Gue menceritakan perihal seminggu yang lalu kepada Salma, Abiandra dan Farrel. Dan ketiganya terdiam. Gue nggak bisa membaca raut wajah mereka yang diam berpikir sampai gue melihat Farrel menggebrak meja cafe, mengambil atensi banyak orang dan berucap keras melupakan kalau kita berempat sedang ada dicafe.
"Sumpah! Orang tua lu kolot banget, jangan bilang ini akal-akalan dibalik kata di jodohkan?!! Dan siapa cowok yang berani ngelamar lo anjing!! Nggak rela gue kalau lo di ambil dari sisi kita, udah kebayang gimana kalau lu nikah nanti. Gue pastiin bakalan susah buat kita ketemu dan diskusi asik!"
Segera gue bungkam mulut Jeamin yang murka dengan kedua tangan gue.
"Ssstt...Jangan tereak-tereak napa sih?."
Farrel mendahului dengan makian kasar. Iya, gue juga nggak tau Rel. Siapa cowok yang mau ngelamar gue sedangkan gue masih semester enam dan baru saja berumur dua puluh tiga tahun. Gue termasuk jajaran anak yang Gap year setelah lulus sekolah menengah keatas tidak langsung kuliah. Bertepatan dengan hari terakhir gue berhubungan dengan dua manusia bangsat.
"Gila!! Berarti temen gue yang satu ini laku banget, bre! Ampe udah ada yang berani dateng ngelamar lo. Nggak rela banget—huwaaaa..." Salma menangis drama sambil memeluk leher gue yang segera gue toyor kepalanya.
Gue nggak suka ya di gituin, nggak suka banget. Di peluk apalagi dilendotin temen cewek atau cowok, yang sandar-sandar ke gue. Nggak suka banget titik nggak pake koma apalagi tanda kutip. Dia tau tapi sengaja lakuin, tau gue mendengus Salma tertawa bahagia berurai air mata sampai gue terkejut memekik.
"Kok lu malah nangis sih, Salma?"
"Bersedih dia, teman satu super julidan bakalan sold out duluan. Gue masih nggak menyangka sih, anak rumahan kek lo. Yang banyaknya berdiam diri kalau nggak kita datengin dan ajak main. Udah jadi ikan dendeng kering keknya di dalam rumah." Timpal Abiandra.
"Tapi..." Gue melihat Farrel mulai sewot dan mengusap kepala emosi.
"Tapi-tapi apaan!!. Makannya cari cewek sana biar jangan sendirian mulu kek kiper bola, biar bisa move on dari Ara-Huhuhuuu" Timpal Salma yang kesal melihat tingkah Farrel dan menangis haru biru sampai suara tarikan ingusnya terdengar nyaring dan gue meringis melihatnya.
"Lu kenapa sih, buriq. Dari tadi nggak ada mau diemnya udah kek cacing kepanasan." Abiandra ikut menimpali sambil memukul kepala Farrel.
"Ahk!! Gue beneran nggak rela dah kalau sampe lu nerima lamaran cowok babi ini. Nanti gimana gue, Ara? Nasib hati gue yang bakalan potek liat sahabat sekaligus Cinta pertama gue nikah! Sialan banget!! Siapa sih cowoknya. Pen gue hajar!." Farrel yang sedari tadi memaki kasar kembali melanjutkan ucapannya.
Wajahnya terlihat suram, apalagi alma sekarang dia malah makin menangis lebay. Nggak ngerti gue, kok nyesek gitu rasanya. Gue tau Salma benar-benar menangis bersamaan dengan candaan agar dia tidak terlihat menyedihkan banget. Gue bakalan mengurangi waktu buat ketemu mereka kalau sampai gue menerima lamaran pria-yang-entah-siapa-ini.
"Iya, gue juga bingung dan nggak tau harus menerima atau menolak, makannya gue cerita ke kalian biar dapet jawaban. Tapi di lihat-lihat malah pro biar gue menolak lamarannya." Gue tersenyum bimbang menatap ketiga kawan super mainan gue.
"Tapi kan jodoh nggak boleh ditolak kalau udah ada di depan mata, Ara. Walau gue nggak ikhlas-huhuhuhu"Balas Salma.
"Kalau gue nih, lu bilang ke orang tua lu buat di kenalkan dulu siapa ini cowok yang ngelamar lu. Seenggaknya lu tau paras dan sifatnya kaya gimana, jangan asal menerima karena keinginan orang tua lu, apalagi dia teman partner bisnis bokap lu kan. Diskusikan dulu, buat orang tua lu paham. Sebab yang bakalan menjalani pernikahannya itu ya lo sendiri, nanti yang bakalan sakit dan senangnya juga lu, bukan bokap nyokapkan?"
Gue menyimak masukan dari Abiandra si anak orang tajir melintir dan terkaya se-Asia yang kini mendapatkan toyoran dari Farrel yang mulai tidak setuju.
"Apaan lu nggak bisa begitu-"
Abiandra segera menyela sembari menutup mulut Jeamin yang akan bersuara lagi.
"Lu nggak usah mengindahkan kedua manusia di kanan kiri gue ini yang mendramatisi, hidup ada di tangan lo. Lo boleh mendengarkan pendapat kita tapi lu juga berhak menolak pendapat kita, nggak perlu menuruti. Jadi gimana, sudah menemukan jawabannya.?"
Gue menggeleng, lebih tepatnya menggeleng tidak tau. Tidak paham dan nggak mau tau. Ribet kalau di pahami, gue belum tau keinginan gue kedepannya gimana semisalkan gue menikah. Gue masih ingin seperti ini. Tidak di ribetkan dengan banyak hal setelah menikah.
"Oke, kalau begitu gue akan cari tau seluk buluk cowok ini. Dan besok gue akan infokan lagi ke lu."
"Nah, begitu baru benar. Nanti gue minta kontaknya untuk gue ajak ketemu dan adu tanding ketangkasan-Angjimk!! ngapa sih mukul kepala gue mulu, lama-lama geser otak gue."Ucap Farrel sewot karena kepalanya lagi-lagi di pukul tidak hanya oleh Abiandra tapi juga Salma yang sedari tadi meratap sedih tidak jelas.
"Oke, kita ketemuan dirumah Ara besok jam dua siang."
.
.
"Jadi, namanya Daniel Kang. Dia cucu sekaligus anak emas dari pembisnis di korea, dia disini karena jabatan dia sebagai CEO diperusahaan ponsel yang letaknya ada dinegara kita menggantikan pamannya. Dia yang pernah mengisi seminar difakultas Ekonomi dan manajemen dua tahun lalu pas kita baru jadi maba. Termasuk pemilik saham terbesar kedua setelah ayahnya pada maskapai Korean Air."Jelas Abiandra sambil menatap gue.
"Dan gimana bisa orang sesukses dan seluar biasa itu bisa mengenal teman kita yang kuper ini?"suara Salma yang kebingungan dengan menunjuk wajah gue yang gue tatap sinis.
Dan di angguki oleh keempatnya setuju.
"Gue nggak se-kuper itu ya!."Kesal gue.
"Nah, ternyata ini emang perjodohan antara lo dan Daniel Kang, orang tuanya melamar lo setelah cukup sering bertemu untuk urusan bisnis. Mereka merencanakan untuk menjodohkan lo tapi bagaimana caranya agar tidak terlihat tittle perjodohannya, makannya mereka menawarkan pada Daniel Kang untuk mengenal lo lebih dulu untuk bertemu langsung—,"
"Dan itu ketika dia tiba-tiba aja Daniel Kang yang super sibuk ini menerima undangan kampus kita untuk mengisi seminar tentang bisnis."Serobot Farrel menduga.
"Dan waktu seminar, pak Daniel lebih sering nunjuk orang yang duduk di depan Ara dan dibelakangnya. Dan terakhir nunjuk Ara untuk menjawab pertanyaan yang emang dikuasai oleh Ara kita."Ungkap Salma lagi.
"Betul, itu sangat bisa jadi memang disengaja, dan kayanya. Orang tua lu menunggu lo membatalkan pertunangan lo dengan Gibran karena sudah tau gimana busuknya itu bajingan, dan sengaja menunggu. Seperti itu sih asumsi gue yang bisa jadi tepat."
Tapi itu memang benar, orang tua gue seakan tau dan tidak begitu kaget ketika gue berkata kalau gue batal menikah pun mengembalikan cincin pertunangan gue dengan Gibran. Juga tentang paket yang sering datang kerumah tanpa ada nama pengirimnya, yang dikata mamah dari penggemar rahasia. Dan gue nggak pernah cerita tentang paket ini kepada ketiga teman gue. Oh, dengan si bajingan Gibran gue sudah ceritakan tapi mungkin waktu itu dia sudah selingkuh dan tidak peduli tentang perkara ini dan fine-fine saja.
Dan praduga ini malah semakin membenarkan spekulasi gue akan andil orang tua gue dengan hubungan asmara gue.
"Sial. Apa barang-barang branded dan ponsel ini kiriman dari pak Daniel?."
"Hah?"Kontan ketiga teman gue menatap bertanya tidak paham.
"Apa nama merk hp perusahaan keluarga Oh ini?"
"Ya barang elektronik buatan korea paling banyak digunakan anak muda jaman sekarang apa? 'Samsullah', apa lagi."
Dan mengalirlah cerita gue yang selama ini hanya gue simpan sendiri, tentang paket yang datang tiap seminggu sekali di akhir pekan dengan surat singkat yang terkadang barangnya sangat tidak masuk akal. Sebab barang atau makanan yang datang adalah sesuatu yang sedang dia inginkan saat itu dan dari merk dan nama restoran terkenal mahal. Dan ketika itu dia selalu mengeluh kepada mamahnya ingin membeli ini dan itu kemudian mengira jika barang itu memang pemberian mamah yang tidak pernah mengakui itu dari beliau.
"Okeh, jadi bisa disimpulkan kembali kalau ini memang sudah terencana dan lu harus bertemu langsung dengan Daniel Kang segera untuk konfirmasi tentang semua barang itu." Abiandra buka suara lebih dulu selesai gue bercerita.
"Pantes ya, bre. Lu kadang tiba-tiba suka bagi lipstik, tas, buku novel the series yang mehong ama gue, jangan bilang itu juga dari paket kiriman yang-entah-kemungkinan-dari-pak Daniel?."
Gue mengangguk meringis tapi berbeda dengan Salma yang tertawa senang.
"Oh my ghost. Sosweet nyaa, gue juga pengen donk dapet laki kek begitu. Langka banget!. Sering-seringlah pak Daniel, biar w kecipratan."
"Halah, ngayal mulu kaya Nobita lu!."
Farrel berucap sambil menoyor kepala Salma yang langsung 'ripuh' sebab poni katulistiwa anti badainya rusak karena tangan kasar Farrel kalau mukul kepala nggak pernah main-main, bikin akal mental otakpun bergoyang.
.
.
.
Gue datangi ayah gue dan ibu yang selalu ngintilin ayah kemanapun kerjaan berada, ayah memang pembisnis yang suka bepergian sibuk tidak seperti gue yang di sok sibukkan. Nggak bisa lepas dari ibu, dan selalu memonopoli ibu agar selalu ikut kemanapun pekerjaan ayah mengharuskan hengkang dari rumah.
Gue duduk di kursi empuk dihadapan meja kebesaran ayah di kantornya dan memulai mengawali obrolan dengan basa basi sebelum basi.
"Tentang lamaran..."
"Kamu terima ka?."
"Bukan!! Maksudku, boleh aku ketemu sama laki-laki yang ngelamar aku lebih dulu. Baru aku pikirin untuk menerimanya atau tidak"
'Walau kayanya, kalau gue menolak nggak akan mempan. Ya wong ini kan tittle sebenarnya dijodohkan'
"Oh, kira ayah kamu mau langsung terima. Jadi minggu depan udah bisa langsung nikah."
"Eh!! Cepet amat yah? udah kaya ngejar kereta api aja, kambing juga kalah cepat kawinnya sama aku." Sindir gue pada ayah yang hanya membenarkan kacamatanya.
"Yakan, lebih cepat lebih baik. Anak ayah bukan kambing, jadi jangan samain diri kamu sama hewan nggak pernah mandi itu. Ini kambing mana yang wangi minyak wanginya se-soft ini sampe hidung ayah aja insecure nyiumnya." Sindir balik ayah gue sama minyak wangi yang gue pakai hari ini.
Segera gue mencium badan gue yang memang kayaknya gue terlalu banyak menggunakan minyak wangi. Gue alihkan pembicaraan dengan menanyakan mamah yang tidak terlihat batang hidungnya.
"Mamah mana yah?."
"Di kamar,"
"Ayah apain mamah, sampe siang belum bangun. Mamahkan paling rajin tuh bangun pagi." Gue jawab sinis sambil menatap pintu kamar khusus berisitirahat yang tersedia dikantor ayah.
"Cape, abis ayah ajak olahraga subuh tadi."
"Astaga dragon, ayah solimi banget!. Ayah udah lima puluh masih aja berproduksi aktif, nggak kasian apa sama mamah."
"Kamu mau punya adik, makannya baru diajak sebentar mamahmu sudah cape. Biasanya juga enggak kok."
Kontan gue langsung mengaga dan berdiri terkejut dengan kabar yang baru ayah beberkan.
"Loh kok hamil?!. mamah kan udah 43 masa hamil, kasian atuh ayah. Jahat banget buntingin mamah yang rawan buat hamil!! Issh!!"
Gue segera hengkang kedalam kamar untuk melihat keadaan mamah. Sumpah gue nggak nyangka bakalan punya adek yang akan jauh banget umurnya sama gue. Mamah sudah terkena vonis tidak bisa hamil dan ini adalah kabar mengejutkan kalau mamah tiba-tiba aja hamil di umur yang sudah rawan.
Oke, mari kita jauhkan ayah dari mamah agar jangan terus mencampuri mamah disaat sedang hamil. Ayah gue yang sudah berumur itu memang tidak pernah kendor untuk mengawini mamah yang cantik dan lemah lembut ini. Sudah kaya kucing di kasih daging, main sikat aja tanpa jeda. Vitalitas ayah gue perlu diacungi jempol walau umur sudah 50 tahun akhirnya berhasil membuahi mamah gue yang pernah divonis tidak dapat hamil.
Dan lupakan dulu tentang Daniel Kang, sebab mamah gue dan calon adik gue lebih penting buat sekarang.