Chereads / Dalam Luka Ku Masih Setia / Chapter 8 - “Hanya Teman”

Chapter 8 - “Hanya Teman”

🌹 Yuna Pov~

Mengajak Dean makan bersama berakhir sia-sia, padahal aku ingin sekali mentraktirnya makan sebagai balasan atas kerja keras dan waktu yang sudah ia perjuangkan demi tes ini. Aku juga tidak bisa memaksanya karena ia juga sudah ada jadwal dengan yang lain.

Makan sendiri rasanya juga tidak enak, jadi aku akan mengajak rekan kerjaku saja. Sebelum jam kerja berakhir dan mumpung semuanya masih kumpul di ruangan, jadi aku ajak Tiara, ternyata ia menolak dengan alasan ibunya sudah menunggu di rumah, kemudian aku mengajak Febri dan lagi-lagi ditolak kembali dengan alasan yang berbeda. Putus sudah harapanku untuk makan bersama.

Rizky menatapku dan berkata "kenapa kamu gak ngajak aku?? Aku juga kan ada di sini??" sebagai bentuk kecewanya yang merasa terabaikan.

"kita makan bareng yuk!!" ajakku

"Gak mau!!" balasan ketus dari Rizky.

Sudah nasibnya harus makan sendiri mungkin, jadi seusai kerja lembur bagai kuda aku bersiap pergi ke sebuah restoran. Baru saja berjalan sampai lobi kantor, Faza' tiba-tiba saja mengikutiku di sebelah kiri. Bukan apa-apa, hanya saja situasi seperti ini membuatku canggung saja. Maka dari itu aku berhenti melangkah dan berhadapan langsung dengannya.

Aku tak mengatakan apa pun karena yang seharusnya menjelaskan atas tindakan ini tuh Faza' sendiri.

"Kamu belum makan kan??" tanya dia setelah saling diam beberapa saat.

"Aku udah makan!!" balasku yang jelas-jelas berbohong lalu pergi menjauh dari Faza'.

Pertemuan sepintas dengan Faza' membuahkan mood makan hilang, berjalan-jalan di kala perasaan seperti ini adalah solusi paling ampuh untuk mengembalikan mood yang hancur itu. Tak sengaja, aku melihat Dean sedang berdiri di depan restoran jadi aku memanggilnya lalu turut menghampirinya.

"Kamu ngapain di sini??" tanya Dean keheranan

"Kebetulan lewat sini" sahutku

Tidak biasanya Dean berpakaian model seperti saat ini, jadi aku spontan saja bilang "waahhh"

"Kenapa???"

Seorang perempuan cantik tiba-tiba menghampiri Dean yang mengenakan sepatu cantik yang sebelumnya sempat di kirimkan fotonya oleh Dean kepadaku. Kesimpulan yang aku ambil adalah "mungkin dia perempuan yang disukai Dean"

"Udah??" tanya Dean kepada perempuan itu, lalu dilanjut dengan memperkenalkan perempuan itu padaku, begitu pun sebaliknya.

Karena tak ingin mengganggu mereka, sebaiknya aku pergi saja.

"Kalau gitu aku duluan ya!" pamitku.

Aku dengan hari ini sedang slek, tak ada yang berjalan dengan baik. Melihat kebersamaan Dean dengan perempuan itu menimbulkan perasaan semacam tak punya status namun memiliki kecemburuan, semacam tak memiliki namun takut kehilangan.

"kenapa juga aku kayak gini??" gumamku sebelum tidur.

Hari ini aku pergi ke rumah keluarga korban pencemaran nama baik yang dilakukan klienku yang lokasinya tidak jauh dari kantor. Begitu tiba, aku mengetuk pintu dan mengucap salam terlebih dahulu sebagai bentuk etika yang beradab. Kedatanganku ini sedikit membuat kaget sang pemilik.

"Siapa ya??" tanya seorang wanita paruh baya.

Maka aku pun memperkenalkan diri dan untungnya wanita yang tak lain adalah ibu korban menerima kedatanganku ini. Ia mempersilakan masuk untukku. Hiasan rumahnya dipenuhi dengan piagam, plakat penghargaan. Aku duduk di ruang tamunya dan menunggu ibu itu mengambil minuman, sambil melihat-lihat penghargaan itu.

Setelah membawakan minum untukku, ibu itu duduk menemaniku dan bertanya "ada apa ya??".

"Terus terang, melihat usia Wendy yang tergolong masih di bawah umur, saya harap ibu mau memaafkan atas segala tindakannya yang masih labil" ungkapku dengan sedikit terbata-bata.

"Begini, saya pribadi sudah memaafkan beliau dan saya paham betul atas tindakan gegabah beliau. Tapi saya juga ingin setidaknya membuat beliau jera"

"Saya menghargai keputusan yang ibu ambil"

Ibu korban bergegas memotong "kalau kedatangan kamu hanya untuk meyakinkan saya agar mencabut tuntutan, dengan berat hati saya tidak bisa mengabulkan itu" tutupnya.

Upayaku mendekati pihak korban hari ini berujung nihil, ibu korban bersikukuh dengan tindakannya. Dengan wajah kecewa aku kembali ke kantor. Tiara yang tahu betul dengan ekspresiku sudah menyimpulkan sesuatu.

"Lakukan aja!! Toh kalah dari Faza' pun gak akan bikin kamu sekarat kok!!" ucap Tiara saat sedang mengumpulkan berkas.

"Berhenti deh ngomongin dia!!" balas kesalku.

"Kapan aku ngomongin Faza??" sahut Tiara yang tambah membuatku kesal.

Aku pikir setelah aku tidur semua masalah yang ada akan lenyap, ternyata semua tidak akan berakhir kalau aku tidak mengakhirinya sendiri. "Kenapa hari-hari ku seperti ini??" pikirku yang merasa putus asa depan komputer kerja.

"Seharusnya dia udah ada di sini!!" ujar Tiara yang melihat jam di dinding.

"Dia Siapa??"

"Wendy,, klien kamu!!" balasnya.

"Mungkin belum pulang sekolah!" pungkasku berprasangka baik.

"gitu ya?"

Waktu sudah hampir sore, tidak mungkin juga Wendy saat ini masih sekolah karena jam belajar sudah berakhir dari 2 jam lalu. Alangkah baiknya jika aku memastikan tidak terjadi apa-apa kepada Wendy, maka aku bergegas pergi mencarinya.

"Kamu mau ke mana??" tanya Tiara melihatku melangkah ke luar ruangan.

Tiba di gerbang sekolah Wendy, tidak terlihat siapa pun bahkan sekolahnya sudah cukup sepi. Sekasar apa pun sikapnya, tetap saja aku mengkhawatirkan siswa itu. Jadi aku kembali bergegas mencarinya sebelum hal yang tak pernah diinginkan terjadi. Selama berjalan di trotoar ini, aku tidak melihat seorang siswa berseragam berjalan di kawasan ini. Tapi setelah aku berjalan ke gang, aku melihat seorang siswa berambut panjang lengkap dengan atribut sekolahnya sedang membantu mendorong gerobak seorang pemulung tua. Maka aku pun mengikuti mereka sampai akhirnya mereka berhenti di sebuah persimpangan jalan.

Dan ternyata siswa itu tak lain dan tak bukan adalah Wendy. Dia terlihat sopan dan menawan dengan senyum tulus yang ia tunjukkan kepada pemulung tua itu sebelum melanjutkan perjalanannya kembali. Sikap yang ia tunjukkan barusan, benar-benar berbeda 180° dengan sikap yang selama ini ditunjukkan padaku yang tidak pernah menjaga etikanya.

Akhirnya aku bertanya-tanya "kenapa dia seperti itu??"

Yang aku lakukan saat ini hanyalah memandangnya dari jauh, di sana terlihat seorang ibu-ibu dan anaknya berjalan berlawanan dengan Wendy. ibu-ibu sedang bercanda dengan anak kecil, tiba-tiba Wendy berhenti melangkah dan hanya memperhatikan mereka yang melewatinya dengan tatapan tajam disertai wajah yang datar.

Dan aku kembali bertanya pada diriku sendiri"ada apa sebenarnya dengan dia??"

Dean menghubungiku melalui panggilan telepon, mengingat apa yang terjadi kemarin jadi aku enggan menerima panggilan darinya. Bukan apa-apa, Aku hanya ingin menjaga perasaan perempuan yang sedang mencintainya, hanya itu saja tidak lebih.

Selesai bekerja, aku mampir ke toserba terlebih dahulu untuk membeli makanan ringan dan keperluan lainnya. Dari sekian banyak toserba yang ada di negeri ini, kenapa aku harus bertemu dengan Faza'. Dengan menatap lurus ke depan, aku hanya melanjutkan berbelanja tanpa memedulikan keberadaannya sama sekali, dan untungnya pun dia bersikap demikian padaku.

Keluar dari toserba itu aku membawa dua kantung plastik yang berisi makanan serta barang-barang lainnya. Tak kuduga sebelumnya, ternyata Faza' berdiri di depan toserba dengan membawa barang belanjaan miliknya yang seakan sedang menungguku keluar. Aku berdiri kurang lebih 3 meter di hadapannya, tak ayal dia justru berjalan mendekat padaku.

"Bukan jarak antar kota yang membuat kita jauh, tapi ternyata jarak terjauh adalah antara dua orang saling bertemu tapi tak bertegur sapa. Itulah yang membuat kita seakan begitu jauh" ujar Faza' yang menatapku.

Aku hanya berdiri mematung tanpa membalas apa pun.

Lalu dia melanjutkan dengan bertanya "sebenci itukah kamu sama aku??" diiringi tatapan yang begitu menyentuhku.

Aku tak mengira kalau ia akan bertanya demikian "aku gak tahu kalau kamu salah memahami ini!" balasku lalu disambung "bukan benci yang membuatku menjauh, tapi kecewa" kemudian pergi. Sambil berjalan, aku hanya bisa menitikkan air mata.

"Nyatanya, hujan lebih baik dari pada kamu. Dia datang dan pergi dengan memberi tanda, tidak seperti kamu yang melakukan semuanya secara tiba-tiba" lanjutnya yang membuatku berhenti melangkah sejenak.

Semenjak ia hadir lagi, perasaan ini semakin tidak beraturan. Terkadang aku masih mencintainya, terkadang rasa kecewa tiba-tiba muncul kembali, dan sesekali aku bahkan merindukannya. "Aku harus gimana??" tanyaku sendiri di kamar. Sembari memikirkan Faza', ponselku berdering. Lagi-lagi panggilan masuk datang dari Dean, tanpa pikir panjang aku mengabaikannya.

🌺 Faza' Pov~

Faza' yang menyukai warna langit di kala malam yang ditemani bintang kelap-kelip serta rembulan cantik, mulai merenungkan apa yang baru saja Yuna ungkapkan pada dirinya.

"kisah kita dekat namun sejauh langit. Layaknya mata menggeliat, namun tak mampu melihat telinga. Kisah kita ada, namun tak bisa diraih. Layaknya jantung yang berdetak, namun tak mampu menggenggam tangan. Kita bahkan di bawah langit yang sama, tapi kenapa kita tak saling mengetahui??" ungkap Faza' dari hati yang terdalam.

🌹 Yuna Pov~

Sekarang aku tidak mau kehilangan kesempatan untuk menjemput Wendy di sekolahnya, sehingga aku datang lebih awal ke sekolahnya sebelum kegiatan belajar mengajar berakhir. Begitu bel pulang berbunyi, hampir semua siswa keluar dari ruangan dengan berkerumun per grupnya dan ada pula yang keluar sendiri-sendiri.

Pandangan terus fokus mencari sosok Wendy yang masih belum terlihat, yang mulanya banyak siswa dan siswi bergegas pergi meninggalkan sekolah, sekarang sudah mulai surut. Aku menjegal seseorang siswi dan bertanya apakah ia melihat Wendy atau tidak, dia memberikan jawaban yakni "Wendy?? Maaf, saya kurang tau". Tak berhenti di situ, aku kembali bertanya pada siswa lain dan untungnya ia sekelas dengan Wendy. "Hari ini Wendy gak masuk kelas" itulah jawabannya. Saat aku bertanya kenapa, temannya tak tahu menahu alasan Wendy tidak sekolah.

Panggilan masuk datang dari Tiara, maka aku pun menerima panggilan tersebut.

"Ada apa??" tanyaku via ponsel

"kamu ada di mana?? Wendy udah ada di sini!!"

"Iya, aku ke sana sekarang" tutupku kemudian segera ke kantor.

Ketika berhadapan langsung dengannya, tingkah dia benar-benar dingin. Tapi ketika aku melihatnya dari kejauhan berbeda sekali, sikap pedulinya terhadap orang lain ia tunjukkan. Mungkin aku tidak boleh terlalu keras juga dengannya, maka aku akan bertanya secara baik-baik.

"kenapa ke sininya gak sama ibu kamu??" tanyaku yang posisi sedang duduk menghadapnya.

"Dia gak bisa datang"

"Kenapa??" lanjut tanyaku yang ia abaikan.

Melihatnya menggunakan seragam sekolah, membuatku terdorong untuk bertanya.

"Kamu baru pulang sekolah??"

"Eumm" balasnya sambil menunduk yang jelas sekali berbohong.

"Kenapa hari ini kamu gak berangkat sekolah??"

Maka ia pun menatapku dengan wajah seakan berbicara 'kok dia tahu', namun tak ada ucapan yang ia lontarkan padaku.

"Dari tadi kamu pergi ke mana saja??" tanyaku kembali.

Entah karena alasan apa sehingga ia mengabaikan pendidikannya, aku tak tahu pasti. Tapi aku harus mencari tahu itu agar aku paham situasi seperti apa yang sedang ia hadapi saat ini.

Keesokannya pun sama, aku kembali ke sekolahnya di jam pulang. Kali ini bukan untuk menemui Wendy, melainkan untuk menemui Anissa yang menjadi korban. Untuk ke dua kalinya aku menjegal siswa yang sudah keluar dari gerbang sekolah dan bertanya kepada seorang murid mengenai Anissa, ia menunjuk Anissa yang baru saja keluar dari sekolah dengan teman-temannya. Aku menghampirinya dan mengobrol sebentar dengannya empat mata.

"Ada apa ya??" tanya Anissa dengan santun.

"Ternyata kamu itu bukan hanya pintar, tapi juga cantik" imbuhku yang terpikat dengan wajahnya

"Terima kasih" balasnya disertai senyuman

"Saya Yuna, pengacara yang mengambil kasus Wendy"

"Ahh,, iya"

"Karena kamu orang yang pintar, mungkin kamu bisa mempertimbangkan apa yang sudah dilakukan Wendy.."

Belum selesai bicara sudah terpotong oleh seseorang yang memanggil Annisa "ibu kamu udah dateng tuh!!" ucap siswi itu dengan teriakkan.

"Saya minta maaf, saya pergi dulu" pamit Anissa padaku.

Upayaku kali ini memang belum membuahkan, tapi siapa tau lain kali akan berujung manis. Baru hendak berangkat, aku melihat Wendy yang baru keluar gerbang sendirian. Aku pun berjalan mendekatinya, namun pemandangan tak elok terlihat jelas oleh kedua mataku. Wendy tersenggol oleh siswi lainnya hingga terjatuh, entah itu karena faktor kesengajaan atau tidak yang jelas anehnya tidak ada yang menolongnya sama sekali, terlebih banyak siswa-siswi lain yang juga berjalan melewatinya, mereka hanya sekedar melihat tanpa mengulurkan tangannya. Jelas sekali ini bukan salah satu tindakan yang patut dicontoh. Aku pun segera menuju Wendy, sekaligus mengulurkan tangan.

"Bangun!! Kenapa juga kamu duduk di jalanan??" ucapku.

Uluran tanganku ini ternyata diabaikan saja, ia berdiri sendiri tanpa bantuan dan tanpa berkata apa-apa, kemudian melanjutkan berjalan dan aku pun mengikutinya. Resah karena aku terus membuntutinya, ia pun berhenti dan membalikkan badannya.

"jangan ikuti aku!!"

Alih-alih mengikutinya, aku memberi alasan "siapa yang ikuti kamu? Aku mau ke halte bus!!" karena jalurnya yang sama. Dan setelah itu aku bergegas pergi meninggalkan dia yang masih tertegun.

Sayang sekali aku tidak bisa terus-terusan mengikutinya karena ia juga memiliki privasi yang harus dilindungi, maka dari itu aku hanya kembali ke kantor saja. Dua orang laki-laki tampan yang aku kenal sedang berdiri dengan jarak yang tidak terlalu jauh. Laki-laki yang satu terlihat sedang menghubungi seseorang, namun ternyata ponselku berbunyi tanda panggilan masuk. Ketika aku ambil ponselnya dari tas, jelas sekali nama Dean yang tertulis. Rasanya seperti buah simalakama. Ketika aku menghampiri Dean, maka kemungkinan besar Faza' akan melihatku dan menerka-nerka tentang hubunganku. Begitu pun sebaliknya, jika aku datang menghampiri Faza' maka aku harus menjelaskan banyak hal kepada Dean. Solusi di kala situasi seperti ini adalah pergi dari kedua-duanya, itulah yang aku pikirkan.

Tapi, tiba-tiba saja seorang laki-laki dengan setelan jasko yang tampak seperti pengusaha muda menghampiri Faza', keduanya mulai berjabat tangan dan terlihat sangat akrab, lalu meninggalkan tempat itu.

"Apaan itu?? Aku kira dia lagi nunggu aku!" tutur percaya diriku melihat mereka dan masih memegang ponsel yang berbunyi panggilan masuk.

Tanpa sadar , Dean sudah berada di dekatku bahkan mengagetkanku.

"Kenapa telepon dari aku gak diangkat??"

"Ini mau!!" menerima panggilan lalu menaruh ponselnya di telinga "halo??" ujarku.

Ekspresi kosong Dean terpampang setelah melihat ulah gilaku ini. Aku dan Dean memutuskan mencari tempat yang nyaman untuk mengobrol. Kami berdua duduk di bangku yang lokasinya tidak terkontak langsung dengan panasnya cuaca hari ini.

"Ada apa kamu ke sini??"

"Sengaja, abisnya akhir-akhir ini kamu susah dihubungi" balasnya. Lalu melanjutkan "kamu gak lagi menghindar dari aku kan??" dengan menatap wajahku.

"kenapa akuharus menghindar??"

"iya juga"

"Aku lagi sibuk!!" imbuhku

"oke!! Aku ngerti!!" sahutnya.

Aku membalasnya dengan senyum saja kemudian beranjak dan berpamitan untuk melanjutkan pekerjaanku kembali, namun sebelum benar-benar pergi aku meminta pada Dean "jangan terlalu sering telepon aku!!".

Ia pun turut berdiri dan bertanya "kenapa??"

"Aku ingin menjaga perasaan orang yang cinta sama kamu!!" tutupku.

Intinya aku bukan menghindar dari Dean, tapi aku ingin menjaga perasaan Hana karena wanita mana yang tidak sakit hatinya di kala pacarnya dekat dengan wanita lain sekali pun itu adalah teman terdekatnya. Aku harus tahu diri kalau aku hanya sebatas teman Dean saja.