"Hari ini tim kita ada presentasi, pelajaran Bu Rani. Lo satu tim kan sama gue." Jawab Rika yang tersenyum. "Oh.. itu. Tenang, udah gue siapin kok." Jawab Putri tersenyum kembali. Terlihat Rika bernafas lega. "Huhh, untunglah. Lo tau gak Put. Gue belum belajar soal materinya." Ucap Rika yang berbisik pelan, seakan takut Bu Rani guru Biologi mendengar percakapannya.
Putri pun sedikit heran dengan ucapan Rika. "Nanti lo yang jelasin ya, Akhir-akhir ini gue sibuk banget. Wira lebih jadi gila daripada sebelumnya." Ucap Rika dengan nada sarkasmenya. Putri pun sedikit geli mendengarnya. "Arrrghhh.. Bahkan malam minggu gue tetap harus ngerjain tugas dari dia." Ucap Rika yang ingin memberontak.
Putri ingat, kalau Rika merupakan calon pengganti ketua OSIS yang akan menggantikan Wira. Walau jabatannya sekarang hanya wakil ketua OSIS, terlihat banyak tugas yang diberikan oleh Wira.
"Gue gak ngerti sama Wira, Put. Sorry I know he is your brother." Ucap Rika dengan sungguh-sungguh. Tapi Putri sama sekali tidak tersinggung. "Wira terlalu perfectionis, and the worst you know? Gak ada yang calonin sebagai ketua OSIS selain gue. Untung gue udah kenal lama dia. Kalau gak.." Ucapan Rika terhenti karena melihat reaksi Andi yang aneh.
Andi mengangkat telunjuk kanannya, dan meletakkan dimulutnya. Rika masih menatap Andi dengan bingung, Andi terus memberikan kode dan saat ini mulai melotot ke arah Rika dan melirik-lirikkan matanya.
Rika yang sadar, langsung membalikkan badannya. Wira sudah berada dibelakangnya, entah sampai kapan. Tapi terlihat raut wajahnya yang seram. Rika langsung memamerkan sederatan giginya yang putih, tersenyum terlalu lebar membuat wajahnya terlihat sangat aneh.
"Eh Ka Wira.."Ucap Rika yang mulai salah tingkah. Putri mencoba menahan senyumnya melihat Wira yang sepertinya sudah mendengar semua ucapan Rika. Wira berdeham dengan keras, membuat Rika semakin salah tingkah.
"Hemm..hemmm.. Rika.. lo gak lupa kan kemarin gue suruh lo ke anak mading. Buat kasi draft kegiatan kita." Ucap Wira dengan wajah amat serius. "Ehh.. iya.. udah kok.." Jawab Rika membela dirinya.
"Kok gue liat, di mading kita belum ada info apa-apa." Ucap Wira yang tau Rika berbohong. "Eh gak ada ya." Rika kembali tersenyum lebar, "Ini mau meluncur kesana." Rika kembali memberikan penjelasannya.
"Gue, kesana dulu ya... bye Putri, Andi." Ucap Rika yang sudah siap mengambil langkah seribu. "Rikaa..." Ucap Wira kesal. "Iya ka Wira,, langsung kesana.. Putri jangan lupa nanti ya pelajaran Bu Rani." Ucap Rika sambil meninggalkan mereka dengan sangat cepat.
Putri sudah tertawa geli, Wira yang memperhatikannya terlihat ikut tersenyum. "Ka Wira, kasian loh Rika." Ucap Putri membela. "Dia harus udah terbiasa, sebenarnya dia anak yang bagus. Cuman harus diingatin terus." Ucap Wira ketus.
Bel masuk pun berbunyi, mereka bertiga memutuskan untuk kembali ke kelas masing-masing. Persiapan menjelang kenaikan kelas sudah mulai mendekati, para guru tidak hentinya memberikan ujian dadakan dan pekerjaan rumah.
Termasuk pelajaran Bu Rani, Rika benar-benar belum mempelajari materi presentasi mereka. Putri lebih banyak melakukan sesi tanya jawab , sedangkan Rika lebih banyak menyimak. Alih-alih membantu, Rika malah menjadi incaran Bu Rani yang mengetahui bahwa dia tidak menguasai materi yang dibawakan Putri.
Terlihat wajah stress Rika, menghadapi banyak pertanyaan yang diberikan oleh bu Rani. Bahkan Bu Rani tampak lebih banyak memberikan tugas kepada Rika. Sekilas Putri bisa melihat Rika menepuk jidatnya dengan buku Biologi yang ia pegang.
Istirahat itu seperti biasa, Putri sudah berada di taman sekolah. Bangku favoritnya masih kosong, seakan tau Putri akan datang dan duduk bersantai. Andi juga belum terlihat, mugkin masih sibuk dengan teman-temannya.
Putri meletakkan roti yang sudah dia habiskan separuh. Menatap langit yang cerah, hari itu tidak begitu panas. Bahkan cuaca terlihat berawan, waktu yang pas untuk beristirahat. Putri membawa buku catatan kecilnya, dan mulai menuliskan apa yang ia pikirkan.
Langit pun tersenyum,
Menawarkan keindahan yang selama ini ia sembunyikan.
Awan pun tampak menari-nari, bersiap untuk menyambut.
Angin yang bertiup pelan, seakan membisikkan kata-kata yang indah.
Langit, awan, angin merupakan kesatuan dari keindahan itu.
Keindahan yang tidak akan kau rasakan, jika kau ingin memisahkannya.
Mega mengambil duduk disebelah Putri, Putri menatapnya dengan tertegun. Mega tersenyum kemudian memberikan botol minuman ke arah Putri. "Sendirian aja Put?" Tanyanya dengan senyuman.
Mega menguncir rambutnya sangat tinggi, Putri dapat dengan jelas melihat wajahnya yang manis, tapi sorot matanya sudah tidak terlihat lagi ada kebencian. "Biasanya sih Andi suka nemenin." Ucap Putri masih memperhatikan Mega, walaupun Mega hanya menatap ke arah depan.
"Gimana kondisi kamu?" ucap Mega yang melihat ke arah pergelangan tangan Putri, yang sekarang sudah tidak terbalut kain kasa. "Udah lebih baik kok."Jelas Putri dan kali ini Mega tersenyum mendengar jawaban Putri.
"Aku harap kita bisa berteman ya Put, " Mega kembali berbicara. "Kamu tau gak Put? aku dan Wira Putus." Ucap Mega dengan santai. Putri pun kaget mendengar ucapan temannya. "Loh, kenapa?" Tanya Putri heran.
"Kayanya putus bukan kata yang tepat deh, Karena kita juga gak pernah bilang juga kalau kita pacaran." Ucap Mega yang sedikit menertawakan dirinya. "Setelah aku mengakui semua kesalahanku waktu itu.." Mega kembali mengingatkan Putri kejadian di hari pertama Mega masuk sekolah, dan masalah yang ditimbulkan.
"Wira, mengerti sih. Dia juga maafin aku kok." Ucap Mega dengan percaya diri. "Cuman, saat ini gue butuh ruang aja, ruang buat gue berpikir Put. Apa gue benar-benar sayang atau cinta sama Wira?" Mega kini menghilangkan senyumannya.
"Kenapa lo bisa mikir kaya begitu?" Tanya Putri semakin heran.
"Well, gue suka sama Wira, tapi gue ngerasa kayanya gue jauh." Mega terhenti ketika mengucapkan kata jauh, entah apa yang dipikirkannya. "Wira baik, bahkan terlalu baik. Malahan gue sempat berpikir, kalau selama ini gue tuh kejam. Dan tanpa sadar gue manfaatin Wira. Apa itu yang namanya cinta Put?" Mega kembali bertanya ke Putri, yang ia sendiri bingung untuk menjawabnya.
"Ka Wira itu sayang banget sama kamu Mega." Jawab Putri meyakinkan. Mega langsung bereaksi dengan ucapan Putri, beberapa detik terlihat tatapan matanya yang kosong.
"Wira juga sayang sama kamu Put." Ucap Mega kembali tersenyum. "Iya, tapi kan aku adiknya. Sayang sebagai kakak dan adik." Putri semakin heran dengan pernyataan Mega.
"Iya gue tau kok. Tapi.. Itu yang belum bisa gue bedain. Sebenarnya gue sayang Wira sebagai teman atau memang gue sayang karena gue ingin selalu disampingnya untuk mencintainya." Ucap Mega lirih, terlihat ada rasa sedih ketika mengucapkannya.
"Okk--ey,, gue paham sekarang. Gak apa-apa kok Me. Gue yakin suatu saat lo bisa meyakinkan hati lo sendiri. Gue yakin saat ini lo hanya sedikit bingung." Ucap Putri yang kali ini memegang tangan Mega, seakan ia mengetahui kegundahan yang dialami olehnya.