Chereads / Dalam Luka Ku Masih Setia / Chapter 7 - “Usaha Tak Mengkhianati Hasil”

Chapter 7 - “Usaha Tak Mengkhianati Hasil”

🍁 Dean Pov~

Setelah selesai mengejar cinta, tentunya giliran mengejar cita. Semua syarat-syarat serta formulir yang telah diisi segera dikumpulkan, dan sekarang tinggal berusaha semaksimal mungkin untuk sebuah hasil yang menakjubkan. Untuk menjadi orang sukses itu dibutuhkan perjuangan, baik dari segi mental maupun materi. Oleh karena itu, mulai sekarang harus fokus terhadap apa yang sedang ingin diraih, aku tidak mau gagal untuk kedua kalinya.

Pakaian sudah rapi, buku catatan sudah dimasukkan ke dalam tas, dan sekarang waktunya pergi ke perpustakaan umum untuk mendapat ketenangan dalam belajar. Melewati ruangan keluarga, sudah pasti ada ibu yang sedang santai seperti di pantai menonton serial kesukaannya, dan juga ditemani Diana.

"Ibu, aku pergi dulu!!" pamitku dengan menggendong tas.

Begitu pamit, ibu dan Diana beralih menatapku dengan wajah kosong. Mereka seperti aneh melihatku yang berpakaian rapi dan menggendong tas.

"Kamu mau ke mana??" tanya ibu, lalu saling tatap dengan Diana dan kembali melihatku dengan wajah aneh.

Ibu beranjak dari sofa lalu mendekatiku "jangan pergi dari rumah ini De!! Kalo kamu pergi bagaimana dengan ibu??" ucap ibu menggenggam tanganku dengan ekspresi cemas. Aku termenung, tak tahu maksud ucapan ibu. "Kalo kamu pergi, siapa yang mau antarin ibu belanja ke pasar?? Jangan pergi De!!" lanjut ibu memohon.

Aku yang kebingungan langsung bertanya "siapa yang mau pergi dari rumah ini Bu??"

Ibu melepaskan tangannya, dan mengubah wajahnya dengan ekspresi tumpul "bukannya kamu mau pergi??" tanya ibu.

"iya mau pergi, tapi bukan pergi dari rumah"

"Terus kenapa bawa tas segala??"

"Ya aku kan harus bawa buku, masa ditenteng??"

Diana pun langsung tertawa terbahak-bahak melihat ibu yang salah mendefinisikan kata 'pergi' yang aku ucapkan, pipi ibu berubah menjadi merah menahan malu atas tindakkannya itu, dan langsung pergi ke dapur.

"Gitu tuh de kalau overdosis serial india, semuanya penuh drama" pungkasku dan ikut tertawa.

Berada di perpustakaan, suasananya cukup menenangkan. Ternyata masih lumayan banyak orang yang mengisi ruangan ini, mereka semua fokus membaca, belajar dan memilih buku tanpa mengeluarkan bunyi apa pun, karena sudah peraturannya seperti itu. Tingkat kepeduliannya terhadap perpustakaan cukup tinggi. Bisa jadi merekalah generasi membanggakan yang akan meneruskan bangsa ini dengan ilmu yang bermanfaat.

Aku mencari buku di rak yang bersangkutan dengan hukum untuk mengingat kembali materi yang disampaikan waktu masih di bangku kuliah. Setelah menemukan buku itu, tentunya membawa ke meja tempat belajar untuk dipelajari kembali.

Lembar demi lembar sudah aku pelajari sampai tak terasa aku sudah hampir menghabiskan waktu 3 jam hanya duduk di sini. Tak sadar, jam makan siang sudah hampir habis. Membuka ponsel, ternyata ada notifikasi 12 panggilan tak terjawab dari Hana. Sebelum ke perpustakaan, ponselnya aku ubah menjadi mode diam agar tidak terdengar bunyi yang akan mengganggu orang lain. Tak tinggal diam, aku keluar terlebih dulu dari perpustakaan dan segera menghubungi nomor Hana.

'Tut tut tut' bunyi ponsel yang tandanya belum dijawab.

"Halo?" ucap Hana.

"Kamu telepon aku sampai 12 kali, maaf gak jawab satu pun!!" pungkasku

"Kamu lagi sibuk ya??" tanya Hana.

"Aku lagi belajar, makanya ponselnya di mode diamkan"

"belajar??"

"Eumm,, nanti aku ceritain"

"Kalau gitu, lanjut lagi belajarnya!! Maaf udah ganggu kamu"

"enggak apa-apa. Nanti pulang kerja aku jemput ya!!" ujarku menutup panggilan telepon.

Setelah menghubungi Hana, aku kembali melanjutkan belajar sampai jam kerja berakhir. Berhubung sudah mengatakan akan menjemput Hana, maka segera menuju lokasi kantornya. Tiba di lokasi, Hana sudah menungguku di depan kantor. Aku langsung menghampirinya, dia tersenyum melihatku yang menggendong tas.

"Kamu udah kaya mahasiswa abadi aja!!" ucapnya dengan bibir melebar.

Aku kira dia belum makan, jadi aku mengajaknya untuk makan bersama di sebuah restoran. Kami memilih makanan sesuai dengan selera masing-masing. Sembari menunggu ia mengajukan pertanyaan untukku.

"udah daftarnya??" tanya Hana.

"Udah, makanya langsung belajar!!"

"aku doain kamu lulus, dilancarkan segala sesuatunya"

"Amiin" sahutku.

Makanan sudah disajikan oleh pelayan, mungkin efek tadi tidak makan siang, aku pun makan dengan lahapnya. Hana menyantap makanannya sesekali, karena sibuk mengamatiku makan. Takut ia ilfeel melihat cara makanku. Jadi aku berhenti sejenak, lalu bertanya.

"Kenapa??"

"Kamu tadi gak makan siang??" tanyanya

"Euh, aku lupa"

"Ahh" pungkas Hana.

Aku tak paham apa maksudnya yang hanya mengatakan 'ahh', akhirnya aku berspekulasi bahwa ia tak suka cara makanku ini, sehingga aku menjaga cara makanku padahal perutku masih lapar.

Jika dibandingkan dengan Yuna, ketika aku belum makan apa pun, kemudian makan bersama dengannya dan menyantap dengan lahap, justru ia akan memberikan sebagian lauknya untukku kemudian mengatakan "makan yang banyak!!". Rasanya rindu juga, akhir-akhir ini sudah jarang sekali berhubungan dengan Yuna semenjak aku kasih tahu hubunganku dengan Hana.

Aku pulang ke rumah dikala bintang-bintang sudah siap menerangi rembulan dalam kegelapan. Ibu, ayah dan Diana sedang berkumpul di ruangan. Mereka nampak senang dan menikmati tayangan televisi bahkan terlihat nyaman dengan posisinya masing-masing.

"Assalamualaikum??" ucap kedatanganku.

Disahut oleh ketiganya "Waalaikumsalam"

Sebelum pergi ke kamar aku bergabung dulu bersama mereka, tanpa melewati camilan yang ada di atas meja.

"Kamu dari mana??" tanya ayah

"dari perpustakaan Yah" jawabku berhenti mengunyah camilan.

"Ngapain??" yang disambut ibu

"abis dangdutan bu" balasku yang merasa kecewa dengan pertanyaan tak masuk logika, lalu disambung "ya belajar lah bu, ibu ini aneh-aneh aja kalau nanya"

"Emang pendaftarannya sudah dibuka?? Tanya ayah.

"Sudah, makanya langsung mengulang materi"

"Syukur kalau gitu. Semoga saja kamu lulus untuk kali ini!!" pungkas ayah.

Faza' merenung sendiri di luar rumahnya melirik berjuta bintang di langit "pada malam yang cemas, aku ingin bercerita perihal dia yang ingin ku lepas, namun begitu susah merelakan dia yang tak pernah menginginkan" ucapnya yang sebatas di dengar angin malam.

H-6 proses seleksi tahap pertama, di mana nanti akan dilaksanakannya tes berupa tulisan dengan menjawab soal minimal 90% dengan benar. Seperti halnya kemarin, kini pakaianku sudah rapi, buku sudah dimasukkan ke dalam tas, maka sekarang waktunya untuk pergi ke perpustakaan kembali.

Tak ada yang berubah dari perpustakaan ini dari kemarin, semua orang yang ada di sini hanya duduk rapi, fokus dengan buku-buku sampai tak terdengar suara apa pun selain keheningan yang ada. Di dalam keheningan ini, ponselku berbunyi cukup kencang sehingga membuat sedikit keributan, mereka yang sedang belajar mengalihkan pandangannya kepadaku dengan mata yang tajam akibat konsentrasinya terganggu.

"Maaf ya" ucapku dengan nada lembut disertai senyuman kepada orang-orang yang ada di sini, kemudian pergi keluar untuk menerima panggilan telepon dari Yuna.

"Ada apa??" tanyaku lewat telepon yang sudah kuterima.

"Kamu lagi di mana??"

"Aku?? Di perpus. Kenapa??"

"ohh nanti malam, kita makan bareng yah??" tanya Yuna.

"heuh?? Gimana ya?? Nanti aku kabarin lagi ya!!" balasku sekaligus menutup panggilan, setelah itu masuk kembali ke perpustakaan dan melanjutkan apa yang sudah aku pelajari.

2 jam berlalu, sekarang waktunya untuk makan siang. Tapi, kaki ini enggan sekali untuk melangkah bahkan terasa sangat berat. Tanpa kuduga sebelumnya, wanita yang sedang menjalin kasih denganku secara tiba-tiba duduk di depanku dengan membawa kotak makan siang. Ia tersenyum begitu lebar, namun mengapa aku merasa bersalah dengan kedatangannya.

"Kamu kemarin melupakan makan siang, tapi sekarang gak boleh!!" ucapnya yang menatapku.

"Kok kamu bisa ada di sini??" tanyaku yang keheranan.

Karena makan di perpustakaan merupakan salah satu hal yang dilarang, tentunya kami berdua keluar untuk mencari tempat yang nyaman untuk menyantap makan siang. Di sebuah bangku kosong yang ditutupi pohon rindang sehingga teriknya matahari tidak terlalu menyengat, kami berdua duduk bersama. Hana membuka ketiga kotak itu, di mana berisi nasi dan lauk pauknya. Sembari melihatnya aku merasa bersalah ketika kemarin aku sempat membandingkannya dengan Yuna, kini terbukti bahwa ia juga orang yang begitu perhatian.

"lagi mikir apa??" tanyanya setelah membuka semua kotak itu.

"Heuh??" spontanku disambung "enggak kok" dengan memberi sedikit senyuman.

"Aaaa!" ujarnya sembari menyodorkan makanan ke mulutku.

Tanpa melewatkan suapannya itu, maka aku menyantap makanan yang ia sodorkan. Setelah mengunyah dan menelan makanan itu aku berkata "enak!!, kamu yang masak ini??"

"maaf, yang masaknya bukan aku!!" balasnya dengan nada imut.

Pertanyaan macam apa barusan itu, bikin sedih dia saja. "enggak, kenapa kamu minta maaf??" balasku yang merasa bersalah.

Jam makan siang sudah berlalu, bukan waktunya lagi untuk berleha-leha. Aku kembali lagi ke tempat dudukku. Tapi, kenapa Hana masih enggan untuk pergi dari tempat ini. Dia justru ikut duduk bersamaku di perpustakaan. Jujur saja, aku merasa tak nyaman dengan kehadirannya saat ini apalagi ia hanya menatapku yang sedang tunduk melihat bacaan-bacaan dalam buku. Karena kerisihanku inilah, akhirnya aku mengatakan "kamu gak sibuk??" dengan nada pelan agar tak mengganggu yang lain.

Dia menatapku dengan penuh makna dan senyum yang menawan "kenapa?? Kamu gak nyaman??"

"Bukan gitu, Cuma.." balasku yang terpotong pernyataan Hana.

"Jangan peduliin aku!" memasang tangannya di dagu seperti sedang menggoda.

Bagaimana mungkin aku tidak memedulikannya sedangkan tingkahnya saja sudah mengalihkan konsentrasiku. Di kala seperti ini, waktu begitu cepat berputar dan sudah saatnya aku meninggalkan perpustakaan untuk hari ini. Hana yang menemaniku dari tadi siang, ikut pergi denganku meninggalkan tempat ini.

Setelah berjalan menjauh dari perpustakaan, aku melihat ke arah kaki Hana, namun dia belum juga memakai sepatu yang aku berikan waktu itu. Rasanya sedikit kecewa, tapi bagaimana pun juga mungkin ada alasan kenapa ia belum memakainya.

Sambil berjalan di sampingnya, aku bertanya "Kamu tadi gak pergi kerja??"

"libur" balas singkatnya

"Kok libur??" tanyaku yang menghentikan langkah kakinya.

"Kan sekarang hari minggu"

"Ohh iya!!" pungkasku yang tersipu malu.

"Aku rasa kamu belajar terlalu keras, sampai lupa hari"

Kami melanjutkan perjalanan, entah kenapa jemariku ini ingin sekali menggenggam tangannya yang mungil itu. Di saat mencoba menggenggamnya, waktunya ternyata tidak tepat, ia justru malah menyilangkan tangannya.

Di kala sudah waktunya istirahat, kenapa pula mata ini masih belum bisa di ajak tidur, padahal tubuh ini sudah kelelahan. Menyalakan televisi yang ada di kamar, namun tidak ada tontonan yang seru jadi dimatikan kembali. Lihat ponsel, namun tak ada notifikasi apa pun.

"Araggghhh" gumam kesalku.

'Tung neng' bunyi pesan masuk ponselku, maka dengan segera aku membukanya. Pas dibaca, ternyata dari operator. Nahas sekali, dikala punya kekasih namun ponsel seperti orang jomlo saja. Ingin sekali menelepon Hana, tapi lihat jam sudah menunjuk pukul 11 malam maka aku beranggapan bahwa ia sudah ada di alam mimpi dan sedang menyapaku.

"Tidur, tidur" gumamku kembali dengan memaksa mata ini untuk pergi tidur.

Akibat semalam susah tidur, imbasnya paginya susah bangun. Alhasil ibu teriak-teriak membangunkanku. Dia membuka gorden jendela kamarku, teriknya matahari membuatku silau.

"Jam berapa sekarang??" tanyaku yang masih belum sadar sepenuhnya.

"Jam 11. Bangun!!!" balas ibu dengan tegas.

"Apa??" tanyaku yang baru tersadar "kenapa ibu gak bangunin aku dari tadi??" kembali tanyaku diikuti memukul kasur.

"kamu bilang apa barusan??" tanya ibu yang marah dan memukul punggungku beberapa kali dengan tangannya

Spontan saja aku "aw, aw, aw sakit" merintih kesakitan.

6 jam lalu.

"Dean bangun, udah subuh nihh" teriak ibu diluar kamar.

"iya!!" balasku dengan mata berat

5 jam lalu.

Ayah, ibu dan Diana sudah siap sarapan bersama.

"Panggil kakak kamu! Suruh sarapan bareng!!" ucap ibu kepada Diana.

"enggak mau!!" balas Diana menyeringai, namun tetap dilaksanakan perintah ibu itu.

Tak lama ia kembali, kemudian duduk lagi "kakak bilang 5 menit lagi turun!"

Setelah 5 menit, aku tak kunjung keluar sehingga mereka sarapan tanpa aku.

Hari ini aku tidak pergi ke perpustakaan, sebagai gantinya aku memutuskan belajar sendiri di kamar sendirian. Belum di mulai saja, perut ini sudah keroncongan. Turun ke dapur, lihat meja makan namun tidak tersedia makanan apa pun. Lihat kulkas, isinya hanya makanan mentah sedangkan aku mengolahnya saja tidak bisa.

"Kenapa gak ada makanan Satu pun??" tanyaku sendiri meliuk-liuk seisi dapur.

"Ibu?? Ibu??" teriakku memanggil ibu seperti anak ayam yang kehilangan induknya.

Ini tak bisa dibiarkan, perut semakin keroncongan maka aku pergi berjalan kaki menuju toserba untuk membeli sesuatu yang bisa di makan dengan pakaian favoritku yakni menggunakan celana trening dan atasan kaos saja serta sandal jepit. Anehnya, orang-orang yang aku lewati itu selalu memperhatikan penampilanku ini sampai aku agak bingung. Tapi, aku tidak terlalu mempedulikan itu.

Setibanya di toserba, orang-orang di sini juga masih melihatku dengan menahan tawa bahkan ada pula diantara mereka yang cekikikan. Dengan sikap apatis, aku hanya memilih snack ini dan itu sampai memenuhi keranjang. Ketika hendak membayar di tempat kasir, kasir itu memberi tahu bahwa baju yang aku kenakan itu terbalik, itulah alasan kenapa orang-orang tertawa aneh melihatku. Aku pergi ke kamar mandi untuk membetulkan pakaianku ini. Begitu selesai, aku membayar makanan yang sudah dibungkus oleh kasir itu dan segera pergi dengan berusaha menutupi rasa malu. Pantas saja orang memperhatikanku, ternyata itu alasannya. "aishhh malu-maluin aja!!" gumamku sendiri dengan berjalan cepat.

Tiba di rumah dengan membawa 2 kantung plastik yang berisi makanan ringan, aku dikejutkan dengan teman-temanku pas masa kuliah. Heru, Vian, dan Geraldi menyambutku dengan riuh serta memelukku secara bersamaan, namun aku sendiri memperlihatkan ekspresi bingung.

"Ngapain kalian ke sini??" tanyaku setelah mereka melepaskan pelukan.

Ibu muncul dari arah belakangku dan melayangkan pukulan ke punggungku seraya berkata "pertanyaan macam apa itu??"

"Awww ibu sakit" rengekku

"Duduk! Duduk!!" suruh ibu kepada mereka bertiga

Mereka pun duduk, dan disuguhi cemilan-cemilan yang ibu buat sendiri.

"maksudnya apa ini?? Kenapa banyak makanan?? Aku tadi nyari enggak ada, kenapa sekarang banyak sekali makanan??" tanyaku pada ibu.

Ibu langsung menatapku dengan tajam sehingga aku mulai takut dan menundukkan kepala, setelah itu ia keluar meninggalkan kami berempat. Aku duduk bersama mereka dan mulai berbincang-bincang.

"Kenapa gak kabarin dulu sih mau ke sini??" tanyaku kepada mereka.

Heru langsung terpikat dengan makanan yang disediakan ibu "Waahhh kayaknya ini enak!!" lalu menyantapnya.

"emangnya kapan kita pernah bilang dulu kalau mau ke sini??" balik tanya Geraldi.

"Iya juga!!"

"Katanya lo ikut perekrutan lagi??" sambung Vian.

"itu dia, kenapa kalian pada dateng disaat gue lagi fokus belajar??"

"ckckckck, kita dateng justru mau dukung lo!!" lanjut Heru yang masih mengunyah.

Menyumpal mulut Heru dengan makanan lagi, aku tanya "mana buktinya??"

Semuanya memulai aba-aba ingin menampilkan koreo dengan menepuk tangan sambil menyanyikan yel-yel "Dean, Dean, Dean Semangat!!" diakhiri koreo mengepalkan tangan mengartikan sebuah dukungan.

Aku malu sendiri melihat tingkah konyol mereka dengan menutup wajah dengan telapak tangan seraya bergumam "ada apa sebenarnya dengan hari ini??".

Dukungan barusan justru membuat situasi menjadi kikuk, si Heru yang selalu menjernihkan kembali suasana mulai bertanya "gue denger lo udah punya doi??"

Maka aku menurunkan tangan dari wajah dan menatap Heru "dari mana lo tahu??"

"Benerkan gue bilang!!" ucap Heru mendengar jawaban Dean dari pertanyaan jebakannya itu.

"Siapa?? Yuna??" sambut Vian dengan penasaran.

"Enggak, bukan dia!!"

"Terus siapa??" kembali tanya Heru.

Langsung saja aku menjawab "emang harus banget ya dijawab??"

"Eyy" ucap mereka secara bersama dengan rada kecewa.

Seseorang membuka pintu depan dengan menyebut 'assalamualaikum?', tampaknya adik tercinta sudah pulang menimba ilmu, tak lupa kita pun menjawab salamnya. Melihat teman-temanku maka ia pun menebar senyuman, langsung menyapa dengan ungkapan 'anyeonghaseyo!" yang tak ayal membuat mereka bingung.

"Cepat ke kamar, mereka gak paham apa yang kamu ucapkan!" ujarku kepada Diana.

"Annyeonghaseyo" pungkas Heru dengan nada yang sering diucapkan oleh pemain drama korea.

Spontan saja aku, Vian, dan Geraldi memukul Heru dengan bantal sofa yang berada di dekat kami, bukan karena apa-apa hanya saja kata yang ia ucapkan jatuhnya bukan imut tapi lebih membuat geli telinga saja.

Begitu mereka pergi, aku kembali ke kamar. Lampu belajar mulai ku nyalakan serta membuka buku panduan Kitab Undang-undang Hukum Pidana. 5 - 10 menitan aku masih fokus dengan buku itu, tapi begitu ada notifikasi media sosial aku mulai tergiur. Hendak ku abaikan, tapi semakin ke sini semakin banyak notifnya dan akhirnya aku terpaksa membukanya. Awalnya berniat untuk sekedar melihat pemberitahuan, tapi ujungnya justru lihat ini itu bahkan video pun aku putar. Tak terasa 2 jam sudah ku habiskan waktu itu hanya untuk media sosial yang membuat buku-buku terbengkalai. Tersadar akan hal itu, ponselpun segera ku bantingkan ke kasur, dan aku meneruskan belajar. Anehnya baru saja dimulai lagi, ponselku tiba-tiba saja berdering.

"Apa lagi ini?? Gak bisa apa liat orang fokus belajar??" gumamku sambil berjalan mengambil ponsel yang tadi ku lempar ke kasur.

Pas di lihat, ternyata panggilan itu masuk dari Hana. Gumaman itu aku urungkan kembali karena yang menelepon ternyata si cinta.

"Halo?" sapaku dengan lemah lembut.

"Masih bergelut dengan buku??" tanya Hana.

"heuh?? Eumm iya nih" sahutku dengan mengangguk.

"sekarang sudah jam 9 malam, jangan terlalu dipaksakan nanti kamu bisa sakit!"

"Kamu khawatirin aku??" tanyaku dengan ekspresi bahagia.

"Bukan gitu, Cuma..." gugup Hana yang tak bisa menjawab.

"Iya iya, aku akan istirahat"

"Nah gitu, lanjutin besok aja"

"Kamu udah makan??" tanyaku agar percakapan tak putus.

"udah, kamu?? Belum kan?? Pasti lupa lagi!!"

"Udah dong tadi bareng Diana".

"Diana??"

Dari ucapannya tampak sekali ia bertanya-tanya siapa Diana namun aku tak menjawab pertanyaannya dan langsung mengalihkan pembicaraan ke mana saja. Panggilan telepon ini berakhir 30 menit kemudian sampai aku mengantuk sekali.

Keesokannya pun aku memutuskan untuk mempelajari semua bahan yang aku prediksi keluar disoal nanti. Walau sebelumnya kemarin sempat diganggu dengan kedatangan teman-teman, kemungkinan saja hari ini bisa belajar dengan santai serta fokus tanpa gangguan apa pun. Tapi kefokusan itu hanya bertahan kurang lebih tiga jam saja sebelum ada pesan masuk datang dari Heru yang mengatakan "Blackpink comeback, cepat tonton mv nya di Youtube!!" suruhnya. Awalnya aku abaikan, tapi makin ke sini semakin penasaran. Alhasil laptop yang awalnya ku buka untuk browsing materi, akhirnya dipakai untuk membuka mv itu. Ternyata lagunya enak di dengar juga sampai tak sadar badan pun bergoyang mengikuti irama. Kagetnya aku, Diana datang tanpa mengetuk pintu lebih dulu. Karena dia suka kpop dan sejenisnya yang berbau korea, maka aku segera menekan tanda 'x' pada laptop untuk menutup laman.

"Kenapa gak ketuk pintu dulu??" tanya garangku.

"Kenapa? Kakak lagi nonton apa??" penasaran Diana karena ulahku.

"Enggak nonton apa-apa"

"jangan-jangan!!" pungkasnya menerka-nerka sesuatu.

Aku yang paham dengan ekspresinya langsung mengatakan "bukan itu!!".

"Antar aku ke rumah temen!!" pinta Diana.

"Kamu gak liat, bukunya masih ada di depan kakak??" balasku, "naik bus saja, kakak lagi sibuk!!"

Wajahnya terlihat menyeringai maka aku bergegas mengusirnya dari kamar ini. Untungnya dia tidak melihatku menonton music video kpop, kalau saja ketahuan bisa-bisa mau di taruh di mana wajah tampanku ini.

Aku pikir belajar di rumah bukan solusi terbaik, maka aku beralih untuk pergi ke perpustakaan biasanya. Buku dan laptop aku masukan ke dalam tas, lalu pamit ke ibu. Saat itu ibu sedang bersama Diana menonton televisi.

"Ibu, aku pergi dulu!!" pamitku

Belum sempat direspons ibu, sudah di sabet Diana "tadi bilangnya sibuk, sekarang malah mau pergi" dengan nada judes.

Untung saja aku bisa sabar menghadapi anak zaman now ini "kakak mau pergi ke perpustakaan, kamu mau ikut??"

Setelah bilang itu baru bibirnya diam, ibu pun mengatakan padaku untuk berhati-hati ketika di jalan.

Akhirnya, tiba di mana aku harus melakukan uji tulis perekrutan pengacara publik baru. Tak ku sangka sebelumnya, ternyata orang-orang yang turut serta begitu banyak sekali. Kami masih menunggu di luar ruangan sebelum waktunya di mulai.

Yuna, Hana, Heru, Vian, Geraldi mengirim pesan ucapan semangat untukku. Bahkan ibu, ayah serta Diana turut mengirimkan ungkapan itu. Rasanya gugup sekali untuk menghadapinya. Seseorang dari pihak penyelenggara mulai menyuruh kami untuk memasuki ruangan. Bangku-bangku mulai dipenuhi para peserta dan untungnya aku masih bisa mendapatkan tempat duduk. Setelah semuanya sudah berada di tempat masing-masing, panitia mulai memberikan lembar soal kepada peserta dari mulai bangku yang ada di depan sampai ke tempat terakhir. Begitu selesai, panitia memperbolehkan kami untuk mulai mengisi jawaban.

Rasanya sangat plong setelah seminggu terakhir sering ditemani buku-buku. Dengan berjalan pulang di trotoar menuju arah halte, "Akhirnya merdeka sudah!" ujarku dengan menggeliat kan tangan. Getaran ponsel terasa sekali, aku mengambilnya dari saku. Sebuah panggilan masuk dari Yuna tertera dari ponselku, aku menerima panggilannya.

"Gimana?? Lancar??" tanya beruntun Yuna yang terdengar nyaring.

"alhamdulillah"

"Nanti malam kita makan bareng, aku yang traktir" sambungnya.

"Gimana ya?? Malam ini gak bisa!!" balasku, Dilanjut "besok gimana??".

"Oke, besok" tutupnya.

Alasan menolak Yuna karena aku sudah janji bertemu dengan Hana. Bulan begitu cerah diterangi para bintang-bintang, tiupan angin malam benar-benar terasa menusuk badan. Berdiri menunggu Hana di depan rumahnya dengan busana ngedate rasanya begitu menyenangkan. Dia keluar mengenakan pakaian yang begitu menawan serta sepatu yang aku berikan untuknya hari ini. Dia tampak elegan dan cantik di kala mengenakannya.

"kamu pakai sepatu nya hari ini??" ujarku dengan melebarkan bibir.

"Gimana?? Cantik??"

"Pastinya dong, kan kamu yang pakainya" balasku dengan sedikit gombalan. "Ayo!!" ajakku.

Kami memutuskan untuk pergi makan malam bersama di sebuah restoran. Sesaat setelah sampai, kami menempati meja di mana terdapat dua buah kursi yang saling berhadapan, aku segera memesan makanan dan minuman yang tersedia di buku menu.

"Gimana tes nya??" tanya Hana.

"Sejauh ini aku tidak terlalu kesulitan"

"Syukur kalau gitu!!" imbuhnya.

"Terima kasih!!" sahutku dengan menatapnya

"Terima kasih untuk apa??"

"Sudah mendukungku dengan perhatian yang luar biasa" balasku.

Kami menikmati makanan yang sudah disediakan para pelayan resto, setelah perut terasa kenyang kami keluar dari restoran itu, namun Hana izin untuk pergi ke toilet terlebih dahulu sedangkan aku menunggunya di depan resto.

Sekitar tiga menitan menunggu, tiba-tiba terdengar suara yang memanggil namaku. Secara refleks aku menoleh ke arah suara itu. Suara itu berasal dari mulut Yuna, ia melihatku dan kemudian menghampiriku.

"Kamu ngapain di sini??" tanyaku yang masih berdiri dengan raut wajah yang heran.

"Kebetulan lewat sini" sahutnya kemudian disambung "waaahh" yang melihat penampilan stylishku.

"Kenapa???" tanyaku

Hana yang sudah selesai segera menghampiriku, baik Yuna maupun Hana, raut wajahnya sama sama tampak datar mungkin karena keduanya belum saling mengenal.

"Udah??" tanyaku kepada Hana, lalu dilanjut dengan saling memperkenalkan satu sama lain.

"Kalau gitu aku duluan ya!" pamit Yuna sesaat setelah perkenalan itu. Dan kami sama-sama pergi dari restoran ini.