Chereads / Konsekuensi / Chapter 47 - Hak Harta Warisan

Chapter 47 - Hak Harta Warisan

"Apa? Bunuh? Apa kau sudah gila?" ujar Juliet.

"Kau harus memikirkannya, kau tidak punya pilihan lain untuk menang darinya."

"Tidak, aku tidak akan melakukan hal seperti itu! Lagi pula setiap manusia tidak punya hak untuk mengakhiri hidup manusia lainnya."

"Tapi kau punya hak untuk mengakhiri hidup Nesha. Dia sudah merenggut kebahagiaanmu, kau pantas membunuhnya."

"Maaf, Raya, aku meminta melakukan pertemuan ini untuk mencurahkan isi hatiku kepadamu, bukan untuk meminta saran apa pun. Aku permisi." Juliet kemudian bangkit dari duduknya dan berniat untuk pergi meninggalkan Raya yang dianggapnya gila.

"Sekarang aku mengerti kenapa Romeo mengatakan kalau kau itu idiot. Kau harus sadar, Juliet, kau itu bodoh," ucap Raya ketika Juliet berdiri tepat di sampingnya karena pintu berada di belakangnya.

"Aku bersyukur, meskipun aku bodoh, setidaknya aku tidak gila sepertimu," balas Juliet.

Raya tampak geram seketika. Juliet kemudian pergi.

"Kau akan menyesalinya, Juliet, akan kubuat kau sangat menyesalinya," gumam Raya.

Zhani memilih kamar Jhana sebagai tempat yang digunakannya untuk menceritakan segalanya pada Kevlar, karena bocah itu merasa tempat itu aman.

"Kenapa kau membawaku ke kamar Karin? Tidak sopan memasuki kamar orang tanpa seizin dari pemiliknya," tanya Kevlar pada Zhani.

"Karena ini adalah kamar ibuku," jawab Zhani.

"Apa?"

"Ok, aku akan menceritakan hal yang kutahu sekarang."

"Katakan padaku." Kevlar lalu duduk di atas ranjang Jhana, di ikuti oleh Zhani.

"Aku tidak terlalu mengerti apa yang sebenarnya yang terjadi, tapi yang kutahu, ibu itu anaknya Nyonya Zemira dan Tuan Farzin, lalu Arka itu saudaraku, dan ibu memalsukan namanya demi bisa bekerja disini, ibu juga membuat penampilannya berbeda agar tidak dikenali, dan kami anak-anaknya harus tetap merahasiakan hal itu, itu saja."

"Jadi Karin itu sebenarnya ibumu?"

"Ya, dan nama asli ibuku adalah Jhana, bukan Karin."

"Kenapa ibumu melakukan hal itu?"

"Hal yang mana?"

"Kenapa ibumu menghilang beberapa waktu yang lalu?"

"Entahlah, aku tidak mengerti tentang hal itu, bagiku itu sulit untuk dipahami."

"Lalu kenapa ibumu bekerja disini dan memalsukan namanya demi bisa bekerja disini?"

"Tentu saja untuk mendapatkan uang."

"Aku tahu itu, tapi, pasti ada alasan lain."

"Aku tidak tahu, padahal ibu sebelumnya bekerja di rumah makan Populer."

"Apa ibumu menyuruhmu untuk merahasiakan semua itu?"

"Iya."

"Kenapa?"

"Entahlah."

'Anak ini ..., ingin sekali kuremukkan seluruh tubuhnya! Kenapa jawabannya selalu 'tidak tahu'?!' batin Kevlar.

Tiba-tiba pintu kamar tersebur terbuka dan muncul lah sosok Jhana yang menjadi pemilik kamar itu sekarang. Wanita itu kontan saja terkejut dengan kehadiran Kevlar dan Zhani di kamarnya.

"Apa yang kalian lakukan disini?!" tanya Jhana.

"Ibu bilang kan aku, kak Fina dan kak Mona boleh memakai kamar ini semau kami," ujar Zhani.

"Ibu?" Jhana berusaha untuk membuat Kevlar tidak berpikir hal-hal yang mengarah ke rahasianya itu karena Zhani dianggapnya telah keceplosan lagi.

"Semuanya sudah ku ketahui, jangan menutupinya lagi," ucap Kevlar.

"Apa yang Anda ketahui?" Jhana bertanya.

"Fakta bahwa kau adalah ibu dari Mona, Fina dan Zhani."

"Apa?!" Jelas sekali kalau Jhana terkejut, terlihat dari raut wajahnya.

"Aku memberitahu segalanya pada paman Kevlar. Tidak apa, dia bisa menjaga rahasia, paman Kevlar itu orang yang baik, aku tahu itu, ibu," kata Zhani.

Jhana tidak bisa berkata-kata sekarang. Putranya terlalu polos. Putranya telah dibohongi dengan mudah diusianya yang masih kecil. Jhana tidak bisa marah pada bocah itu, sebab selain karena hal itu tidak memungkinkan dilakukannya karena kehadiran Kevlar, ia sebenarnya tidak memiliki hak untuk memarahi Zhani dalam permasalahan ini, jika ada yang harus disalahkan maka harusnya dirinya lah yang disalahlan.

Dari awal, seharusnya Jhana merahasiakan segalanya juga dari Zhani, tapi tampaknya hal itu tidak mungkin untuk dilakukan. Keadaan menjadi serba salah sekarang, dan tidak ada yang bisa disalahkan, sehingga Jhana pun hanya bisa menatap tajam Kevlar, begitu pula sebaliknya.

"Zhani, bisakah kau keluar sayang? Bergabunglah dengan kak Mona di kamar kak Tantri, tinggalkan ibu dan paman Kevlar disini," pinta Jhana.

"Kenapa? Apa aku menganggu? Apa ibu ... marah?" tanya Zhani.

"Tidak, nak, ibu tidak marah, ibu hanya ingin menyelesaikan penjelasanmu pada paman Kevlar."

"Sungguh? Ibu tidak marah?! Tapi kan, ini rahasia."

"Jika kau bilang dia adalah orang baik, ibu percaya, dan dia adalah orang yang tepat untuk mengetahuinya juga."

Zhani tersenyum. "Baiklah, aku akan pergi."

Sesaat setelah Zhani pergi dari kamar itu, Jhana menutup pintunya rapat-rapat.

"Betapa beruntungnya aku bisa melihat dirimu setelah sekian lama aku menjadi menantu di keluarga ini, bisakah aku mengatakan hal itu sebagai sebuah kehormatan?" ujar Kevlar.

"Tidak perlu basa-basi. Sekarang kau sudah mengetahui semuanya. Tapi aku ingin mengingatkanmu kalau aku akan selalu mengawasimu," ucap Jhana.

"Yah ... aku sudah mengerti segalanya sekarang. Kau tidak bekerja sama dengan ibu, kau sendirian, dan kau kembali karena sepertinya kau baru menyadari satu hal."

"Kau kembali kesini dengan sebuah penyamaran untuk memperebutkan hak harta warisanmu sebelum ayah mati, dan kau baru menyadari kalau kau masih memiliki hak setelah bertahun-tahun," sambung Kevlar.

"Apa otakmu hanya tentang uang? Apa otakmu terbuat dari uang? Apa darahmu berwarna merah karena warna merah dari uang?" ucap Jhana.

"Hahaha, kau tidak perlu malu untuk mengakuinya."

"Aku tidak pernah malu akan hal apa pun, ingat itu!"

"Kau tahu, Rinjhana? Atau yang biasa kusapa sebagai Karin, setelah sepuluh tahun kau diusir dari mansion, hakmu semakin lama semakin kecil, dan aku semakin membesar, jadi seharusnya kau tidak lagi ingin memperebutkan hal apa pun disini."

"Kalau aku kembali karena itu, seharusnya aku memang tidak berada disini sekarang, tapi aku kembali untuk menjauhi keluarga Dhananjaya dari orang sepertimu."

"Benarkah? Memangnya apa yang salah dariku?"

"Dengar, jika ada orang yang harus dijauhi keluarga ini, orang itu adalah kau, Jhana," Kevlar melanjut ucapannya.

"Aku tidak mengerti bagaimana kau bisa menjadi menantu disini dan tinggal bersama mereka," ucap Jhana seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Sayangnya kau tidak akan memiliki narasumber bodoh untuk mengetahui tentang diriku lebih dalam."

"Anakku memang bodoh, tapi harga dirinya tidak rendah sepertimu."

"Hahaha, itu lucu sekali."

"Aku tidak akan tinggal diam, Kevlar, setelah aku melihat kau mencuri uang ibu, aku tahu kau memiliki target yang lebih besar, kau bukan orang yang baik."

"Memang!" Kevlar berseru sambil memegangi kedua pundak Jhana dan mendorong tubuh wanita itu sampai ke dinding.

"Aku bukan orang baik," bisik Kevlar pada Jhana.

"Kau tahu? Karena sekarang aku sudah mengetahui segala tentangmu, kurasa tidak ada salahnya jika kau mengetahui sedikit tentangku," sambungnya, Jhana hanya terdiam, tenaganya kalah besar untuk memberontak.

"Sebentar dulu, biarkan aku bercerita," ujar Kevlar saat Jhana berusaha melepaskan diri.

"Aku memang bukan orang baik. Aku menikahi Bunga hanya untuk menguasai seluruh kekayaan Farzin dan Zemira," papar Kevlar.

"Kurang ajar kau! Menyebut nama ayah dan ibu begitu saja!" Jhana menggeram, ia berusaha menampar Kevlar, namun Kevlar menahannya dengan sangat kuat.

"Perlahan tapi pasti, setelah beberapa tahun aku menjadi menantu mereka, aku akan menjadi penguasa disini. Sedikit lagi, Zemira akan memberikan kendali atas usaha dan keluarga ini padaku, dan aku ingin memberitahumu satu hal. Jika kau sampai berani menghalangi jalanku, aku tidak akan segan untuk memenggal kepalamu," kata Kevlar tanpa mempedulikan geraman Jhana.

Pria itu kemudian melepaskan cengkramannya dari bahu Jhana dan berniat untuk pergi. Tapi ketika ia baru saja akan membuka pintu, Jhana menahannya sama seperti ia menahan wanita itu tadi. Ya, Jhana mendorongnya ke pintu itu dan mencengkram kedua bahunya dengan kuat.

"Kenapa kau memperingatiku? Apa karena aku penghalang terbesarmu? Apa karena kau tahu kalau kau jauh lebih lemah dariku? Jadi kau memperingatiku dan berpikir kalau aku akan gentar? Kau salah besar!" ucap Jhana.

"Aku sama sekali tidak takut padamu! Kau lah yang seharusnya takut padaku!" Kevlar melepaskan cengkraman Jhana dengan tenaganya yang lebih besar.

"Aku tidak membicarakan tentang ketakutan, aku membicarakan kelemahan."

"Hahaha, kau merasa lebih kuat dariku disaat kau tidak bisa melepaskan cengkramanku?"

Jhana lantas melipat kedua tangannya. "Kau akan menyesal karena telah menilaiku seperti itu."

"Aku tidak pernah menyesal atas apa yang telah kuperbuat, cam kan itu!"

Kevlar lalu menekan engsel pintu kamar Jhana.

"Terima kasih karena telah memberi tahukan padaku kalau aku masih memiliki hak harta warisan di keluarga ini," ujar Jhana yang berusaha membuat Kevlar naik darah.

"Sekarang aku mengerti dirimu. Kau tidak akan bisa mengambil hak harta warisanmu karena aku akan mengambil alih semuanya," ucap Kevlar.

"Kalau begitu aku akan mengambil hakku sebelum kau mengambil alih segalanya."

"Kau tidak akan bisa melakukan itu, Jhana."

"Tentu aku bisa, meskipun hakku sedikit."

Kevlar kemudian keluar dari kamar itu sembari membanting pintu kamar tersebut. Raya yang kebetulan baru pulang dan sedang membuka gerbang untuk memasukkan mobilnya, melihat kejadian itu dan merasa heran.

"Apa yang dilakukannya di kamar Karin? Dan kenapa dia keluar dengan membanting pintunya?" gumam Raya sambil mengernyitkan dahinya.

Sementara itu, dikamarnya, Jhana mulai memikirkan langkah baru.

'Zhani tidak bisa disalahkan atas segala yang terjadi hari ini,' batin Jhana.

Wanita itu lalu teringat akan percakapan terakhirnya dengan Kevlar sebelum Kevlar keluar dari kamarnya.

'Aku harus mengambil hakku untuk berjaga-jaga. Jika Kevlar berhasil menguasai semuanya dan tidak bisa kucegah, dia bisa saja mengusir seluruh anggota keluarga Dhananjaya. Untuk itu aku harus berpikir panjang, meskipun aku akan semakin dibenci karena berusaha untuk mengambil hak harta warinsaku, tapi itu untuk mereka juga, aku yang akan menghidupi mereka dengan hak harta warisanku kalau sampai semua kemungkinan buruk itu terjadi.'

'Aku harus bergerak cepat.'