Gibran mencium aku di depan banyak orang, semakin menambah perhatian orang kepada kami berdua. Tapi aku tidak dapat menolaknya.
Gibran itu baik dalam berciuman, mungkin hal ini yang dulu dirasakan Della lebih dulu dari aku. Sekarang akulah ynag mendapatkan rasa di puja dan diinginkan oleh Gibran. Aku bangga akan perubahan yang aku lakukan sekarang, merasa bebas dan tidak terkekang akan belenggu rasa sakit itu lagi.
Seakan aku dapat mengenggam semua orang untuk memuja dan patuh padaku, aku suka perasaan ini.
Hal baru bagiku yang dulu adalah seorang yang apatis.
Gibran kemudian melepaskan ciumannya pada bibirku dan terkekeh karena wajahku merona karenanya, sial. Dengan sadar aku merapatkan diri padanya untuk menyembunyikan kepulan warna semu pada kedua pipiku.
"Kamu bisa malu juga?,"
"..."
Kemudian aku mendengar suara Gibran tertawa, menutupi suara orang-orang yang membicarakan kami. Aku tidak peduli, karena bersama Gibran semua terasa aman.