"Nia.... Apa kamu sudah siap?" Aku belai pipi kiri Nia yang berada di atas wajahku dengan punggung tangan kananku, turun dari pelipis kiri sampai ke dagu, lalu kujepit dagunya dengan ibu jari dan telunjukku sebelum menuntun wajahnya mendekati wajahku hingga bibir kami bertemu dan berciuman kembali. Mata kami saling menatap samu sama lain, melihat api hasrat yang membakar tubuh dan pikiran kami. Begitu ciumanku lepas dan meembentuk benang perak yang menghubungkan ujung – ujung lidah kami, Nia berkata dengan nafas memburu,
"Ranata..., cepet, aku udah gak sabar....! Masukin penisnya ke vaginaku!"
Kubelalakkan mataku seolah tidak percaya, tak kusangka bidadari pujaan hatiku ini, yang bagaikan seorang dewi suci nan polos di mataku dan teman – teman sekelas bisa sampai sebinal ini. Api nafsuku semakin berkobar dan garuda di selangkanganku seolah mengibarkan sayapnya semakin membesar dengan penuh semangat.
Nia yang merasakan patukan tanpa henti garudaku di paha dan selangkangannya, menatap mataku sambil tersenyum dan menggerak – gerakkan pinggulnya mencari posisi yang pas untuk melahap garudaku dengan kucingnya yang sudah basah kebanjiran.
Air terjun cinta yang mengalir membasahi paha dan selangkangan Nia juga turut memandikan garudaku dalam sensasi hangat yang nikmat tiada tara. Apalagi saat bergesekan dengan pahanya yang mulus dan licin karena telah dilumasi air cintanya, garudaku semakin bersemangat mematuki setiap jengkal paha atas dan selangkangan Nia. Nia terlihat semakin tidak sabar dan memaskan posisi bibir vaginanya tepat menjepit ujung kejantananku, siap melahapnya dalam sekali gebrakan.
"Ran...., masukkan semuanya langsung sampai ke rahimku!" seru Nia yang masih terbaring di atas tubuhku.
Langsung saja aku bangun dan berbalik posisi, dengan Nia yang kaget terjengkang ngangkang di atas ranjang. Vaginanya yang basah kali ini dalam full display di hadapanku. Langsung saja kuhujamkan penisku yang tepat berada di atas vaginanya dengan gerakan pinggulku yang mendorong ke bawah.
*Jrebbbb Blesss*
Dalam satu hentakan, masuklah batang kejantananku mengisi penuh setiap jengkal liang kewanitaannya, menembus dinding tipis pelindung kesuciannya dan menyebabkan darah merembes keluar dari lubang kenikmatan Nia. Tubuh Nia yang terbaring mengangkang di atas ranjang langsung menggelinjang hebat dan otot – otot vaginanya yang ketat dan kencang mengalami kontraksi hebat yang mencekik penisku dengan kuat sambil memuncratkan cairan cinta kemana - mana. Buah dadanya yang besar semakin membusung ke atas karena dorongan punggungnya yang melengkung membentuk London Bridge yang melegenda dengan pantat dan kepalanya sebagai kaki jembatan dan perutnya yang indah sebagai puncak lengkungan jembatan. Kepalanya yang tertolak ke belakang semakin terbenam ke dalam kasur dan selangkangannya tidak bisa berhenti bergetar, dengan tiap kedutan di otot - otot dinding vaginanya yang hangat dan basah memijati penisku dengan penuh suka cita. Nia menutup matanya dan tenggelam dalam ombak kenikmatan yang menghantam dirinya lalu akhirnya berseru dalam nafasnya yang tertahan,
"Masuk.... akhirnya.... penisnya Ranata masuk.... Aaaaarrrrrghhhh...!"
Kubiarkan penisku tetap diam dalam vaginanya hingga orgasme Nia berhenti dan tubuhnya dengan perlahan kembali turun menempel dengan permukaan kasur. Kupegang kedua belah paha mulusnya yang mengangkang memamerkan selangkangannya yang basah oleh cairan cinta dan darah keperawanannya. Setelah Nia membuka matanya kembali dan menatap diriku, kuberikan senyumanku padanya dan perlahan mulai menggerakkan penisku keluar hingga hampir ke ujung lalu masuk kembali ke dalam liang kewanitaannya. Vaginanya yang lapar tak henti - hentinya berkedut dan memijat – mijat penisku sepanjang perjalanannya hingga menghantam ke bagian terdalam lubang kenikmatannya. Kucoba bermanuver dan kujelajahi setiap jengkal area dalam liang kenikmatannya, mencari area G-spot yang merupakan titik kenikmatan Nia dengan menghantamkan ujung kejantananku di berbagai tempat dalam lubang kewanitaannya sambil kulihat reaksi dan ekspresi wajah Nia yang terbuai dalam kenikmatan yang aku berikan padanya.
Kuhantamkan terus penisku keluar masuk dan merangsang berbagai titik di dalam vaginanya.
*Smack smack smack* Suara becek selangkangan kami yang saling beradu menjadi musik indah yang mengiringi permainan kami, diselingi oleh erangan penuh nikmat yang keluar dari bibir Nia pujaan hatiku.
"Hebaaat.... Aaaarrrrrghhhh.... Terus..., Ranata sayang, terus..... Yah disitu...., Hebat.... Rahimku terasa begitu nikmat!"
Setelah kutemukan daerah yang paling merangsang bagi dirinya, aku semakin bersemangat memacu penisku keluar masuk vaginanya dan menghantam titik tersebut
Perlahan kudekatkan wajahku ke wajahnya dan Nia pun melingkarkan tangannya ke leherku. Tanganku merayap ke atas mulai dari pahanya menyusuri pinggang, pinggul dan perutnya, lalu bermain sebentar memijat dan meremas kedua buah payudaranya yang indah lalu mengelus lehernya dan membelai kedua belah pipinya. Ku elus rambut dan kepalanya dengan tangan kananku sementara tangan kiriku merayapi daerah punggungnya sembari kami berpagutan dan berciuman dengan penuh gairah. Pinggul kami berdua juga tidak berhenti bergerak dan seolah kami berdua sudah menemukan sebuah irama dansa yang pas dan saling memuaskan satu sama lain dalam irama gerakan pinggul yang penuh harmoni.
Setelah puas berciuman, Nia melepaskan tangannya yang melingkari leherku dan merentangkan kedua tangannya ke samping dan meremas sprei kasur dalam genggaman tangannya. Mulutnya meracau tanpa henti sambil menutup matanya dan tenggelam dalam kenikmatan. Mulutku tak berhenti menciumi dirinya dan perlahan aku merayapi tubuhnya ke bawah dan memberi kecupan di bibirnya, dagunya, lalu turun ke lehernya, dadanya dan kedua buah payudaranya. Sambil tetap memacu penisku keluar masuk, aku jilati dan kuhisap ke dua puting susunya bergantian kanan – kiri sementara tanganku yang tadinya berada di punggungnya kini memijat dan meremas kedua buah payudaranya.
Irama permainan kami menjadi semakin intens. Klimaks kami berdua sudah semakin dekat. Kurasakan kontraksi otot vaginanya semakin hebat dan sesuatu yang panas memberontak ingin menyembur keluar dari penisku. Aku sergap tubuh Nia dan kupeluk dirinya.
"Sayang..., bentar lagi aku mau keluar..."
"Keluarin.... Aja..... Di dalam...."
*Spuurrrttt crottt crottt crootttt*
Dengan satu hentakan terakhir, kami berdua mengalami klimaks secara bersamaan. Tubuh kami yang saling berpelukan satu sama lain mengejang dan bergetar bersama dalam harmoni hasrat. Tidak ada teriakan, tidak ada raungan penuh nafsu. Kami tak sanggup bersuara lagi dalam nafas nafsu yang memburu. Kucengkram kepala dan punggung Nia dengan kedua tanganku sementara tangan Nia terkulai tanpa daya di samping kasur.
Otot – otot dinding vaginanya yang ketat, kencang, hangat dan basah dengan rakus memeras habis susu dari kejantananku yang mengisi penuh lubang kenikmatannya hingga tumpah merembes keluar bersama dengan nektar cinta dengan aroma khas kewanitaan Nia.
Mata Nia yang setengah terbuka dan mulutnya yang megap – megap mencari nafas membuatku tidak tahan untuk menciuminya kembali. Segera saja kami kembali saling berciuman sambil menikmati puncak kenikmatan yang tidak pernah kami rasakan sebelumnya dalam hidup kami.
Rasanya kami telah benar – benar bersatu dalam tubuh dan jiwa kami. Aku adalah Nia dan Nia adalah diriku. Kehangatan dan Kenikmatan yang saling mengalir dalam hubungan badan kami telah mengikatkan sebuah hubungan batin dalam hati kami berdua. Kami saling menatap.
Kali ini bukan dengan tatapan nafsu, tapi dengan penuh cinta.
Kucium bibir Nia sekali lagi dan dengan senyuman manis Nia membalas senyuman.
Lama sekali kami saling bercumbu dan berciuman dalam pelukan, menikmati sisa – sisa orgasme hingga tetes terakhir, terbuai dalam lembah kenikmatan yang terasa tiada akhir.
*Sementara itu, di luar kamar.....*
Arisa sang pemilik kamar terjongkok di depan pintu. Kedua tangannya yang menopang kepalanya menyandarkan sikunya di atas lutut. Gadis cantik blasteran itu bisa mendengar, betapa dahsyatnya permainan cinta yang dilakukan oleh kedua sahabatnya itu di dalam kamarnya. Dengan helaan nafas panjang, mulutnya bergumam,
"Hebat banget pengaruh obatnya.... Mainnya udah kayak monyet di musim kawin aja...."
Kemudian sambil menggeleng – gelengkan kepalanya, gadis itu mengeluarkan sebuah senyuman pahit sambil menunduk ke bawah melihat lantai.
Entah apa yang ada dalam pikiran Arisa saat ini....