia nyaris berbisik saat mengatakan, "lalu apa? Membiarkanmu mengusik tidurku? Aku tak cukup bodoh membiarkanmu merayap dengan pisau dalam selimutku, Alyssa."
"Tapi kau juga tak cukup cerdas, Noah. Menurutmu apa yang akan orang katakan saat melihat pergelangan tangan dan kakiku yang merah karena ikatan tali?"
Tepat pada saat kalimat terakhirku, seseorang mengetuk pintu dari luar dan berkata dalam suara pelan, "uh, permisi Tuan dan Nyonya... tapi aku membawakan sesuatu dari Mr. Bennedict.... apakah kalian sudah bangun?"
Aku melihat kilatan licik di kedua mata Noah dan belum lagi aku sempat menyadari sesuatu, pria itu menggendong tubuhku ke atas ranjang dan dengan sisa tali yang terikat di kakiku, dililitnya kedua tanganku ke ujung kepala tempat tidur. Aku nyaris menjerit protes, namun pria itu membungkamku dalam ciuman panjang tanpa jeda.
"Masuklah." Teriaknya dengan napas yang tertahan. Aku mendelik protes padanya namun Noah mengabaikanku dan kembali menutup erangan marahku dengan ciumannya sementara kedua tanganku terikat pada tempat tidur.
Pelayan itu masuk dan terkejut saat melihat Noah menindihku, dengan bibirnya di atas bibirku dan kedua tanganku yang terikat erat. Aku bisa mendengarnya melangkah terburu-buru, meletakkan sesuatu di atas meja rias dan berkata dengan canggung. "Uhm, Mr. Bennedict mengirimkan gaun ini untuk nyonya sekaligus undangan makan siang di ballroom hari ini kepada anda berdua.. dan sebaiknya aku segera pergi."
Pintu berdebum dan meninggalkan kami dengan napas tersengal. Noah memandangiku dengan seringaian lebar di wajahnya.
"Keparat." Makiku pelan.
Dan tiba-tiba ia merubah wajahnya seakan terluka. "Oh. Jahat sekali kau, istriku. Kau seharusnya tak boleh memanggil suamimu seperti itu. Apa tak ada yang mengajarimu?"
"Go f**k yourself, a**hole!" Teriakku lebih keras. Aku terlambat menyadari saat raut wajahnya menggelap mendengar makianku. Pria itu kini persis duduk di atasku, kedua tangannya menangkup wajahku dengan gampangnya, tak mempedulikan penolakanku yang sama sekali tak berguna.
"Lidah kecilmu harus diajari, sayang. Malah sebenarnya begitu banyak yang harus kau pelajari. Tapi mari kita mulai bagaimana mendidik lidahmu yang tajam itu."
Aku ingin menghajarnya tetapi untuk menggerakkan tanganku saja membutuhkan usaha yang begitu besar. Aku ingin memberontak, meskipun tubuhku tak mampu berpindah sementara ia menindihku lagi. Aku ingin lari, tetapi pria ini menahanku dalam ciumannya.
Begitu dalam hingga membuatku hilang akal.