Chereads / Mengambil kembali cintanya / Chapter 6 - 0.5 Before you go: Gibran

Chapter 6 - 0.5 Before you go: Gibran

Ah... gue dan teman-teman gue duduk berhadapan di basecamp kami, yaitu apartemen gue. Gue sengaja memanggil mereka untuk mencari tau siapa lelaki brengsek yang berani mendekati perempuan Nugraha ini. Padahal gue sudah mengibarkan bendera perang jikalau ada dari beberap lelaki tidak tau diri mendekati Ara gue.

"Ini kalau cowok sepertinya punya kedudukan yang kuat, sebab gue coba cari profil lengkap dengan nyuri data. Itu cuma dapet baiknya doank. Nggak ada tinta hitam dalam kertas putih, tapi ini memicu adrenalin gue untuk mengasah lagi-hehe"Si Keanu dengan tampang muka ngeri bikin mual.

"Nggak nyangka, siapa yang meninggalkan siapa. Jangan pangkas jodoh orang weh. Kalau emang mantan lu mau menikah doakan, bukan malah mengancam mempelai prianya, sarap lo!!" Ujar Farhan, teman paling bener dianatar empat teman gue. Dia yang hidupnya paling lurus kaya jalan tol yang mulus.

"Ini kekanakan banget memang, memasukkan obat diare kedalam minuman cowok yang melamar cewek yang udah bukan siapa-siapanya lo. Tapi sayang, emang Daniel ini bukan orang biasa, soalnya pihak restoran sama sekali nggak mau disogok walau akan gue back up kalau terjadi hal fatal." Jelas Dennis yang gue suruh buat Daniel si om-om girang ini dibikin malu dihadapan Aranya gue.

Gue mengenal Daniel ketika rapat direksi ketika itu untuk memilih kandidat menduduki jabatan papa yang akan pensiun dini, abang gue tentu saja dia menolak. Dia juga sama seperti gue, membangun usaha sendiri. Namun sayang walau tampan dan sukses banag gue ini menggantung hati satu orang yang dulu dia inginkan ketika dirawut.

Gue beritahu, nenek gue adalah orang jawa asli keturunan dieng. Dan ketik abang gue lahir rambutnya gimbal alami yang dianggap orang jawa di daerah nenek sebagai anak bajang. Terus jikalau anak-anak bajang disana ingin potong rambut mereka perlu melakukan adat istiadat rawut untuk pembersihan dari para anak bajang ini.

Dan sebelum rambut mereka di potong, keluarga perlu menuruti keinginan anak bajang tersebut. Dan bocah tujuh tahun yaitu abang gue meminta seorang wanita yang waktu itu masih bocah enam tahun, teman dekat abang yang sampai sekarang menjadi tunangan yang tidak dianggap.

Singkat cerita ketika abang sudah berkecimpung didunia malam dan kuliah diluar negeri, abang banyak menemukan bunga segar yang sangat ia sukai dan membenci ikatan. Dari situ ia menolak dinikahkan dan papa mengancam akan menarik semua saham milik abang dan dicoret dari kartu keluarga. Itu makannya abang berambisi untuk membuat perusahaan sendiri, dari restoran, budidaya sampai sekarang abang memiliki gedung mall dan jabatan yang hampir sama seperti papa.

Dan begitulah yang akhirnya. Gue tidak ingin ikut campur urusan abang yang rumit, sekarang saja gue sudah pusing.Baiklah kembali pada realita.

"Lah anjir, liat orangnya aja gue udah insecure. Udahlah lu kalah no debat lagi sama pak Daniel ini bruh, dekengannya aja nggak main-main. Apalah lu yang cuma remahan kulit kuaci." Dengan itu Keanu yang tengah memakan kuaci melempar kulitnya kearah gue.

"Dan kabar baiknya Daniel seperti sengaja memesan ruangan VIP di restoran milik keluarga gue, mereka bakal datang pukul empat nanti sore."

"Okeh, Keanu. Gue butuh penyadap."

"JANGAN MAIN-MAIN!!!" Serentak ketiga teman gue memaki.

.

.

.

Pada akhirnya disinilah gue. Menunggui Della yang ternyata sudah dibawa oleh mamah dan membatalkan niat gue untuk menyadap. Gue yang mendengar mama panik saat ditelepon menangis mengatakan jika Della jatuh terpeleset dikamar mandi akibat sabun cair yang entah bagaimana tidak dibersihkan oleh pembantu.

Air ketuban Della pecah dan mengakibatkan kepanikan besar dirumah gue, benar-benar diluar prediksi karena ini sama saja kelahiran prematur. Apalagi kandungan belum genap sembilan bulan. Karena tulang ekor yang jatuh lebih dulu maka tidak memungkinkan bagi Della untuk melahirkan secara normal, sial.

Demi tuhan gue sangat khawatir, sebab mama juga bilang ada bercak darah di celana dalam Della ketika mama menyuruh Della melepas celana dalamnya di perjalanan. Gue nggak tau, menghawatirkan pertemuan Ara dengan Daniel atau Della yang tengah berjuang melahirkan.

Gue hanya dapat duduk termenung dikursi tunggu ruang operasi. Ada ruangan tunggu dan gue duduk bersama mama yang menyndarkan kepala dipundak gue, mama terlihat lelah dan masih dalam kubangan syok berat. Karena mama menyaksikan sendiri bagaimana jatuhnya Della dikamar mandi.

.

.

.

Gue merasa kosong, ada yang hilang tapi bukan barang. Gue menatap tidak percaya dua bayi merah yang tengah tidur menutup mata ini baru beberapa jam sudah kembali pada pencipta tanpa bisa gue cegah. Della masih tidur akibat trauma syok jatuh masih ada. Tadi gue baru saja menggendong salah satunya, walau begitu gue tetap melakukan tes DNA pada kedua anak gue ini. Untuk meyakinkan jika keduanya memang anak gue dan entah bagaimana sisi diri gue yang lain mensyukuri kematian kedua bayi murni ini.

Dengan itu, tidak akan ada penghalang bagi gue untuk mengejar Faras kembali dan meninggalkan Della. Gue menngok untuk melihat kearah Farhan yang menatap gue tanpa bisa gue baca raut wajahnya.

"Kedua anak lo perlu di mandikan sebelum dikebumikan."

Gue mengangguk dan pergi dari ruangan khusus memandikan jenazah rumah sakit.

.

.

.

.

Lu tau, bagaimana perasaan seorang ibu ketika kehilangan anak yang baru dilahirkannya. Sangat terpukul dan tidak percaya, apalagi jika si bayi sangat dinanti segera lahir kedunia. Kebanyakan seperti itu walau tidak menutup kemungkinan malah banyak yang sengaja meluruhkan janin dan membunhnya setelah lahir.

Semua punya alasan yang bisa diterima akal maupun yang tidak dapat dimengerti. Kenapa?.

Dan untuk yang kedua mungkin itu sama seperti Della yang terlihat biasa saja, seakan tidak ada bayi yang baru saja di keluarkan dari dalam perutnya. Dan karena gue tidak begitu peduli dan merasa bersyukur tidak gue tanyakan raut wajah yang terlihat lega itu.

"Hei... mau aku potongkan buah?."

Bertanya basa basi diruang rawat inap VIP yang hanya diisi oleh Della dan gue juga sofa dan beberapa perabotan seperti televisi, lemari pendingin dan lemari baju yang ckup besar untuk menaruh baju menginap.

"Em... bisa tolong kupaskan."

Dalam diam kami menapaki pikiran masing-masing tanpa membuka suara, gue kupas dan taruh dipiring yang kini buahnya sudah masuk kedalam mulut. Tapi entah kenapa ini semua malah membebani gue dan mengeluarkannya sambil menatap wajah Della.

"Apa kamu sedih dengan kepergian si kembar?."

Dan dengan itu, wajahnya yang tadi hanya datar-datar saja memerah menahan tangis. Emosi itu keluar hebat sampai tubuh Della bergetar tidak karuan. Gue terkejut dan segera mengambil tubuhnya untuk gue peluk. Sial, seharusnya gue sadar kalau perempuan selalu memendam kesedihannya tentang kehilangan agar tidak terlihat rapuh.

Padahal ada ombak dasyat dalam ketenangannya yang siap melahap pemiliknya.