Chereads / Dalam Luka Ku Masih Setia / Chapter 13 - “Jalan Masih Panjang”

Chapter 13 - “Jalan Masih Panjang”

🍁 Dean Pov~

Sudah 3 minggu aku terpuruk di zona ini, sekalipun Ibu bersikap seakan acuh dengan hasil yang aku peroleh. Ayah mungkin saja sudah mendengar kabar kegagalanku dari ibu, tapi ia belum memintaku untuk ikut bekerja dengannya. Dan sampai saat ini, aku masih enggan mengikuti jejak ayah bekerja di perusahaan, itu bukan berarti tak ingin menepati janji, hanya saja untuk saat ini aku belum siap.

Sekarang aku sedang menonton televisi sendirian di kamar, Diana sibuk belajar di kamarnya, ibu sibuk menyiapkan makan malam di dapur, sedangkan ayah belum pulang kerja. Ibu memanggilku turun untuk makan malam bersama-sama, kemudian aku keluar dari kamar menuju ruang makan.

Aku paling awal duduk di kursi tempat kami makan, sedangkan Diana menyusul. Kebetulan ayah yang baru pulang kerja, ikut kumpul makan bersama. Belum ada pembicaraan apa pun saat ini, setelah sudah beberapa suap kami makan masakan yang ibu sajikan, aku mulai berbicara kepada ayah.

"aku gagal seleksi tes nya"

"enggak apa-apa!" balas sang ayah "yang keterimanya kan 2:10, jadi wajar. Bukan hanya kamu yang gak lolos! Yang penting kamu sudah berusaha dan kerja keras"

Sampai saat ini ayah belum menyinggung perihal janji ku, jadi aku sendiri belum mengingatkan itu karena masih terpuruk.

Seusai makan malam, aku kembali ke kamar dan menemukan secuil kertas yang tertempel di laptop.

"Mengapa semua butuh proses? Karena disetiap proses terdapat pembelajaran. Jika dipercepat, Allah ingin kita bersyukur. Jika diperlambat, Allah ingin kita bersabar. Himnae Uri Oppa!! Semangat!! Keep Fighting!!" tertulis dalam catatan kecil yang ditempelkan oleh sang adik.

Di balik sikap nyebelinnya Diana, ternyata masih ada secuil kepedulian terhadapku. Ia menulis itu agar aku tidak terlalu larut dalam kekecewaan.

Seseorang mengetuk pintu kamarku dari luar, kemudian orang itu membuka pintu yang tak aku kunci, ia masuk kamarku.

"Dean!" panggilnya dengan halus

Aku menoleh ke arah pintu, ternyata yang datang adalah ibu. Posisiku sedang duduk di depan meja tempat laptop diletakkan dengan memegang selembar sticky note yang ditulis Diana.

"kamu lagi apa??" tanya ibu berjalan mendekatku

"enggak lagi ngapa-ngapain. Ada apa??"

"kamu masih kecewa??" ucap ibu yang berada di samping kiri ku.

"euh, aku kecewa pada diriku sendiri" balasanku pada ibu sembari menunduk.

Ibu memelukku dengan tubuh hangatnya, ia mengusap punggungku dengan tangan mungilnya "nak, jangan berlarut-larut dalam kesedihan. Kecewalah sewajarnya, bersedihlah secukupnya. Kemudian bangkitlah, Lalu mulai lagi semuanya seakan tidak pernah terjadi apa-apa".

"sederhananya, jalani kehidupan yang sesuai dengan kemampuan kamu, jangan lakukan yang di luar dari kemampuan diri kita sendiri. Ibu tahu Kamu sudah bekerja keras, dan kamu akan menemukan pilihan terbaik!" tutupnya.

Ucapan yang begitu mendalam untukku, karena sebelumnya ibu bersikap seakan acuh padahal diantara yang lain ia justru yang lebih mengkhawatirkan keadaanku, dia yang paling mengerti apa yang sedang aku alami, karena dia adalah seorang ibu. Semua orang yang berada di sekelilingku menginginkan aku bangkit dari keterpurukan.

Aku berjalan sendiri di kegelapan malam untuk mencari udara segar dengan mengenakan hoodie serta trening. Yuna muncul di depanku entah dari mana asalnya aku tak tahu.

"kamu mau ke mana??" tanya Yuna

Aku tak menjawabnya, dan terus melanjutkan perjalanan. Yuna mengikutiku, dia berada di samping kananku mengikuti ketukan langkahku.

"kamu udah makan?" tanya dia

Aku masih tak menggubrisnya, dan terus melangkah sedangkan Yuna berhenti mengikuti ku.

"kamu mau selamanya kayak gini??" teriak dia di belakangku yang menghentikan langkah kaki ku.

Yuna mendekat, lalu berdiri di depan ku. Seraya berucap "jalan kamu masih panjang! Menyudahi atau melanjutkan? Berhenti atau tetap berjalan? Diam di tempat atau terus bergerak?..... Pilihanmu, itu penentu. Sudah itu saja. Sekali lagi, jalan kamu masih panjang. Dunia gak akan berakhir dengan kekecewaan yang kamu rasa" Seusai mengatakan itu, dia pergi.

Ketika di kamar memandang langit-langit, aku terus terpikirkan apa yang diucapkan Yuna "Dunia tidak akan berakhir dengan kekecewaanku. Jalanku masih panjang!!" gumamku.

Kini Sudah saatnya bangkit dalam keterpurukan. Aku harus menjadi orang yang bermental baja dengan cara, tidak menyerah setelah gagal, tidak iri pada kesuksesan orang lain, tidak tinggal di masa lalu, tidak takut mengambil risiko dan tidak takut melakukan sesuatu sendirian. Dengan begitu aku mampu menjadi orang kuat.

Dengan memanfaatkan internet, aku mencari informasi perihal lowongan pekerjaan di firma hukum. Ada beberapa nama firma hukum yang membutuhkan lowongan, dan aku mencatat setiap nomor teleponnya untuk dihubungi. Sedikitnya aku mencatat 13 nomor telepon kantor firma hukum yang berbeda.

Secara bergiliran aku meneleponnya.

"halo" ucapku melalui ponsel

"halo, selamat siang! Ada yang bisa kami bantu??" tanya si wanita dari salah satu firma hukum

"saya lihat di informasi lowongan pekerjaan, apa benar di kantor ibu sedang ada perekrutan karyawan?"

"mohon maaf, tapi saat ini bagian tersebut sudah terisi"

Mungkin bukan rezeki ku bekerja di sana. tak berhenti di sini, aku kembali menelepon nomor yang lain. Satu persatu ku telepon, namun sayangnya semua firma hukum itu sudah mengisi bagian advokat yang kosong.

Aku kembali mencari tahu lowongan pekerjaan lewat teman satu kampus ku dulu, namun bukan Heru, Vian, maupun Geraldi. Dia bernama Bambam, dia adalah lulusan terbaik di kampusku, saat ini ia bekerja di salah satu firma hukum yang lumayan terkenal.

Tanpa malu-malu, aku meneleponnya.

"Bam??"

"apaan?? Kemana aja lo??" balas nya.

"ada aja nih. maaf nih ganggu!"

"santai aja bro! Ada apa ya??" tanya Bambam

"gini bro, gua sekarang kan udah keluar dari firma hukum sebelumnya, terus nyari firma hukum yang baru. ngomong-ngomong, di tempat lo ada lowongan gak??"

"kalau untuk saat ini sih belum ada, tapi gak tau kalau nanti. Dan kalau pun ada pasti gua kabarin deh!!" tutup dia.

Zaman sekarang cari kerja memang tidak mudah, jadi menyesal dulu pernah ngundurin diri tanpa berpikir panjang. Sekarang baru terasa betapa susahnya mendapatkan sebuah pekerjaan tanpa harus nepotisme.

Sudah saatnya menjalani kehidupan seperti sebelumnya, untuk pagi ini, pakaian yang aku kenakan sudah rapi, tapi bukan untuk mencari pekerjaan melainkan untuk menemui Yuna di kantornya. Ada yang ingin aku ungkapkan padanya dari mulai perihal putusnya aku dengan Hana, serta mencari informasi perihal firma hukum.

Aku mengetuk pintu ruangan kerja Yuna, kemudian masuk. Kantor yang aku harapkan menjadi ruangan kerjaku, ternyata masih belum tercapai.

"Dean?" ujar Febri dengan ekspresi kaget

Di ruangan ini ada Tiara, Febri dan Yuna. Mereka terlihat kaget dengan kedatanganku, aku memaksakan untuk tersenyum di depan mereka, seolah menunjukkan bahwa aku baik-baik saja.

"duduk! Duduk!!" suruh Tiara padaku

Aku duduk di kursi tamu ruangan ini, mereka bertiga turut duduk dengan mata tajam yang menatapku. Terasa canggung jikalau begini, untuk itu aku mengatakan "aku sekarang baik-baik saja" diikuti dengan senyuman.

"ada apa datang ke sini??" tanya Yuna

"kenapa? Gak boleh?"

"bukan gitu. Aneh aja, kamu gak ngabarin aku dulu" ujar Yuna.

Tiara dan Febri terus menatap seakan banyak pertanyaan di kepalanya, namun tak mampu untuk diungkapkan.

"ada yang ingin kalian tanyakan padaku?" ujarku kepada mereka berdua.

"heuh?? Enggak!!" pungkas Febri, "kamu??" tanyanya kepada Tiara.

"aku??" imbuh Tiara yang dibingungkan pertanyaanku.

"kalau gak ada ya udah!!" balasku dengan santai

Tiara seketika langsung berucap "kamu, beneran baik-baik aja kan??"

"sekarang aku baik-baik aja" balasku. "ohh, kalau kalian punya temen yang butuh advokat di firma hukum, kabari aku ya!!"

"ohh oke" saut keduanya.

Tetiba panggilan masuk telepon kantor datang entah dari siapa, Tiara segera berdiri untuk menjawab panggilan itu karena merupakan salah satu tugasnya.

"halo? Ada yang bisa kami bantu??" ucap Tiara setelah mengangkat telepon ke telinganya

"iya, iya!!" tutup Tiara di telepon.

"ada apa??" tanya Yuna

"Febri, kamu di suruh ke lapas!!"

"kenapa??" tanya Febri

"klien kamu bikin onar!" balas Tiara

"augghhh" ucap Febri yang mulai kesal.

Setiap orang memiliki persoalan masing-masing yang tak harus diketahui oleh semuanya. Aku pun demikian, tapi kepada Yuna, aku ingin dia tahu semua tentangku. Dia memang bukan pacarku, tapi aku selalu ingin dia ada untukku, Dia itu bagaikan bintang untukku yang selalu menerangi bulan.