Hari demi hari pun berlalu, Surya dan Roy semakin kompak membantu menjalankan perusahaan. Tidak hanya itu Raja dan Rafa mulai serius dengan kuliah mereka, kali ini mereka berpikir bahwa akan sangat membantu menjalankan bisnis mereka jika mereka bisa memahami lebih dalam lagi. Dan Bambang tidak lagi memaksakan kehendaknya terhadap si kembar.
Putri dan Wira, setelah berminggu-minggu mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian mereka. Akhirnya mereka pun dapat bernafas lega. Wira berhasil lulus dari SMA, dan memutuskan untuk memilih universitas yang sama dengan Rian.
Suasana perpisahan murid kelas duabelas, dirayakan di malam hari. Putri terus memperhatikan kakaknya yang sibuk memilih jas untuk menghadiri acara perpisahan. Wira terus sibuk menanyakan bagaimana penampilannya. Dan Putri tentunya selalu memberikan komentar positif untuk kakaknya.
Terus membayangkan kakaknya yang akan menghadiri perpisahan dengan membawa Mega sebagai pasangannya. "Udah OK?" Wira kembali bertanya, Putri mengangkat kedua jempolnya dan tersenyum lebar.
"Udah ka Wira, cepat berangkatnya nanti telat loh." Desak Putri. Wira yang sudah terlihat rapi dan gagah pergi dengan diantar Pak Bimo.
Dihari libur pun Putri, Mega, Andi, dan Wira merayakan kenaikan kelas mereka bersama-sama. Mereka bahkan memutuskan untuk pergi menonton dan makan bersama-sama. Walaupun diantara mereka tidak bisa disebut sebagai pasangan, tapi tidak ada yang mempermasalahkannya.
Putri sendiri pun naik kelas dua belas, dan lucunya dia saat ini satu kelas dengan Mega dan Linda (Ia pun masih satu kelas dengan Rika). Sedangkan Andi yang berbeda nasib, tidak bisa satu kelas dengan Putri. Putri tentunya senang mengetahui dirinya satu kelas dengan Mega dan Linda, bahkan kali ini mereka terlihat sangat akrab.
Perubahan lain yang dirasakan oleh Putri adalah Linda, kali ini Linda sangat bersikap ramah terhadapnya dan tanpa curiga. Tentunya semua permasalahan sudah diluruskan oleh Mega, mereka bertiga pun mulai menjalin pertemanan.
Mega masih menjaga perasaannya dengan Wira, Putri masih bingung dengan apa yang dipikirkan oleh Mega. Mengapa Mega harus menahan perasaannya terhadap Wira, Putri seringkali melihat Mega yang selalu diantar pulang oleh Wira.
"Mega, kamu mau bareng pulang?" Tanya Linda yang sibuk merapikan buku catatannya ke dalam tas. "Ehh, kayanya gak deh." Tolak Mega dengan halus. Putri pun menatap Mega dengan senyuman, suasana yang kelas sudah mulai sepi dengan siswa yang sudah mulai pergi meninggalkan ruangan.
"Ya pasti gak bareng dong Lind, hari ini kan Ka Wira kuliahnya lagi off." Putri menyeringai ke arah Linda, "Ohh, ya sudah kalau gitu." Ucap Linda dengan nada ngambeknya. "Linda? Memangnya Rian lagi gak libur ya?" Tanya Mega kembali.
"He? Lo tanya soal Rian ke gue?" Tanya Linda semakin bingung, "Walau gue pacarnya, kayanya gue ini nomor sekian sekian. Gak waktu SMA, dan sekarang kuliah. Sibukk.. banget dehhh." Ucap Linda sedikit kesal.
"Ya udah ganti pacar dong," Ledek Putri, yang mulai melangkahkan kakinya ke ruang kelas, "Put, kok gitu sih.. aku ini calon kaka ipar kamu loh?" Linda mulai merengek dan mengikuti langkah Putri keluar kelas, begitu juga dengan Mega.
"Ya Tuhan, kebayang gak sih, kalau kalian berdua benar-benar jadi dan nikah sama Ka Wira dan Ka Rian." Ucapan Putri membuat Linda dan Mega terkejut. "O.. my God.. kalian berdua jadi kaka ipar gue dong.. Dunia itu sempit..." Putri mengerang dan seperti menyesali. Mega dan Linda yang mendengarnya menjadi tertawa karena ikut membayangkannya.
Andi sudah menunggu di pintu gerbang sekolah, kali ini Putri sudah tidak pernah diantar oleh Pak Bimo. Semenjak Wira lulus SMA, Putri lebih banyak diantar oleh Andi. Putri melambaikan tangannya agar Andi dapat melihatnya di kerumunan sekolah.
Putri pun mengucapkan perpisahan kepada kedua sahabatnya, "Kamu lapar gak?" Tanya Andi yang melihat Putri sudah mendekat. "Lumayan sih, mau traktir?" Putri melirik Andi dan memegang perutnya yang siap diisi dengan banyak makanan.
"Ke tempat biasa yuk, Lagi promo beli dua ayam free satu ayam." Ajak Andi, "Gak mau ah.." Putri menolah dengan ketus, "Aku yang pilih tempatnya, kamu yang bayar. OK?" Putri memaksa, dan Andi pun mengangguk.
Baru saja Putri ingin melangkahkan kakinya, terdengar suara HP-nya yang berbunyi. Putri menatap layar handphone dengan seksama, sebuah nomor tidak dikenal muncul. Putri tanpa ragu langsung menolak panggilan tersebut.
"Siapa Put?" tanya Andi yang mulai penasaran, "Gak tau, nomor gak dikenal." Jawab Putri yang mengangkat kedua bahunya. Tidak lama handphonenya kembali berbunyi, dan nomor yang sama muncul di layarnya. "Angkat Put, siapa tau penting," perintah Andi.
Putri yang tampak ragu, akhirnya memutuskan untuk menjawab panggilan masuk itu. "Halo?" Jawab Putri.
"Putrii..." Putri dapat mendengar suara teriakan wanita yang menelponnya, dan suara itu tampaknya tidak asing baginya. "Put, jahat banget sih telepon tante di reject." Ucap Wanita itu masih dengan nada yang kencang.
"Tante? Tante Rita?" Putri yang mulai yakin dengan suara Rita. "Iya ini aku Put, tante Rita." Rita masih mengencangkan suaranya. "Tante tau nomor Putri dari mana? Terus kenapa Tante telepon Putri?" Tanya Putri yang semakin bingung.
"Aku dapat nomor kamu dari Surya, By the way kamu udah pulang sekolah kan?" Suara Rita mulai kembali normal. "Iya tante, kenapa memang?" Putri yang kini sudah berada di luar sekolah, menyenderkan dirinya di pagar sekolah.
"Tante mau ajak makan siang kamu, kamu free kan?" Terdengar suara Rita yang sangat bersemangat. "Putri memang lagi gak ada kesibukan sih tante." Jawab Putri dengan ragu. "Kamu lagi sama teman kamu ya?" Ucap Rita yang berusaha menebak.
"Iya, kok tante tau?" Tanya Putri yang menjadi bingung.
"Kamu pakai tas punggung ungu, dan teman kamu yang tinggi itu pakai syal merah di lengannya kan." Ucap Rita menjelaskan, Putri langsung melirik ke arah tasnya yang berwarna ungu, dan melihat Andi yang tinggi yang mengikatkan syal yang biasa ia pakai di lengannya.
"Kok tante bisa tau sih?" Putri terlihat semakin bingung, Andi pun menjadi aneh melihat Putri yang melihatnya dari atas hingga bawah. "Kamu lihat kedepan dong, di seberang jalan ada sedan putih. Tante udah nyampe nih." Ucap Rita, dan kini Putri langsung melihat ke seberang jalan. Mobil sedan putih berhenti di pinggir jalan, dan terlihat kaca mobil yang diturunkan.
Wajah Rita pun terlihat di kejauhan, kemudian melambaikan tangan ke arah Putri. "Teman kamu ajak aja, kita naik mobil aja ya sama tante." Ucap Rita masih menelpon Putri dan dari kejauhan Rita memberikan kode supaya Putri segera menyusulnya.
"Jangan nolak ajakan tante, tante kan gak sering-sering datang. Ya?" Rita pun terlihat memohon kepada Putri, dan kini Putri menarik Andi agar ikut dengannya. "Put, itu siapa?" Tanya Andi yang berjalan cepat menyebrangi jalan dengan Putri yang masih menarik lengannya. "Tante aku," jawab Putri kilat, sambil memperhatikan kiri dan kanan jalan.
Rita lebih menurunkan kaca mobilnya, terlihat Rita yang mengenakan kemeja garis-garis berwarna putih terang, dan kaca mata hitam yang ia kenakan. "Ayo Masuk!" Perintah Rita membukakan pintu mobil. Andi lebih memilih untuk duduk dibelakang, dan Putri menemani Rita untuk duduk di depan.