"Hai Put, apa kabarmu?" Tanya Mega, Putri malah menjadi canggung ketika Mega menanyakan kabarnya. Bukankah seharusnya sebaliknya. "Aku? Aku baik-baik saja," Ucap Putri masih dengan keheranan tergagap.
Mega tidak menghilangkan senyuman diwajahnya, dan beberapa detik terjadi kesunyian diantara mereka berdua.
"Aku gak nyangka kamu akan kembali lagi ke sekolah ini." Putri memutuskan untuk membuka percakapan. Mega yang mendengar pertanyaan Putri, tidak menoleh sama sekali ke arah Putri.
"Kenapa memangnya?" Kali ini Mega menoleh dan menatap ke wajah Putri dengan senyumannya. "Kamu gak suka?"Tanyanya kembali tanpa basa basi. Putri pun langsung bereaksi dengan pertanyaan Mega.
"Eh.. enggak kok. Aku Pikir kamu.." Putri mencoba melanjutkan omongannya, tetapi Mega memotong penjelasannya. "Kamu pikir aku takut? Atau trauma? Atau akan menghilang setelah kejadian waktu itu." Kali ini tidak ada senyuman yang diberikan oleh Mega, sebuah tatapan mata yang tajam dan penuh amarah membuat Putri tidak nyaman.
"Gak Mega, bukan itu maksud aku." Putri kembali mencoba menjelaskan. "Justru aku senang kamu kembali, aku tau perbuatanku itu salah besar dan aku ingin memperbaiki semua.."
"Cukup Put." Mega memegang erat kedua tangannya sendiri, menahan amarahnya kepada Putri. "Kamu gak tau, apa yang sudah aku alamin semenjak kejadian itu." Mega kembali berbicara, terdengar suaranya yang bergetar menahan amarah.
"Maaf Mega, aku tau aku egois." Putri hanya bisa menuduk malu.
"Egois kamu bilang." Mega tersenyum kecil mendengar jawaban Putri. "Kamu itu jahat, kamu itu kejam." Mega menyibakkan rambutnya ke belakang bahunya. "Apa kamu ingat pernah membuat luka ini." Mega menyibakan poninya, terlihat dahinya yang tidak terdapat luka apapun. Putri menatapnya dengan bingung. "Tidak ada apa-apa," Ucap Putri polos, dan terlihat Mega tidak menyukai perkataannya.
"Lukanya memang sudah hilang, tapi aku masih bisa merasakan bagaimana sakitnya." Mega menunjukkan wajah tersadisnya dihadapan Putri yang semakin merasa bersalah.
"Mega, maaf. Tolong maafin aku, aku benar-benar menyesal atas semua perbuatan aku waktu itu." Terlihat Putri sangat sedih dan iba dengan Mega yang sekarang, sudah mulai menata kembali suasa hatinya agar terlihat tenang.
Mega pun menarik nafasnya dengan panjang sebelum membalas ucapan Putri. "Sangat lucu sekali ya Put, ketika kamu bilang kalau kamu menyesal," Mega merapikan poninya. "Setelah kejadian itu, apa pernah kamu datang mencariku dan mengucapkan langsung permintaan maafmu?" Mega tidak menatap wajah Putri, hanya menatap kearah depan, Putri pun hanya tertunduk malu dan memainkan jari-jari tanggannya dengan gelisah.
"Apa kamu tau Put, selama 2 minggu aku koma dirumah sakit." Terdengar getaran di suara Mega, dan Putri sangat kaget mendengar hal tersebut. Tidak ada satupun yang memberitahukan bahwa Mega dalam keadaan koma setelah kejadian itu.
"Mega, aku enggak tau tentang keadaan kamu. Aku berani bersumpah, enggak ada yang memberitahukanku soal kondisi kamu. Aku itu sudah sering coba tanya keadaan kamu, tapi semua orang menghindar untuk berbicara sama aku." Kali ini Putri memegang kedua tangan Mega, berharap Mega percaya dengan ceritanya.
Mega memegang tangan Putri, tapi bukan untuk membalas pegangannya. Melainkan mengembalikan tangan Putri dengan hati-hati. "Tidak hanya itu Put, setelah aku bangun dari koma, kau meninggalkan luka yang terlalu dalam (Mega menyentuh dahinya)." Wajah Mega sekarang mulai memerah, dan terlihat tetesan air mata yang dikeluarkan.
Mega langsung menyeka airmatanya. "Awalnya aku bingung Put, kenapa bisa kamu gak menerima hukuman apapun. Ya aku tau Put! Dengan semua kekuasaan dan kekayaan yang kamu miliki. Kau bisa bebas dari semuanya kan?" Mega mengatakan dengan sangat tajam, membuat Putri yang mendengarnya tidak pecaya kalau Mega bisa berbicara seperti itu.
"Awalnya aku menolak semua bantuan yang diberikan oleh keluargamu, tapi bukankah bodoh ya, jika aku harus hidup dengan kondisi yang menyedihkan." Mega kembali menarik nafasnya, "Mega, aku benar-benar tidak tahu menahu soal itu, tolong maafkan aku." Putri yang sedari tadi hanya menunduk malu, hanya bisa melirik ke Mega yang masih duduk disampingnya dan tidak berani menatap wajah Mega yang menahan amarah terhadapnya.
"Entah berapa banyak terapi dan pengobatan yang telah aku lakukan, tapi hanya kondisi fisikku yang terobati dan bukan batinku." Ucap Mega melanjutkan dan tidak peduli dengan ucapan Putri. Kali ini Mega bangkit dari duduknya, dan berjalan ke arah Putri (Kini Mega berada persis dihadapan Putri yang duduk).
Putri menatap Mega yang tanpa ekspresi. "Aku benar-benar minta maaf Mega, seandainya ada yang bisa aku lakukan untuk semua memperbaiki semuanya ." Ucap Putri dengan sungguh-sungguh.
Mega yang berdiri tepat dihadapannya, tiba-tiba mengulurkan tangannya. Putri terkejut dengan reaksi Mega. Apakah dia ingin bersalaman, apakah ini tanda kalau mereka akan berbaikan. Putri benar-benar bingung dan sontak ia pun bangkit dari duduknya.
Kali ini mereka berhadapan, dan para murid yang berada di taman memperhatikan mereka dengan seksama. "Kamu mau maafin aku?" Tanya Putri dengan bingung. Dan Mega hanya memberikan senyumannya dengan tangan yang masih diulurkan kehadapan Putri. Putri pun menyambut uluran tangan Mega, berharap mereka bisa berjabat tangan dan berdamai.
Hal yang terjadi berikutnya, adalah sebuah permualaan dan mimpi buruk untuk Putri. Mega menggenggam tangan Putri dengan sangat erat, saking eratnya Putri tidak bisa melepaskan genggaman tangan Mega.
Tidak berhenti disitu, Mega kemudian mendorong badannya sendiri ke arah Putri. Membuat Putri sedikit tergoyah dan memegang badan Mega dengan tangan satunya lagi. Masih terbingung dengan apa yang dilakukan Mega, disaat yang bersamaan Mega mendorong tubuhnya cukup keras. Bukan ke arah Putri tapi ke arah berlawanan, Mega pun langsung jatuh tersungkur di tanah yang cukup keras itu.
"Mega, maksud lo apa?" Ucap Putri dengan sangat bingung. Kali ini semua murid yang berada disekeliling mereka memandang mereka berdua. Mega yang masih tersungkur ditanah, mulai memperlihatkan wajah ketakutan dan mulai menitikkan air matanya.
Apa yang dipikirkan oleh Mega, benar-benar membuat bingung Putri. Putri sama sekali tidak mendorongnya, ia terjatuh dengan sendirinya. Tapi kenapa Mega menunjukkan raut wajah seperti itu, apakah ini tindakan yang disengaja oleh Mega.
Mega masih terus menitikkan air matanya, semakin banyak mata yang memandang ke arah Mega. Putri yang masih bingung, hanya diam terpaku dan tidak tercaya dengan apa yang ia lihat. Terlihat seorang murid datang dari kerumunan dan mendekati Mega, ia memegang bahu Mega dengan erat. Ya Putri mengenal murid wanita itu, siswi yang disukai oleh kakak kelimanya Rian – Linda.
"Putri, lo ngapain Mega? Lo masih nyimpan dendam sama Mega." Linda berucap dengan sangat keras, membangunkan Putri yang terdiam dan terpaku dari lamunannya.
"Gue? gue enggak ..." Putri melihat Linda tidak memperhatikannya, karena ia sibuk membantu Mega untuk berdiri. Kali ini Mega sudah mulai tidak menangis, tapi masih menunjukkan raut wajah yang ketakutan.
"Gue udah bilang kan Mega, kalau ini tuh ide buruk untuk elo ngomong sama Putri. Lihat kan, dia sama sekali gak berubah." Linda kali ini berkata amat serius dengan Mega.
Semakin banyak kerumunan yang berkumpul ditaman, memperhatikan mereka bertiga. Kerumunan para murid mulai menarik perhatian para guru, Guru BP itu terlihat sulit untuk menembus kerumunan para murid.
"Minggir,, minggir ada apa ini?" Suara Bu Anggi terdengar lantang, para murid yang mendengar langsung memberikan jalan. Terlihat wajah Bu Anggi yang kaget melihat tiga muridnya yang menjadi tontonan.
"Kalian bertiga, ikut ibu ke ruangan BP. Dan kalian semua bubar, masuk ke kelas masing-masing. Bel masuk sudah berbunyi dari tadi" Ucap Bu Anggi lantang sambil memandang ke arah kerumunan murid, terdengar sorakan huu diantara kerumunan tersebut.
Bu Anggi berjalan dengan sangat cepat, mereka bertiga hampir tidak bisa mengimbangi langkah Bu Anggi. Tidak lama mereka sudah tiba diruangan BP. Putri memperhatikan ruangan tersebut, dan tidak banyak perubahan yang terjadi pada ruangan tersebut.
Mega dan Putri duduk persis di depan meja Bu Anggi, sedangkan Bu Anggi duduk dengan tangan terpangku sambil menatap tajam ke arah mereka. Sedangkan Linda berdiri disamping Mega, masih memegang erat bahu temannya.
"Ada yang bisa jelaskan ke ibu, apa yang terjadi barusan?" Tanya Bu Anggi.
Tidak ada yang menjawab, kesunyian terjadi untuk beberapa detik. "Maaf Bu, kalau saya memotong." Linda memulai untuk berbicara dahulu. "Saat itu jam istirahat, sebelumnya Mega bercerita ke saya kalau dia ingin berbicara dengan Putri. Mega ingin berbaikan dan memulai pertemanan dengan Putri setelah... Saya rasa ibu juga tahu." Linda menatap kearah Putri dengan sinis. Putri hanya menatap ke arah Mega dengan tidak percaya.
"Apa benar Mega?" Tanya Bu Anggi, yang kali ini menatap Mega yang masih sembab dengan wajahnya. "Ya, Bu benar." Jawab Mega pelan tanpa menatap bu Anggi dan hanya menatap Putri yang masih terlihat sangat bingung.
"Saya sudah melarangnya bu, tapi Mega bersikeras kalau Putri sudah banyak berubah." Linda mulai angkat bicara kembali. "Sudah Lind," Ucap Mega yang menarik tangan temannya untuk segera berhenti berbicara, tapi Linda tidak menghimbaukannya.
"Karena saya khawatir, saya menyusul Mega ke taman sekolah. Dan saya lihat Mega sudah jatuh tersungkur di tanah sepertinya Putri yang mendorongnya, dan saya lihat Mega menangis." Linda melanjutkan pembicaraannya.
Putri benar-benar terkejut dibuatnya, semua penjelasan Linda membuatnya paham bahwa ini sudah menjadi bagian rencana Mega. Putri salah besar mengira Mega yang saat ini berada disampingnya. Setelah semua percakapan di taman, Putri sadar kalau Mega masih menyimpan amarah, benci, dan dendam terhadapnya.
"Putri." Suara Bu Anggi membuyarkan lamunannya, Putri menatap wajah Mega yang masih tertunduk, kemudian menatap Linda. "Putri?" Kali ini suara Bu Anggi lebih lantang, membuat Putri langsung menatap guru BP tersebut, dan dilihatnya raut wajah tegang Bu Anggi.
"Ya bu." Jawab Putri cepat. "Bisa kamu ceritakan kejadian apa yang sebenarya terjadi?" Bu Anggi menegakkan tubuhnya, dan menunggu Putri untuk bercerita. "Ya bu, Maaf saya yang salah. Saya yang mendorong Mega." Ucap Putri tanpa ragu.
Mega yang mendengar Putri berucap, langsung menatap ke arah Putri dengan tidak percaya. Sedangkan Linda menunjukkan ekspresi puas atas pengakuan Putri. "Putri, ibu tanya sekali lagi. Apa benar kamu mendorong Mega." Bu Anggi kali ini menunjukkan wajah seriusnya dan membetulkan posisi kacamatanya.
"Ya Bu saya yang mendorongnya. Saya tau ini perbuatan yang salah, saya tidak dapat mengontrol emosi saya. Dan saya menyesalinya, saya harap Mega bisa memaafkan saya." Putri menatap ke arah Mega, yang kali ini Mega yang menunjukkan wajahnya yang bingung.
Cukup lama mereka berempat berada diruang BP. Bu Anggi banyak memberikan nasihat kepada Putri dan Mega. Bu Anggi memutuskan bahwa masalah ini tidak perlu diperbesar, meminta Mega untuk memaafkan Putri. Dan berharap kejadian ini tidak berulang.
Mega dan Linda keluar pertama dari ruangan, sedangkan Putri masih berada diruang BP. Melihat Mega dan Linda sudah menghilang dari balik pintu, Putri baru memutuskan untuk beranjak dari kursinya.
"Put, tunggu."Suara Bu Anggi menghentikan langkah Putri, "Ya bu?" tanya Putri kembali memandang Bu Anggi yang kali ini menunjukkan ekspresi cemas terhadapnya. "Ibu harap kamu bisa berkata jujur, dan kalau kamu butuh seseorang untuk bertukar pikiran. Ibu sangat senang jika kamu mau berbagi dengan ibu." Bu Anggi mencoba meyakinkan Putri.
Putri hanya tersenyum ke gurunya, dan megucapkan terimakasih sebelum dirinya keluar dari ruangan tersebut. Ternyata Linda dan Mega belum sepenuhnya masuk kedalam kelas mereka.
Putri melihat Linda dan Mega sedang duduk di kursi tunggu yang berada di depan ruang BP. Tak hanya itu, terlihat Wira yang sedang duduk disamping Mega. Wira berhenti berbicara dengan Mega, ketika melihat adiknya keluar dari ruang BP.
"Ayo Mega, kita balik ke kelas. Ka Wira kita masuk kelas dulu ya." Ucap Linda yang sadar dengan kehadiran Putri. Mereka berdua pun berlalu begitu saja melewati Putri yang masih berdiam di depan pintu masuk ruang BP. Wira mendekati Putri, awalnya Putri mengira kakaknya akan mengucapkan sesuatu.
Wira tepat berada di hadapan Putri, wajahnya terlihat lelah. Sesaat mata mereka bertemu, tapi tidak ada satupun kata yang terucap. Wira hanya memainkan tangannya, terlihat bingung kata apa yang harus dia ucapkan. Sedangkan Putri sudah siap menerima amarah Wira, tapi justru Wira malah berbalik dan meninggalkan Putri dalam kesunyian dan kesendirian.
Entah apa yang dipikirkan Putri, Putri terus berjalan dengan sangat cepat. Melewati beberapa kelas dengan sangat cepat. Ia sadar siang tadi dirinya sudah menjadi sorotan banyak orang. Putri tidak berjalan kearah kelasnya, ia justru memilih pergi menuju toilet wanita.
Saat itu sudah masuk jam pelajaran, sudah tidak ada murid yang berkeliaran setelah jam istirahat. Putri memasuki toilet wanita dengan cepat, membuka keran air di wastafel. Membasuhkan air kewajahnya dengan cukup banyak, tidak hanya wajahnya yang basah tapi kerah bajunya pun ikut basah.
Putri menatap wajahnya di cermin, menatap dengan penuh kesedihan. Kembali memikirkan semua kebohongan yang sudah dia akui. Putri membalikkan badannya dan masuk kedalam salah satu toilet yang kosong.
Putri menutup tutupan kloset duduk, dan mengunci dirinya di dalam toilet. Duduk sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Air matanya keluar begitu saja, sudah cukup lama ia menahan air matanya. Tangisannya memang tidak nyaring, tapi cukup terdengar di ruangan tersebut.
Isak tangis yang keluar sungguh menyayat hatinya. Putri sadar kebohongan yang dia lakukan tidak akan memperbaiki situasi yang ada. Tapi jika dengan ini Mega bisa memaafkannya, Putri bersedia menanggung akibatnya.
Putri terus menangis didalam toilet. Bahkan tidak menghimbaukan chat yang masuk dari Andi. Dirinya tidak ingin kembali dalam kelas, hanya bisa bersembunyi hingga jam pulang tiba.