Chereads / IHeart You / Chapter 20 - Broken Window - Pertengkaran.

Chapter 20 - Broken Window - Pertengkaran.

Putri tampak seperti seorang maling dirumahnya sendiri, mengendap-ngendap di kegelapan malam. Langkahnya terhenti ketika melihat ruang kantor ayah dan ibunya masih menyala, ia pun membelokkan langkahnya karena terdengar suara ayah dan ibunya yang berbincang.

Putri berpikir, mungkin dia akan menyapa sebentar kedua orang tuanya sebelum naik ke atas tempat tidurnya. Baru saja Putri akan melangkahkan kakinya lagi, terdengar suara ayahnya yang lantang dan terdengar emosi.

"Bagaimana bisa, Ana? Kenapa kau tidak segera memberitahuku? Aku sungguh kecewa dengan sikapmu, yang seperti ini!" Ucap Bambang dengan amat kesal, Mariana hanya menatap sikap suaminya dengan masih tidak percaya. "Cukup Bam, sudah cukup kamu merusak makan malam kita tadi." Balas Mariana dengan lantang. "Apa kamu enggak bisa menahan diri, walau hanya sebentar." Mariana melanjutkan pembicarannya, dan kali ini membelakangi suaminya.

"Jangan katakan, kalau kamu selama ini tahu mengenai putra kembar kita! Dan apa yang sudah mereka berdua lakukan." Tanya Bambang dengan curiga, menatap punggung Mariana yang masih tidak mau menatapnya. "Bam, bagaimanapun mereka anakku. Sudah cukup Surya dan Roy yang menjadi korban keegoisanmu." Balas Mariana.

Emosi Bambang sudah tidak terkendali, dia mendekati istrinya dan membalikkan tubuhnya dengan amat kasar. Mariana pun tercengang melihat reaksi suaminya. "Kenapa, kamu gak terima aku ngomong seperti ini." Ucap Mariana tanpa takut, sedangkan wajah suaminya sudah mulai memerah.

"Aku pikir, pada saat memutuskan menikah denganmu. Kau bisa merubah sikapmu, dan aku bisa melindungi anak-anakku. Nyatanya tidak." Mariana melanjutkan. "Apa Maksudmu?" Tanya Bambang dengan penuh emosi menatap istrinya.

"Kamu terlalu egois, bahkan anak-anak kita tidak berhak untuk menentukan jalan hidup mereka masing-masing." Mariana semakin menekankan suaranya, sedangkan Bambang semakin erat menekan bahu istrinya.

"Egois, kau bilang? Lihat kerja keras ku saat ini. Dengan kondisi sekarang kau bilang aku masih egois." Jawab Bambang membela dirinya. Mariana menyingkirkan dengan paksa pegangan suaminya, dan bergeser untuk menjauhi suaminya.

"Cukup Bam, kau hanya melanjutkan kerja keras dari orang tuamu. Dan mengenai masalah Kerja Kerasmu itu. Masih ada cara lain Bam, tapi tidak dengan anak-anakku." Suara Mariana bergetar dan masih menahan emosinya. Suaminya pun menghampirinya, "Mereka anak-anakku juga." Balas Bambang yang tidak mau kalah pembelaan dengan istrinya.

"Dengan semua yang terjadi, apa kau masih pantas sebagai ayah mereka." Jawab Mariana semakin lantang. Putri tidak yakin suara ibunya hanya terdengar di ruangan tersebut, bahkan Putri yakin dirinya tidak perlu menguping untuk mendengarkan perseturuan orangtuanya.

Bambang yang emosi mendengar ucapan istrinya, tanpa sadar melayangkan tamparan keras ke wajah Mariana. Bahkan Putri yang tidak melihat langsung, sangat yakin dengan suara tamparan tersebut.

Putri sangat ketakutan akan keributan orang tua mereka yang baru kali ini ia dengar dan saksikan. Sesaat ia tidak mendengar suara dari ayah dan ibunya, sedetik kemudian Mariana keluar dari balik ruangan. Mariana cukup terkejut dengan keberadaan Putri, dan ia juga melihat wajah Putrinya yang menatap dirinya dengan cemas.

Ekspresi wajah Putri lebih kaget ketimbang ibunya, Putri melihat ibunya sudah penuh dengan air mata dan keluar sambil memegang pipinya. Putri ingin memeluk ibunya segera, tetapi Mariana lebih dahulu menyentuh wajah Putri dengan lembut dan penuh makna. Kemudian berlalu dengan cepat meninggalkan Putri.

Terdengar suara pintu rumah yang dibuka dan ditutup dengan sangat kencang. Mariana memutuskan untuk keluar rumah, dan tidak lama terdengar suara mobil yang melaju keluar. Putri yakin ibunya telah pergi dari rumah.

Putri masih terdiam terpaku dibalik ruangan, tersadar dari lamunan ketika ada yang menyentuh bahunya. Roy sudah berada dibelakang Putri, raut wajahnya terlihat sangat lelah. Putri melihat kakanya dengan sedih, tapi tidak bisa mengatakan satu katapun terhadap kakanya.

"Kembali ke kamarmu Putri, sekarang." Perintah Roy dengan pelan, Putri mengangguk pelan dan berjalan menjauhi Roy dan ruang kerja. Putri sempat melirik ke belakang, dan melihat Roy masuk kedalam ruang kerja. Putri berharap kakaknya dapat menenangkan perasaan ayahnya.

Putri tidak memutuskan untuk langsung ke kamar, ia sempat berpikir pertengkaran orangtuanya pasti terdengar dirumah ini. Kemana kakak-kakaknya? Kenapa mereka hanya berdiam diri di kamar (itu yang dipikirkan oleh Putri saat itu).

Kenyataannya, setelah satu persatu dirinya mengecek kamar kakaknya. Baik Raja, Rafa, Rian, ataupun Wira tidak terlihat dikamar mereka. Bahkan kakak iparnya Renata pun juga tidak terlihat.

Putri mengecek kembali satu persatu setiap ruangan, kecuali ruang kerja orangtuanya. Tetapi dia tidak menemukan saudara laki-laki lainnya. Dengan putus asa, Putri mengecek dapur dan melihat Bi lastri masih sibuk membereskan sisa makan malam.

Bi Lastri yang menyadari kehadiran Putri langsung menyapa Putri dengan lembut. "Malam Non, kenapa kok ke dapur? Mau makan? Mau bibi siapin?" Tanya Bi Lastri tersenyum. Tapi Putri yakin, sesaat sebelumnya bi Lastri bertanya kepadanya. Putri melihat assisten rumah tangganya itu menyeka air matanya. Putri tidak menjawab pertanyaan Bi Lastri, justru dia berjalan mendekatinya.

"Bi, ada apa tadi? Selama Putri gak ada?" Tanya Putri dengan tatapan tajam. Belum sempat bi Lastri menjawab pertanyaan Putri, Putri sudah memberikan pertanyaan. "Dan pada kemana yang lain?" Bi Lastri menatap Putri dengan ragu.

"Eh...eh.. Kalau Mba Renata memang dari sore gak ada, yang bibi tau lagi ke tempat orangtuanya. Kalau..." Ucapan Bi Lastri terhenti, dan kali ini tidak berani menatap Putri. "Jawab bi," desak Putri cepat.

"Kalau Den kembar, Den Rian, Den Wira. Abis makan malam langsung keluar non, bibi gak tau pada kemana." Jawab bi Lastri. Putri tidak lama berada di dapur, karena bi Lastri juga tidak banyak memberikan informasi kepadanya.

Putri memustuskan untuk kembali ke kamarnya, pada saat ia melewati kamar Roy yang pintunya masih terbuka. Dirinya pun tidak mendapati Roy, yang tampaknya belum kembali dari ruang kerja.

Putri tidak segera mengganti bajunya, meringkuk di atas tempat tidur dan merasakan kesedihan yang mendalam. Pertama kalinya dia melihat orangtuanya bertengkar hebat, selama ini Putri selalu melihat sosok ibunya yang kuat dan tegar. Putri kembali mengingat wajah ibunya yang keluar dengan air mata, membuat Putri semakin sedih dan tidak bisa menahan air matanya.

Chat to Raja:

Kalian dimana?

Chat to Rafa:

Kalian dimana?

Chat to Rian:

Kalian dimana?

Chat to Wira:

Kalian dimana?

Chat to My Mama:

Mama kemana? Are you OK?

Putri masih menggenggam erat ponselnya, berharap bisa mendapatkan balasan dari salah satu kakak laki-lakinya. Sampai akhirnya, mata itu kembali berkaca-kaca. Dan mulai-lah Putri menangis sedih dan terisak, ini adalah malam kedua dia menangis dan bersedih. Tapi kesedihannya yang sekarang jauh berbeda dengan pertengkarannya dengan Mega.